Nasional

Temui Kiai Said, Menaker Ida Beberkan Alasan UU Cipta Kerja Dibentuk Pemerintah

Ahad, 11 Oktober 2020 | 06:25 WIB

Temui Kiai Said, Menaker Ida Beberkan Alasan UU Cipta Kerja Dibentuk Pemerintah

Pertemuan Menaker Ida Fauziyah di kediaman Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Sabtu (11/10). (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI, Ida Fauziyah bersilaturahim dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu, (10/10). Pertemuan dilakukan dalam rangka menyampaikan beberapa hal terkait UU Cipta Kerja.


"Saya kira setelah beliau mendapat penjelasan, terutama klaster ketenagakerjaan, saya kira beliau mengerti yang harus didorong adalah memastikan perlindungan," ujar Menaker Ida Fauziyah setelah beberapa jam berdialog dengan Kiai Said.

 

Menaker Ida menambahkan, pertemuan tatap muka dengan pemuka agama seperti tokoh NU dan Muhammadiyah dirasanya penting dilakukan agar tak mengalami misinformasi, utamanya menyangkut kebijakan pemerintah yang akan diterapkan.

 

"Dialog sosial dan silaturahmi akan saya terus lakukan, ke Pengurus Muhammadiyah, ke stakeholder ketenagakerjaan," katanya.

 

Sebelum bertemu dengan Kiai Said, Menaker membeberkan sejumlah alasan mengapa membentuk Undang-undang (UU) Cipta Kerja dalam Omnibus Law. Penjelasan ini untuk mengimbangi setiap tuduhan yang ditujukan kepada pemerintah terutama menyangkut klaster ketenagakerjaan. 

 

Menurut Ida Fauziyah, visi pemerintah untuk menjadikan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbaik kelima dunia 2045 bukanlah wacana. Karena itu sebagai bukti keseriusan mewujudkan mimpi itu, pemerintah merasa penting membentuk UU yang mengatur ekosistem investasi yang baik. 

 

UU itu, lanjut Ida, akan memperbaiki transportasi pelayanan yang cepat, tepat dan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sehingga tercipta lapangan kerja yang luas.   

 

Pertimbangan lainnya, Indonesia belum memiliki daya saing yang kompetitif terkait lapangan kerja. Penyebabnya karena ada tumpang tindih regulasi yang menghambat masuknya investasi baik dari dalam maupun luar negeri. 

 

Belum lagi persoalan ekonomi digital, Indonesia belum begitu maksimal menjalaninya. Persoalan inilah yang menjadi perhatian pemerintah sehingga merasa penting membentuk UU Cipta Kerja 

 

"Jadi biar sampai ke 2045 yang kita impikan itu ada, banyak hal yang harus kita lakukan. Untuk mencapai Indonesia ekonomi terbaik dunia itu butuh iklim investasi yang kompetitif karena itu salah satu upaya pemerintah adalah melalui UU Cipta Kerja. Melalui Omnibus Law, ini merevisi puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja," kata Ida Fauziyah saat berdialog di Program Peci dan Kopi 164 Channel, Kamis (8/10) lalu.

 

Ida menceritakan, aturan yang saat ini ada menyangkut investasi dan ketenagakerjaan terbukti mempersulit prosedur investasi bahkan menghambat pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sementara pemerintah sedang bersiap-siap menghadapi bonus demografi tahun 2030 mendatang.

 

"Bagaimana kita mau memanfaatkan bonus demografi, bagaimana kita menjadi negara dengan income (penghasilan) yang tidak stuck (berhenti) di angka 5. Karena di angka 5 kita punya tantangan pengangguran per April 2019, 7 juta. Turun Februari 2020, tapi naik lagi karena ada Covid-19. Angka pengangguran kita menjadi 9 sampai 10 juta," tutur Ida.

 

Sedangkan angkatan kerja saat ini, lanjut mantan aktivis ini baru mencapai 2,5 juta. Masalah inilah yang dinilainya menjadi sebab perlu dihadirkan aturan yang kongkret agar terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat sehingga mereka yang dinyatakan menganggur dapat terserap industri.


Sikap PBNU terkait UU Cipta Kerja

 

Atas persoalan itu, PBNU telah mengeluarkan pernyataan sikap resmi terkait legislasi dan pengesahan UU Cipta Kerja yang saat ini menjadikan polemik di tengah-tengah masyarakat.

 

Pernyataan resmi ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal H Helmy Faishal Zaini pada 8 Oktober 2020. 

 

Dalam pernyataan sikap tersebut, PBNU menghargai setiap upaya yang dilakukan negara untuk memenuhi hak dasar warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

 

Namun dalam langkahnya, PBNU menyesalkan proses legislasi UU Cipta Kerja yang terburu-buru, tertutup, dan tidak membuka diri terhadap aspirasi publik. 

 

Dalam situasi ini, Nahdlatul Ulama berkomitmen untuk tetap membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. 

 

Langkah ini akan menjadi jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa, apalagi di tengah pandemi yang belum mereda sampai dengan saat ini.

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan