Opini

Banser, Bencana, Firman dan Kearifan Lokal

Jum, 10 Januari 2020 | 08:54 WIB

Banser, Bencana, Firman dan Kearifan Lokal

Bagana Brebes, Jawa Tengah melakukan penanaman pohon bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah V Provinsi Jawa Tengah di bekas tanah longsor Pasirpanjang, Salem, Jumat (10/1). (Foto/Istimewa)

Oleh Gatot Arifianto
 
Seperti Rahwana yang tak lelah mengejar Shinta, hujan sejak 1 Januari hingga 10 Januari 2020 tak kunjung usai. Banjir di sejumlah wilayah terjadi di Indonesia. Setelah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Banjir melanda Jawa Tengah, Lampung dan Sumatera Selatan. Gerakan Pemuda Ansor di berbagai daerah terdampak bencana itu, menerjunkan Banser Tanggap Bencana (Bagana).

Demak dan Grobogan adalah kabupaten yang berdekatan. Satu sungai melintasi dua daerah itu, yakni Tuntang, tak sanggup menahan debit air yang tinggi akibat akibat hujan berkepanjangan sejak Rabu (7/1). 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Demak menyebut, tanggul sungai setinggi 10 meter di wilayah Dukuh Gobang, Desa Trimulyo, Kecamatan Guntur, jebol. Ratusan hektare sawah dan permukiman warga terdampak. Banjir semakin parah karena kiriman air dari hulu sungai akibat curah hujan tinggi. Desa Cikesal Lor, Cikesal Kidul, dan Pamedaran.

Kader inti PC GP Ansor Demak bergegas turun tangan dalam mengatasi problematika kemanusiaan itu. Hal sama juga dilakukan kader Ansor di Grobogan. 

Wakil Kepala Satuan Koordinasi Banser Grobogan, Edi Purnomo, Jumat (10/1) menyebut, ratusan kader GP Ansor setempat diturunkan untuk mengevakuasi, menggalang dana, mendistribusikan logistik hingga membuat dapur umum akibat banjir terjadi atas intruksi Ketua PC H M Sirajuddin. 

Upaya kemanusiaan itu dipimpin langsung Kasatkorcab Banser M Sudarno. Satu kader Bagana Grobogan terlibat mengevakuasi ialah Mbah Sono. Pria bernama Mualim Darsono itu mengandeng warga melewati air setinggi dada. Bersama Kasatkoryon Banser Godong Muhammad Gozali, Mbah Sono juga mengevakuasi bayi. 

Adapun Bagana PC GP Ansor Brebes, Jawa Tengah, juga membuka dapur umum untuk korban banjir di  Koramil, Ketanggungan. Mereka membantu mengevakuasi alat-alat kesehatan Pusat Kesehatan Umum (PKU) Muhammadiyah Ketanggungan, Brebes.

"Terima kasih untuk seluruh kader Bagana yang terlibat aktif dalam membantu masyarakat," ujar Kepala Satuan Unit Khusus Nasional Bagana, Chabibullah.

Kader Bagana diturunkan dari awal terjadi Banjir. Di Jakarta, Banten, Jawa Barat. Menyusul wilayah lain seperti Jawa Tengah.

Kata depan Pemuda Ansor, badan otonom pemuda Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri 24 April 1934 ialah gerakan. Kata itu, jelas kebalikan dari diam, ngelangut, menunggu, menanti dan sejenisnya. Ada atau tidak ada bencana, harakah bagi agama, bangsa, negeri dan kemanusiaan akan dan pasti dilakukan kader organisasi dipimpin H Yaqut Cholil Qoumas ini.

Kearifan Lokal dan Firman
Almarhum Presiden RI ke IV, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Allahuyarham, meninggalkan 9 nilai yang terus digerakan penerus pemikirannya yang tergabung dalam Gusdurian, dikoordinatori Alissa Wahid.

Satu nilai itu ialah kearifan lokal, bersumber dari nilai-nilai sosial-budaya yang berpijak pada tradisi dan praktik terbaik kehidupan masyarakat setempat. Gus Dur tak menolak kearifan lokal yang relevan dan maslahat bagi perubahan zaman.

Kita tahu, Idonesia terdiri dari beragam suku dan budaya. Ada Baduy, Ammatoa juga Dayak dari beragam suku yang ada. 

Jauh sebelum para ilmuwan sepakat, pemicu pemanasan global yang merupakan bagian perubahan iklim, karena kerusakan lingkungan seperti hutan gundul, mereka telah menggengam erat pedoman bersahabat dengan alam yang diwariskan para leluhur.

Jauh sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan perubahan iklim sebagai gejala yang disebabkan oleh aktivitas manusia, baik secara langsung atau tidak langsung. Masyarakat Nusantara telah meninggalkan risalah lingkungan hidup yang tak boleh dilanggar.

Masyarakat Ammatoa, yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di wilayah Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba memegang teguh Pasang Ri Kajang. Adapun masyarakat Baduy, Banten, memegang teguh Pikukuh Baduy. 

Masyarakat adat di pulau yang berbeda itu tak berani menebang pohon di hutan adat dengan sembarangan mengingat pentingnya keberadaan hutan menyimpan air. 

Suku Dayak Iban yang berada di Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat juga diwarisi prinsip sama. Hutan bagi mereka memberi air bersih yang berdampak tidak saja bagi lingkungan yang baik, tapi juga hidup berkualitas. 

Kearifan lokal nusantara tersebut memiliki rentang waktu panjang dengan berdirinya International Union for Conservation of Nature and Natural (IUCN). Organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam ini berdiri di Gland, Switzerland, 1948. 

Jauh pula dengan Conversation International.  Organisasi nirlaba yang berdiri pada tahun 1987 dan berkantor pusat di Amerika Serikat yang menjelaskan bahwa alam merupakan solusi terbaik dalam menangani perubahan iklim. 

Kehendak dan gagasan disampaikan tersebut.  Pun sebenarnya tercantum dalam firman Allah, Al-Qur’an ar-Rum ayat  41: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Fakta-fakta kearifan lokal tersebut dengan sendirinya menegaskan Indonesia sebagai negara terdepan. Apa yang membuat kita merasa dibelakang negara-negara yang mendefinisikan diri atau justru kita definisikan maju itu? Tidak ada. Yang perlu dievaluasi bagi masyarakat bangsa Indonesia ialah, merasa mayoritas dalam beragama yang Rahmatan Lil Alamin, tapi kecil dan bahkan terbelakang dalam perilaku. 

Membangun Kebijakan Lingkungan
Lima negara tercatat menghasilkan 60 persen sampah di laut. China, negara dengan paham komunis itu menempati peringkat pertama. Disusul Indonesia, negara berpenduduk mayoritas muslim ini menempati peringkat kedua.

Peringkat kedua lain ditempati Indonesia ialah dalam hal kehilangan lahan. Brasil urutan pertama. Global Forest Resources Assessment (FRA), pada 2016 menyebut,  684.000 hektar hutan di Indonesia setiap tahun hilang akibat kebakaran hutan, perambahan hutan, alih fungsi hutan dan pembalakan liar.

Tersebut di atas, tak lepas dari aktivitas manusia yang turut andil dalam mengubah iklim bumi. Mendorong perubahan iklim melalui pemanasan global, disebabkan efek rumah kaca, efek umpan balik, variasi matahari. Sejumlah ilmuwan yakin hujan ekstrim yang memicu banjir awal Januari lalu merupakan dampak perubahan iklim, yang menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), merupakan masalah yang dihadapi setiap negara tanpa memandang batas teritorial. 

Perlu solusi tepat dari pemangku kebijakan untuk mengurai problematika akut itu. Politik Indonesia, jangan lagi mengesampingkan lingkungan hidup mengingat dampak bencana yang disebabkan ulah manusia. 

Beragam poduk-produk kapitalis dalam kemasan plastik dengan dalih harga terjangkau yang menyerbu pasar dan jutaan rumah perlu diatur terkait mudharatnya bagi keberlangsungan lingkungan hidup.

Kesadaran masyarakat sangat mungkin tumbuh dengan kebijakan tegas pemerintah pusat untuk dilaksanakan hingga pemerintah desa. Sinergi dengan para pemuka agama, aktivis lingkungan hidup, organisasi pemuda dan kemasyarakatan, hingga kepanjangan Kementerian Desa akan mempermudah mitigasi bencana. 

Yakinlah, tak hanya wawasan dibutuhkan, namun juga perilaku. Kebiasaan ramah dan sadar lingkungan bersih meski diciptakan dengan peraturan tegas sebagaimana di Singapura. Di negara yang merdeka 20 tahun setelah Indonesia itu, meludah dan membuang sampah sembarangan hingga ngawur berkendaraan dikenai denda tinggi, $ 2000.

Kalangan pesantren menyebut hal di atas sebagai ilmu haal (ilmu tingkah). Para kiai memberi contoh dengan tindakan bagi santri.

"Islam sangat menganjurkan menabur kebaikan. Diantaranya adalah menanam pohon. Para kiai, tidak hanya menganjurkan, tapi juga memberi contoh dengan ilmu haal, menanam pohon di depan santrinya. Begini lho caranya menanam. Jadi tidak dengan kata-kata tapi praktik sehingga dicontoh para santri," kata Kiai Imam Murtadlo Sayuthi pengasuh Pesantren Assidiqiyah 11, Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

2016, GP Ansor Waykanan dan Gusdurian Lampung mendorong penggunaan sampah plastik sebagai bantal dan ecobrick dengan menggelar sejumlah pelatihan. Selain itu, sinergi menanam 1.000 pohon produktif di sejumlah pesantren melalui kegiatan sosial diberi titel sedekah oksigen. Pohon yang ditanam adalah bibit mangga Thailand dan nangka cempedak, berasal dari sumbangan donatur, yakni Rp50 ribu per batang pohon. 

Sekian tahun berlalu, pohon tersebut tidak hanya menyumbang oksigen bagi kehidupan manusia, tapi juga menghasilkan buah, bahkan sudah panen dua kali. Pohon mangga dan nangka tersebut, membuat pesantren dan lingkungannya cukup hijau dan teduh sehingga sedikit banyak menghambat pemanasan global dan meningkatkan ketersediaan air tanah.   

"Kurang lebih dua tahun sudah panen. Mangganya bahkan mengalami panen raya, Alhamdulilah panennya bagus sekali. Untuk nangkanya sudah tiga kali panen, walau ada beberapa yang terkena penyakit, tapi bisa diatasi anak-anak karena bimbingan Ansor dulu, dan sudah bersemi kembali. Subhanallah, dampak gerakan tersebut luar biasa sekali," ujar Kiai Imam lagi.

Kegiatan berlandaskan tindakan terkait lingkungan hidup juga dilakukan kader Ansor di sejumlah wilayah.

Mengisi pergantian tahun baru 2020 lalu, Bagana Demak melakukan penanaman 1000 pohon di Desa Jragung Karangawen Demak, Jawa Tengah.

Serupa dilakukan PAC GP Ansor Salem, Brebes, Jawa Tengah melalui Satkoryon Banser setempat. Mereka melakukan penanaman pohon bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah V Provinsi Jawa Tengah, di bekas tanah longsor Pasirpanjang.

Adapun PAC Ansor Waytuba, Waykanan, Lampung, mendorong terjadinya Perilaku Hidup Bersih (PHBS) di dua kampung yang ada sejak 2019 hingga sekarang, Say Umpu dan Waytuba Asri. Dalam setiap kegiatan bakti sosial penyembuhan alternatif penyakit medis nonmedis Aji Tapak Sesontengan (ATS) gratis tampa modus jual obat, mereka meminta masyarakat untuk menyumbangkan sampah anorganik bisa didaur ulang sebagai infaq.

"Kesadaran terhadap pentingnya lingkungan hidup bersih harus terus ditanam, ditumbuhkan, dirawat. Ansor sebagai bagian pemuda berikhtiar membangun dari bawah, dari kampung. Pemuda harus membangun kampung," ujar Ketua Ansor Waytuba, Agung Rahadi Hidayat.

Tanpa kebijakan tegas yang diputuskan, tahun-tahun mendatang Indonesia akan reuni dengan bencana akibat aktivitas manusia, tanpa perlu menunggu imbauan, pamflet dan angka cantik.

Mulai sekarang dan seterusnya, perusakan lingkungan dengan beragam bentuknya harus ditinggalkan. Peraturan tegas dan sinergi sebagaimana penanganan bencana telah terjadi, penting untuk menekan dampak bencana akibat faktor alam selain manusia.

Penulis adalah Gusdurian, Sontenger, Banser. Founder Sedekah Oksigen.