Nasional

Tunjukkan Foto Jenazah Brigadir J, Komnas HAM: Sambo Langgar HAM

Kam, 1 September 2022 | 21:30 WIB

Tunjukkan Foto Jenazah Brigadir J, Komnas HAM: Sambo Langgar HAM

Foto jenazah Brigradir J yang ditunjukkan oleh Komnas HAM. (Foto: PMJNews)

Jakarta, NU Online

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menunjukkan foto almarhum Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat alias Brigadir J yang sudah terkapar sesaat setelah ditembak oleh Eks Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo.


Penampakan foto Brigadir J itu ditampilkan dan dijelaskan oleh Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Kamis (1/9/2022). Anam mengatakan foto tersebut sengaja disensor karena Brigadir J sudah tergeletak dengan bersimbah darah.

 
“Ini yang kami dapatkan, foto tanggal 8 Juli 2022, nggak sampai 1 jam setelah peristiwa penembakan. Mohon maaf diblur, salah satu prinsip yang ada dalam HAM. Itu posisinya. Foto ini diambil tanggal 8 Juli 2022 kurang dari satu jam setelah peristiwa penembakan,” ungkap Anam.


Analisis Pelanggaran HAM

Usai menunjukkan foto itu, Komnas HAM menyampaikan analisis yang telah dilakukan setelah melakukan penyelidikan melalui barang bukti yang didapat. Hasilnya, Ferdy Sambo telah melanggar hak asasi manusia, di antaranya hak hidup dan hak mendapatkan keadilan.


Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan analisis mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dalam kasus kematian Brigadir J itu. Ia kemudian menyebutkan, ada empat poin pelanggaran yang didapat sebagai hasil analisis.


Pertama, hak untuk hidup. Beka menjelaskan, terdapat pelanggaran hak untuk hidup yang dijamin dalam pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999. Ini sesuai dengan fakta yang terjadi karena memang terdapat pembunuhan Brigadir J pada Jumat, 8 Juli 2022, di rumah dinas Ferdy Sambo saat masih menjabat Kadiv Propam Polri di Duren Tiga Jakarta Selatan.


Kedua, hak untuk memperoleh keadilan. Terdapat pelanggaran hak untuk memperoleh keadilan yang dijamin dalam Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999. Dikatakan Beka, Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi telah dieksekusi tanpa melalui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan.


“Seharusnya ketika dugaan apa pun, harus ada proses hukum awal, tidak langsung dieksekusi. Ini jelas (melanggar HAM),” tegas Beka.


Pelanggaran hak untuk memperoleh keadilan juga terjadi pada istri Ferdy Sambo. Beka mengatakan, Putri Candrawathi telah terhambat kebebasannya untuk melaporkan kejadian dugaan kekerasan seksual yang dialaminya ke kepolisian, tanpa intervensi siapa pun.


“Ini kan dugaan kejadiannya ada di Magelang, tetapi kemudian skenario yang dibangun kejadiannya di Duren Tiga. Ini kan ada hambatan terhadap kebebasan dari saudari PC untuk melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi. Tapi ini baru dugaan,” ungkap Beka.


Ketiga, telah terjadi Obstruction of Justice atau penghalangan terhadap proses hukum. Berdasarkan fakta yang ditemukan, kata Beka, terdapat tindakan-tindakan yang diduga merupakan Obstruction of Justice dalam peristiwa penembakan Brigadir J.


Tindakan yang dimaksud Beka itu antara lain sengaja menyembunyikan dan/atau melenyapkan barang bukti di saat sebelum atau sesudah proses hukum. Selain itu, ada tindakan kesengajaan melakukan pengaburan fakta peristiwa.


“Tindakan Obstruction of Justice tersebut berimplikasi terhadap pemenuhan akses terhadap keadilan dan kesamaan di hadapan hukum yang merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam hukum nasional dan internasional,” ungkap Beka.


Keempat, hak anak. Beka menjelaskan bahwa hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik maupun mental dijamin dalam pasal 52 dan 58 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Akibat peristiwa kematian Brigadir J, telah terjadi pelanggaran terhadap hak anak. Khususnya hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan psikis maupun mental yang dialami anak-anak dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.


“Kita mendapatkan keterangan bahwa anak-anaknya FS dan PC mendapat perundungan, ancaman, cyber bullying yang menyerang lewat media sosial yang bersangkutan, dan tentu saja ini harus menjadi concern bersama supaya anak-anak bisa tumbuh kembang dengan baik,” pungkas Beka.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin