Parlemen

Wakil Ketua DPR Sebut Tiga Faktor Menguatnya Diskriminasi

Sab, 6 Februari 2021 | 22:30 WIB

Wakil Ketua DPR Sebut Tiga Faktor Menguatnya Diskriminasi

Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar menilai praktik pluralitas yang berkembang di Indonesia saat ini merupakan konsekuensi dari demokrasi. Dalam sistem domokrasi yang sangat terbuka ini, tidak hanya kelompok inklusif yang berhak bersuara, tetapi mereka yang tertutup, ekslusif pun berhak menampakkan diri. 

 

“Demokrasi ini memang berkonsekuensi semua ekspresi boleh keluar, termasuk orang-orang yang diskriminatif itu juga keluar. Termasuk orang-orang yang punya pandangan-pandangan yang ekslusif, tertutup, akhirnya boleh berekpresi asal tidak menganggu orang lain. Tetapi demokrasi yang seperti bebas  ini kemudian menampakkan kepada kita bahwa berarti masih sangat tinggi ancaman terhadap pluralisme atau masih kuat semangat diskriminasi di kalangan masyarakat kita, terutama elite-elite kita,” kata pria yang biasa disapa Gus Ami saat menjadi pembicaraan dalam acara Kongko Show Imlek yang digelar Rumah Komunitas secara virtual, Sabtu (6/2).

 

Menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, ada tiga faktor yang memunculkan semangat diskriminasi terus tumbuh dan terpelihara. Pertama soal ideologi. Cara berpikir termasuk memahami agama masih sangat tertutup.

 

“Yang kedua politik tentu saja. Eksploitasi politik, kepentingan-kepentingan politik yang bisa menyentuh atau menggunakan sentimen atau ideologi tertutup,” ujarnya.

 

Mengerasnya diskriminasi itu diyakini Gus Ami dimanfaatkan kelompok politik untuk mendapatkan dukungan yang luas. “Menggunakan sentimen (agama/keyakinan) adalah cara paling efektif dan murah,” sambung dia.

 

Faktor ketiga yang menjadi penyebab menguatnya sikap diskriminatif adalah soal kesenjangan ekonomi. Gus Ami melihat kesenjangan kelompok antara kaya dan miskin memudahkan kecemburuan yang pada akhirnya dimanfaatkan elite untuk mengeksploitasi politik dan adu domba.

 

“Tiga faktor ini yang akhir-akhir ini kita rasakan. Semangat diskriminasi menguat ini harus diatasi,” ungkapnya.

 

Gus Ami menegaskan, dia dan partainya secara konsisten akan terus menjadi garda terdepan dalam mengawal dan memastikan jalannya politik kebangsaan.

 

”Kita akan tetap berpegang teguh kepada Pancasila dan tetap di jalan kebhinnekaan,” terangnya.

 

Sejak awal didirikan, lanjut dia, PKB memiliki hal-hal prinsip yang tidak bisa ditawar, yakni Pancasila, kebhinnekaan, kemandirian ekonomi, dan kemanusiaan. Termasuk melindungi hak ekonomi sosial politik warga Tionghoa.

 

”PKB akan berdiri tegak dalam melawan diskriminasi dan kesenjangan. Kita harus selalu bangun persaudaraan karena persaudaraan itu kekuatan untuk Indonesia,” tegas Gus Ami.

 

Hal itu pula yang melandasi mengapa setiap tahun PKB sebagai satu-satunya partai politik yang tidak pernah absen dalam menyambut Imlek. Sebab, perayaan Imlek adalah salah satu wujud penolakan PKB terhadap bentuk diskriminasi.

 

”Karena Gus Dur dan PKB adalah pencetus sejarah Imlek di Indonesia, sebagai upaya mengakhiri diskriminasi yang ada saat itu,” ucap Gus Ami.

 

”Tanpa Gus Dur tidak ada Imlek dan Cap Go Meh dirayakan secara terbuka. Tanpa Gus Dur tidak ada barongsai dan naga turun ke jalan, tidak ada bahasa Mandarin diajarkan di sekolah-sekolah bahkan di pesantren,” sambungnya.

 

Dalam kesempatan menyambut Imlek, dia mengajak semua pihak untuk banyak berbuat baik kepada sesama, kepada bangsa dan negara. Dalam kondisi Covid-19 saat ini, banyak masyarakat yang mendadak sulit hidupnya.

 

”Saya secara pribadi maupun atas nama PKB, mengucapkan selamat menyambut Imlek bagi seluruh saudara saya yang merayakan, doa saya untuk segenap warga Tionghoa yang merayakan,” pungkas Gus Ami.