Nasional

Tiga Kategori Umat Islam Indonesia di Era Disrupsi menurut Wasekjen PBNU

Sab, 10 April 2021 | 05:00 WIB

Tiga Kategori Umat Islam Indonesia di Era Disrupsi menurut Wasekjen PBNU

Wasekjen PBNU H Masduki Baidlowi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Masduki Baidlowi menyebut bahwa di Indonesia terdapat tiga kategori umat Islam. Pertama, Nahdlatul Ulama yang menjadi ormas keagamaan terbesar. Kedua, gabungan ormas-ormas Islam. Ketiga, umat Islam yang tidak berorientasi pada ormas.


Seiring perkembangan zaman dan perubahan-perubahan yang terjadi saat ini, kategori atau golongan ketiga semakin hari kian membesar. Fenomena ini pun menjadi tantangan tersendiri bagi NU dan ormas-ormas lain di Indonesia di tengah era disrupsi teknologi yang menjadikan umat Islam tidak mau berormas, tidak mau ber-ustadz, dan tidak berorientasi pada ulama.


“Ulama baru sekarang itu adalah ulama Google. Inilah disrupsi. Inilah masa yang dinamai dengan VUCA,” jelas Masduki tentang masa yang meliputi Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity di mana perubahan sangat cepat, tidak terduga, dipengaruhi oleh banyak faktor yang sulit dikontrol, dan kebenaran serta realitas menjadi sangat subyektif.


Inilah yang menurut Cak Duki, sapaan akrabnya, perlu diperhatikan oleh Nahdlatul Ulama dengan terus meningkatkan kuantitas dan kualitasnya, khususnya pada generasi muda NU yang akan meneruskan tongkat estafet perjuangan organisasi dan juga kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


“Mempunyai paham seperti apa nanti mereka itu, apakah mereka mempunyai pemahaman Islam Moderat-kah dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan? Ataukah dia sudah mempunyai faham yang lain? Ini akan ditentukan di era VUCA ini,” tanya Kiai Masduqi saat berbicara pada Madrasah Teknologi Informasi, Sabtu (10/4).


Oleh karenanya, Cak Duki mengajak warga Nahdliyin untuk terus menderivasi paham Ahlussunah Wal Jama’ah (Aswaja) dalam sistem teknologi digital dengan baik. Ia menyebut NU Online sebagai website resmi PBNU yang saat ini menjadi website keagamaan dengan rating tertinggi, harus menjadi bagian yang terintegrasi dengan kesenangan anak-anak muda milenial dan anak muda generasi Z.


Sementara ia menyebut omas-ormas yang berpaham radikal saat ini sangat intens dalam menyebar misi mereka melalui berbagai platform media sosial. Mereka sangat ‘kreatif’ dalam membidik sasaran dengan konten-konten yang menarik seperti membuat video serial anak-anak untuk menanamkan pahamnya.


Kesiapan Nahdliyin dalam menghadapi segala perubahan ini, lanjut Cak Duki, sudah tertanam dalam prinsip NU yakni al-mukhafadzatu ‘alal qadimi shalih wal akhdu bil jadidil ashlah (mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik).


“Nahdliyin juga harus mengingat pesan Sayyidina Ali RA yakni: al-haqqu bila nidhamin yaghlibuhul bathilu bi nidhamin (Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir),” tandasnya.


Oleh karena itu, ia mengapresiasi kegiatan Madrasah Teknologi Informasi yang dilakukan oleh Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk merespon perkembangan teknologi dan melahirkan banyak inovasi baru dalam kehidupan manusia.


Kegiatan yang sudah memasuki sesi ke 10 dari 15 sesi yang direncanakan itu mengangkat tema "Konsep Pengelolaan Database Terintegrasi untuk Organisasi Massa Besar".


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori