Nasional

Simbol dalam Haji dan Maknanya Menurut Prof Quraish Shihab

Kam, 15 Juli 2021 | 08:00 WIB

Simbol dalam Haji dan Maknanya Menurut Prof Quraish Shihab

Jamaah haji sedang melakukan Sa'i. (Foto: Haramain)

Jakarta, NU Online
Profesor Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa praktik dalam berhaji terdiri dari beberapa rukun yang memerlukan gerak badan, seperti thawaf, sa'i, dan lainnya. Semua itu merupakan simbol-simbol yang mengandung pelajaran bagi jamaah haji dan puncak tujuannya adalah melakukan perjanjian dengan Allah.


"Haji ini adalah ibadah hati dan badan. Itulah sebabnya kata ulama, haji merupakan simbol-simbol yang lebih luas dan lebih dalam maknanya dari ucapan," kata pemilik karya Monumental Tafsir Al Misbah ini dalam Podcast miliknya, Kamis (15/7).


Adapun yang merupakan simbol-simbol dalam berhaji di antaranya adalah pakaian ihram, ka'bah, hajar aswad, dan lainnya. Dalam konteks ini, Prof Quraish menjelaskan, bahwa pakaian merupakan tanda ketaatan makhluk kepada khalik (pencipta)-nya. Itulah sebabnya, para pelaku haji diwajibkan untuk mengenakan pakaian tak berjahit.


"Allah mau bahwa semua memakai pakaian yang sama, karena kalau berjahit nanti macam-macam model nya," jelas Mufasir kebanggaan Indonesia ini.


Simbol lainnya, lanjut dia, yaitu Ka'bah yang di dalamnya mengandung banyak sekali pelajaran. Ka'bah yang selama ini dilihat sebagai bangunan berbentuk segi empat/kubus adalah lambang kehadiran Tuhan yang wujudnya ada di mana-mana.


"Di selatan, utara, timur, barat. Tuhan wujudnya di mana-mana," lanjut penulis buku Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di balik setiap Fenomena ini.


Disebutkannya, tanda kehebatan lain dari ka'bah adalah dari cara mengelilinginya (thawaf), yaitu bertentangan dengan arah jarum jam dan berbeda pula dengan perputaran alam semesta beserta isinya. Itu menandakan bahwa thawaf merupakan upaya menyatukan diri ke dalam kelompok-kelompok (makhluk) lain yang taat kepada Allah SWT.


"Ini luar biasa sekali. Lambang dari kehadiran Tuhan dan Anda memasukkan diri Anda ke dalam kelompok yang taat itu," terang Pendiri Pusat Studi Quran ini.


Tak hanya itu, Ia pun menyebutkan, bahwa terdapat keunikan lain dari Ka'bah, yaitu keberadaan Hajar Aswad (batu hitam). Nabi mengatakan bahwa Hajar Aswad adalah lambang tangan Tuhan di muka bumi. Itulah mengapa, setiap usai ber-thawaf dianjurkan untuk menciumnya atau minimal dengan hanya menyalami dari kejauhan saja dengan melambaikan tangan.


"Karena setiap kita melakukan perjanjian dengan orang biasanya berjabatan tangan. Kita habis thawaf kita berjabat tangan dengan Tuhan sebagai lambang kesepakatan bahwa kita akan selalu hadir bersama-Nya di mana pun berada," tutur Prof Quraish.


Tidak cukup sampai di situ, ia mengimbau pada para pelaku haji, saat hendak melaksanakan sa'i agar berusaha menitik tolak setiap tindakannya dari kesucian. Hal itu menjadi alasan bahwa sa'i harus bermula di Shafa (suci) dan berakhir di Marwah (puas hati) selama 7 kali berturut-urut.


"Jadi, berusahalah sekuat tenaga Anda, sebisa Anda dengan bersungguh-sungguh. Dan apapun hasil yang diperoleh Anda harus berpuasa hati dan yakinlah bahwa Allah akan memberikan kebahagiaan kepada Anda," jelas Profesor berdarah campuran Arab-Bugis itu.


Lebih lanjut, ayah dari Najwa Shihab ini berpesan meskipun tata cara berhaji hanya sekadar lambang-lambang, akan tetapi semua itu merupakan bukti ketaatan seorang hamba terhadap penciptanya. Maka dalam pelaksanaannya pun diimbau agar selalu menyeimbangkannya dengan akal sehat.


"Saya pernah lihat ada yang melontar Jumrah dengan sandal. Padahal bukan seperti itu caranya. Jumrah itu lambang bahwa Anda bermusuhan dengan setan, jadi tidak perlu batu besar. Karena bukan itu setannya," papar Mufasir lulusan Universitas Al-Azhar Kairo itu.


Lambang selanjutnya adalah tahalul (memotong/mencukur rambut) sebagai ciri pengguguran dosa yang diharapkan dapat mendatangkan ketenangan jiwa. "Karena kalau Anda masih merasakan ada dosa, Anda pasti terganggu," ujarnya.


Kendati demikian, Prof Quraish menegaskan, lambang-lambang tersebut adalah bentuk kesepakatan perjanjian hamba dengan Allah SWT dalam rangka meraih keridhaan-Nya. Yakni mendapatkan haji yang mabrur (diterima).


"Haji mabrur adalah orang yang menepati janjinya ketika dia berhaji. Dan alangkah ruginya orang yang berkunjung ke rumah kekasih lalu ditolak oleh kekasihnya," pungkas dia.


Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin