Nasional

Tips agar Santri Baru Betah di Pesantren

Sel, 13 September 2022 | 11:00 WIB

Tips agar Santri Baru Betah di Pesantren

Ilustrasi: Santri  harus memiliki tekad yang kuat dan niat ikhlas yang muncul dari dalam diri santri agar betah belajar di pesantren.

Jakarta, NU Online

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua yang mengandung nilai-nilai keislaman dan keindonesian, setiap tahunnya terus bertumbuh. Pesantren menjadi kawah candradimuka tempat penggemblengan generasi anak bangsa yang kelak meneruskan tongkat estafet agama, keluarga dan negara.


Perbedaan kondisi pesantren masa kini dan masa lalu, sangat jauh sekali. Santri zaman now dilengkapi dengan ragam sarana prasarana, seperti gedung sekolah yang bertingkat, laundry, klinik, rumah sakit, alat-alat elektronik sebagai penunjang pembelajaran di kelas, dan lain sebagainya.


Saat memasuki ajaran baru, pondok pesantren menerima santri baru. Setelah orang tua memasrahkan anaknya (taslim) pada pengasuh, problem remaja acap kali menjadi bumbu sedap setiap tahun, yakni tidak betah atau tidak kerasan di pesantren. Secara psikologis santri masih mencari identitas diri walaupun harus tunduk pada tata tertib yang berlaku.


Hasil penelitian Hotifah Y dan Setyowati tahun 2014 menyatakan bahwa setiap tahunnya lima sampai sepuluh persen santri baru yang mondok di pesantren mengalami problem dalam penyesuaian diri. Hal itu berimplikasi pada penyimpangan perilaku, seperti tidak mau mengikuti aturan karena padatnya kegiatan, tidak belajar atau sekolah, maunya bersama papa-mama, menyendiri sambil meluapkan emosi dengan menangis, maunya hidup sempurna, temannya kurang cocok, dan sejenisnya.


Penelitian juga menyatakan bahwa kurang lebih 6,4 persen santri angkat koper atau boyongan dari pesantren lantaran problem klasik yang tak kunjung selesai dari tahun ke tahun.


Zamzami Sabiq dalam buku Konseling Pesantren halaman 24 mengungkapkan, guna mengurangi angka tersebut, ada sejumlah solusi agar santri baru betah di pesantren. Santri  harus memiliki tekad yang kuat dan niat ikhlas yang muncul dari dalam diri santri. Santri harus ingat perjuangan orang tua di rumah yang bersusah payah banting tulang untuk memenuhi kebutuhan anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses dibandingkan dengan dirinya.


Santri juga perlu aAkrab dengan banyak teman guna menghilangkan pikiran untuk pulang ke rumah. Santri perlu lebih dekat dengan ustadz, pengurus dan santri senior yang telah merasakan pahit manisnya hidup di pesantren. Santri juga harus berdoa, mendoakan dan minta didoakan oleh orang tua dan guru agar mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah.


Selain santri, pengurus pesantren dituntut untuk memberikan pendampingan pada santri baru agar bisa survive dengan ragam program yang begitu padat. Bagi santri baru yang lemah intelegensinya, pengurus menyediakan jam khusus belajar privat agar mudah memahami materi yang disampaikan gurunya di kelas.

 

Tak hanya itu, pihak pengurus harus mengkondusifkan lingkungan yang baik. Artinya, pengurus mengarahkan santri baru untuk memilih lingkungan yang cocok bagi dirinya, sehingga tidak menghambat saat proses penyesuaian diri. Misalnya, jika santri baru memiliki bakat di bidang seni bela diri, pengurus bisa mengarahkan untuk masuk dalam wadah itu agar bisa menjalin keakraban dengan santri lainnya, sebut saja Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa yang tersebar di berbagai pesantren.


Hal yang biasa dilakukan oleh pesantren setiap tahunnya adalah menggelar masa orientasi santri baru guna mengenal tata tertib, program pesantren, struktur kepengurusan pesantren, fasilitas yang dimiliki pesantren, kegiatan-kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, dan lain sebagainya. Kegiatan inilah yang membuat santri baru menjalin keakraban dengan santri baru lainnya.


Terpenting, bagi seorang pengurus pesantren adalah siap menjadi fasilitator dan mediator ketika santri baru mengalami masalah. Secara psikis santri baru membutuhkan arahan dan dukungan sehingga bisa keluar dari problem yang ia hadapi.


Kontributor: Firdausi 
Editor: Kendi Setiawan