Risalah Redaksi

Bencana Bertubi-tubi, Ayo Gotong Royong Bantu Korban!

Ahad, 17 Januari 2021 | 11:30 WIB

Bencana Bertubi-tubi, Ayo Gotong Royong Bantu Korban!

Banser saat melakukan aksi kemanusiaan. (Foto ilustrasi: Tim NU Peduli)

Awal tahun 2021 ditandai dengan sejumlah peristiwa yang menimbulkan kedukaan dan kepiluan bagi kita di Indonesia. Bencana alam terjadi di sejumlah daerah. Longsor di Sumedang menimbulkan puluhan korban jiwa akibat tertimbun longsoran tersebut. Banjir bandang melanda Kalimantan Selatan, dan gempa bumi melanda Sulawesi Barat. Gunung Semeru di Jatim pun meletus. Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air menjadi tragedi bagi keluarga yang ditinggalkannya.


Ada banyak yang bisa kita lakukan untuk meringankan korban bencana tersebut. Membantu menyelamatkan korban jiwa atau mencari jasad korban merupakan prioritas utama yang mesti dilakukan. Bantuan logistik sangat diperlukan di daerah-daerah yang tertimpa bencana mengingat kehancuran infrastruktur mengakibatkan para pengungsi dan masyarakat kesulitan dalam mengakses kebutuhan dasar. Selanjutnya, kita dapat menyampaikan empati kepada keluarga, kerabat, atau sahabat dan teman yang terkena bencana tersebut.

 
Dengan saling membantu, beban yang dirasakan menjadi semakin ringan. Jika kebutuhan dasar dapat terpenuhi, maka penderitaan pada korban tidak akan bertambah. Dukungan yang diberikan oleh banyak orang memberikan dampak psikologis yang baik sehingga para korban memiliki kondisi mental yang kuat dalam menghadapi situasi  yang sulit ini.

 
Nahdlatul Ulama melalui LAZISNU, Lembaga Penanganan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) NU, Banser, atau relawan-relawannya telah terjun langsung di berbagai lokasi bencana tersebut. Masyarakat tidak harus memberikan secara langsung bantuannya, apalagi yang posisinya jauh. Tim yang terlibat dalam penanganan bencana di lingkungan NU merupakan orang-orang yang selama ini telah berpengalaman dalam penanganan bencana dan memahami berbagai prosedur yang diperlukan.


Sayangnya, di tengah situasi duka tersebut, masih terdapat orang-orang yang tidak memiliki hati nurani dengan menyebarkan hoaks, seperti  hoaks bayi yang selamat dari jatuhnya pesawat Sriwijaya Air atau unggahan video yang diklaim sebagai detik-detik kejatuhan pesawat tersebut. Terdapat pula postingan candaan terkait dengan tragedi tersebut yang viral di media sosial. Dibutuhkan kepekaan emosi untuk ikut merasakan duka cita yang dialami oleh keluarga korban dengan tidak menjadikannya sebagai lelucon.

 
Jika kita mau berefleksi, sesungguhnya bencana yang terjadi di Indonesia merupakan peristiwa yang sudah kesekian kalinya. Sudah menjadi rutinitas ketika musim hujan, maka banyak terjadi banjir di berbagai daerah. Sementara itu, saat musim kemarau, kabar tentang kekeringan atau kebakaran mendominasi pemberitaan. Gunung meletus, gempa bumi, atau bahkan tsunami sudah berulang kali terjadi di Indonesia.  

 
Ada banyak hal yang di luar kendali kita seperti kapan gunung akan Meletus atau kapan gempa bumi akan terjadi, tetapi kesiapan kita dalam menghadapi kemungkinan bencana tersebut mempengaruhi dampak yang ditimbulkannya. Posisi Indonesia yang ada di cincin api secara alamiah berisiko terjadi banyak bencana alam, namun tampaknya banyak di antara kita yang masih abai.

 
Sebagai contoh, keruntuhan kantor gubernur Sulawesi Barat akibat gempa 6,2 skala richter pada Jumat (15/1) dini hari kemarin menjadi pertanyaan tentang kualitas bangunannya. Ketika masa-masa kritis telah lewat dan kondisi masyarakat telah mulai pulih, pihak berwenang perlu menginvestigasi lebih jauh, apakah spesifikasi bangunan tersebut tidak didesain tahan gempa atau ada upaya manipulasi kualitas oleh kontraktornya. Jika ada korupsi dalam pengerjaan proyek tersebut, perlu ditelusuri lebih jauh supaya perilaku yang sama tidak terulang kembali di masa depan dalam pembangunan gedung-gedung milik pemerintah.

 
Manajemen bencana yang baik akan mampu meminimalisasi jatuhnya korban atau mengurangi penderitaan masyarakat di pengungsian. Pendistribusian bantuan sesuai dengan skala prioritas tempat yang paling membutuhkan sangat penting. Dalam beberapa kasus, bantuan menumpuk di satu tempat sementara tempat lain kekurangan. Keamanan juga faktor yang mesti diperhatikan mengingat dalam situasi seperti itu, rawan terjadi tindakan kejahatan mengingat masyarakat lebih fokus pada penanganan para korban.


Mengutip data dari Aviation Savety Network, terdapat 104 kecelakaan pesawat sipil di Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini, dengan jumlah korban meninggal lebih dari 1.300. Ada banyak persoalan yang menjadi penyebab tragedi tersebut seperti problem keahlian teknis, prosedur, dan persoalan lain yang merupakan cerminan masalah sosial, ekonomi, dan kondisi geografis. Maskapai Indonesia sempat dilarang beroperasi di Amerika dalam rentang 2007-2016. Sementara di Eropa, larangan serupa dikenakan pada 2007-2018. Perbaikan tingkat keselamatan ini menjadi hal yang krusial untuk dilakukan.

 
Di luar upaya-upaya lahiriah untuk mencegah dan meminimalkan risiko bencana, kita perlu mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Manusia telah mencapai taraf perkembangan pengetahuan dan teknologi yang luar biasa, namun ada kekuatan tertinggi yang mengendalikan seluruh jagat raya ini. Hal ini akan membuat kita tersadar akan kapasitas yang kita miliki dan menjadi lebih rendah hati terhadap kemampuan yang telah kita capai selama ini. Ada banyak hikmah di balik bencana, yang jika kita mempelajarinya akan membuat kita menjadi manusia yang lebih baik di masa yang akan datang. (Achmad Mukafi Niam)