Opini

Merenungi Gerhana Matahari dari Sisi Teologi dan Sains

Rab, 19 April 2023 | 11:00 WIB

Merenungi Gerhana Matahari dari Sisi Teologi dan Sains

Gerhana matahari memiliki nilai utama baik secara teologis maupun saintifik. Kedua nilai ini saling menunjang satu sama lain. (Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Gerhana merupakan salah satu fenomena alam yang di dalamnya mengandung makna baik secara teologis maupun saintifik. Gerhana merupakan peristiwa astronomis tertutupnya sinar Matahari oleh Bumi atau Bulan sehingga mengakibatkan kegelapan selama beberapa saat di Bumi. Sebagai sebuah fenomena yang alamiah, peristiwa gerhana dapat dipandang sebagai penuntun nilai-nilai ketauhidan dan sekaligus intelektual manusia melalui peristiwa alam semesta. Sehingga mampu membangun cara pemikiran yang teologis-saintifik dalam menyikapi segala fenomena kehidupan.


Dalam waktu dekat ini kita akan dipertemukan dengan salah satu fenomena langit yakni gerhana matahari hibrida. Menurut penjelasan dari Pusat Riset Antariksa BRIN, gerhana matahari hibrida merupakan fenomena gerhana matahari dengan dua macam gerhana yang berbeda, namun terjadi dalam satu waktu secara berurutan. Jenis gerhana matahari hibrida ini jarang sekali terjadi, sehingga tergolong sebagai gerhana istimewa. Keistimewaan lainnya adalah fenomena tersebut akan jatuh bersamaan menjelang waktu hari raya Idul Fitri tepatnya pada tanggal 20 April 2023.


Gerhana Matahari: Membangun Kesadaran Ilahi

Keistimewaan dari setiap peristiwa alam yang terjadi di sekeliling kita dan bisa disaksikan secara langsung semestinya dapat menumbuhkan kesadaran untuk senantiasa mendekatkan diri kepada sang ilahi atas segala bentuk penciptaan-Nya. Matahari, Bumi, dan Bulan merupakan contoh dari sekian banyak benda langit yang bergerak sesuai dengan orbitnya masing-masing. Begitu juga dengan sekian banyak benda langit lainnya, mereka semua mengorbit sesuai dengan sunnatullah dengan penuh keteraturan.


Proses bumi bergerak mengelilingi matahari disebut dengan revolusi. Pada waktu yang bersamaan juga bulan mengitari bumi. Pada saat proses ini adakalanya matahari, bulan dan bumi berada dalam satu garis lurus sehingga menyebabkan terjadinya gerhana matahari. Ketika piringan matahari tertutup oleh piringan bulan maka terjadilah gerhana matahari. Terdapat empat macam gerhana matahari yang dikenal luas oleh para pakar; yaitu gerhana matahari total, gerhana matahari sebagian, gerhana matahari cincin, dan gerhana matahari hibrida.


Peristiwa astronomis berupa gerhana matahari dapat memberikan gambaran kepada kita semua mengenai tanda-tanda kemahakuasaan sang pencipta. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an bahwa malam, siang, matahari, dan bulan merupakan tanda alam yang menunjukkan kebesaran Allah (QS. Fussilat: 37). Di dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa Allah menjadikan matahari dan bulan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan agar manusia mengetahui perhitungan (waktu) (QS. Yunus: 5).


Kedua ayat di atas menunjukkan, tanda-tanda keagungan dan kebesaran Allah adalah sesuatu yang mutlak. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dijumpai betapa banyak tanda-tanda kebesarannya, baik yang nampak secara langsung maupun yang tersirat. Semua itu tidak lain adalah diperuntukkan bagi orang-orang yang senantiasa menggunakan akalnya pikirannya untuk mempelajari tanda-tanda kebesaran Allah.


Dengan hadirnya peristiwa gerhana matahari, sebagai seorang muslim dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.  Di dalam hadits kita dianjurkan untuk memperbanyak mendekatkan diri kepada Allah apabila bertemu dengan peristiwa tersebut (Bukhari-Muslim). Dengan demikian momentum ini menjadi upaya menumbuhkan kesadaran ilahiah terhadap tanda-tanda alam semesta agar bisa merenungi (tadabbur) dengan hati dan pikiran.


Perintah menggunakan pikiran kita dalam memahami setiap peristiwa alam semesta banyak sekali disinggung di dalam Al-Qur’an. Kalimat afala ta’qilun, afala tatafakkarun, afala yatadabbarun adalah beberapa contoh redaksi yang Al-Qur’an sampaikan kepada umat manusia agar mau menggunakan akal dan pikirannya untuk memikirkan serta memahami berbagai tanda-tanda kebesaran Allah swt sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.


Keselarasan Keilmuan dan Ketauhidan

Ada tiga pokok nilai yang bisa diambil dari peristiwa terjadinya gerhana matahari melalui pembacaan secara keilmuan. Pertama, penjelasan (bayyani). Menurut Prof. Syamsul Anwar rekaman peristiwa gerhana menjadi suatu dokumen penting bagi sejarawan untuk mengetahui tanggal suatu peristiwa atau kejadian penting di sekitar peristiwa gerhana. Misalnya dalam sejarah Islam dan hadits peristiwa gerhana direkam dalam riwayat hadits dan tarikh terkait dengan peristiwa meninggalnya putra Rasulullah yang bernama Ibrahim. Dengan mengetahui peristiwa gerhana dapat ditentukan secara pasti tanggal kematian putra beliau dan sekaligus dapat dilakukan koreksi atau konfirmasi terhadap berbagai riwayat yang ada.


Kedua, menguatkan (tarjih). Masih menurut pendapat yang sama, berdasarkan perhitungan dengan Solar Eclipse Explorer (NASA) diketahui bahwa selama periode risalah Nabi di Makkah dan Madinah telah terjadi 8 kali gerhana yang dapat dilihat dari kedua kota tersebut. Empat kali di Makkah dan empat kali di Madinah. Dengan demikian hadits berkaitan dengan peristiwa gerhana pada masa Rasulullah dapat dibenarkan dan dikuatkan berdasarkan sains. 


Ketiga, mengembangkan. Nash sumber hukum Islam mengandung berbagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di dalamnya banyak mengandung informasi yang sesuai dengan semangat keilmuan. Prof Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Quran menjelaskan bahwa Al-Qur’an terdiri atas 6.236 ayat. "Tidak kurang dari 750 ayat membicarakan tentang kealaman atau yang disebut dengan ayat-ayat kauniyyah. Dengan jumlah yang begitu besar, maka berbagai fenomena alam semesta yang disampaikan di dalam Al-Qur’an tidak sebatas diimani secara teologis, namun perlu dikembangkan dengan berbagai ilmu pengetahuan.


Dengan demikian fenomena gerhana matahari sangat kental dengan nuansa teologis di satu sisi, dan di sisi lain nilai-nilai saintifik bisa semakin menjelaskan, menguatkan, dan mengembangkan. Oleh karena itu dalam menyikapi setiap peristiwa alam yang terjadi di sekeliling kita selalu ada di dalamnya kedua nilai tersebut yakni antara teologi dan sains yang saling berhubungan. Keduanya menjadi fondasi utama untuk membangun nalar teologis-saintifik dalam berkehidupan.


Muh. Arif Royyani, Dosen Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang & Pengurus Lajnah Falakiyah PWNU Jateng