Risalah Redaksi

Menyemai Semangat Berwirausaha di Kalangan Aktivis NU

Ahad, 14 Maret 2021 | 05:00 WIB

Menyemai Semangat Berwirausaha di Kalangan Aktivis NU

Kemampuan menentukan segmen pasar, membuat positioning, bentuk promosi, strategi pemilihan produk, dan penetapan harga, termasuk proses bisnisnya, sangat menentukan keberhasilan berbisnis digital.

Ada yang berbeda dari para aktivis di lingkungan NU hari ini dengan para aktivis generasi sebelumnya, yaitu banyak di antaranya yang mencoba berwirausaha dalam berbagai bidang yang memiliki potensi memberi keuntungan. Di gedung PBNU, tempat para aktivis biasanya bertemu, pembicaraan bukan hanya soal agama, politik, atau sosial. Namun juga diselingi obrolan beragam usaha yang sudah ditekuni atau potensial dikembangkan.

 

Faktor yang turut menumbuhsuburkan bersemainya usaha-usaha ini adalah munculnya situs jual beli (marketplace) atau media sosial yang memungkinkan siapa saja dapat berjualan dan menawarkan produk atau jasa. Sejumlah aktivis kemudian mencoba memanfaatkan peluang yang mereka miliki untuk dijual. Sebagai contoh, aktivis yang lekat dengan dunia kitab kuning kemudian menjual kitab-kitab kuning di marketplace dan media sosial. Yang keluarganya terampil membuat makanan enak pun mencoba mempromosikan produknya di internet. Produk-produk khas lokal tempat para aktivis berasal pun termasuk yang dicoba dipasarkan.

 

Kemudahan untuk mengakses atau membuat akun di marketplace membuat siapa pun mampu melakukan hal yang sama. Mengingat siapa pun bisa, maka menjadi tidak mudah untuk bisa sukses. Apalagi para konsumen dengan gampang membandingkan harga satu produk dengan lainnya untuk mendapatkan produk dan harta terbaik. Dengan demikian, tingkat kegagalan bisnis digital sangat tinggi. Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan UKM pada 2020, dari proses pelatihan, pendampingan, sampai inkubasi yang mereka lakukan, tingkat keberhasilan bisnis digital hanya sekitar 4-10 persen.

 

Sebelum terjun, idealnya para calon pengusaha ini melakukan studi kelayakan bisnis untuk mengetahui peluang keberhasilan usahanya. Sayangnya, banyak orang berprinsip yang penting coba dulu tanpa melakukan persiapan yang memadai. Padahal ada sejumlah persiapan dan pengetahuan penting yang perlu dimiliki untuk kesuksesan berwirausaha.

 

Kemampuan menentukan segmen pasar, membuat positioning, bentuk promosi, strategi pemilihan produk, dan penetapan harga, termasuk proses bisnisnya, sangat menentukan keberhasilan berbisnis digital. Hal-hal tersebut harus dipelajari. Untungnya, materi-materi tersebut dapat dipelajari di internet dengan mudah di internet. Banyak sekali situs-situs yang memberi pelajaran secara cuma-cuma atau berbayar untuk memahami aspek bisnis dengan baik. Tinggal bagaimana para pelaku bisnis memanfaatkan sumber daya tak terbatas di internet.

 

Terdapat berbagai motif para aktivis mulai menekuni bisnis. Ada yang untuk memenuhi kebutuhan hidup karena penghasilan berkurang ketika pandemi datang, ada pula yang sekadar iseng-iseng karena melihat peluang yang terbuka atau karena melihat temannya yang sudah sukses dan ia ingin mencoba hal yang sama.

 

Para aktivis umumnya didorong oleh motif untuk membuat perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, atau keagamaan. Yang mereka perjuangkan seperti perbaikan pelaksanaan hak asasi manusia, pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak-hak kelompok minoritas, penyelamatan lingkungan, toleransi beragama, dan sejumlah isu lainnya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi salah satu tempat untuk pengembangan karier mereka. Sebagian akhirnya menjadi konsultan atau terjun ke dunia politik praktis dengan menjadi anggota parlemen atau kepala daerah yang mana mereka berharap dengan posisi-posisi pengambil kebijakan tersebut, perubahan dapat dilakukan.

 

Keberhasilan dalam bisnis diukur dengan seberapa besar keuntungan yang didapatkan sementara di sisi lain, visi para aktivis adalah membuat perubahan. Ini merupakan dua hal yang terlihat berbeda, bahkan bisa saling bertentangan ketika motif mengejar keuntungan dilakukan dengan memanipulasi konsumen atau mengorbankan kepentingan masyarakat. Namun, kedua hal tersebut juga bisa digabungkan.

 

Bisnis umumnya dikelola dengan pendekatan efisiensi dan efektivitas serta mempertimbangkan keberlanjutan usahanya. Gerakan sosial, terutama yang berbasis program yang diselenggarakan oleh LSM dijalankan dengan periode waktu terbatas, bisa kurang dari satu tahun sampai dengan tiga tahunan. Berjalannya program umumnya tergantung pada lembaga donor.

 

Konsep pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan pendekatan bisnis ini kemudian dikenal dengan bisnis sosial. Model ini sukses diterapkan oleh Grameen Bank di Bangladesh yang memberikan pinjaman tanpa jaminan kepada pelaku UMKM perempuan. Jutaan orang berhasil dibantu dengan pendekatan ini yang akhirnya inisiatornya, Muhammad Yunus diberi penghargaan Nobel.

 

Para aktivis yang menekuni bisnis, selain memiliki kemapanan keuangan yang lebih baik jika usahanya berhasil, juga akan memiliki perspektif yang lebih luas terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. LSM yang fokus pada isu tertentu umumnya memiliki perspektif terbatas pada isu yang digelutinya. Dengan perspektif yang lebih luas, maka kemungkinan keberhasilannya dalam membuat perubahan masyarakat menjadi lebih besar.

 

Kegairahan untuk berwirausaha di lingkungan aktivis NU harus terus didorong. Jika selama ini berjalan dengan alamiah, maka hal tersebut perlu dijadikan sebagai program kepada kader-kader muda Nahdlatul Ulama untuk memberi pilihan peluang karier yang lebih luas di masa depannya. Wadah untuk para pengusaha di lingkungan NU juga telah terbentuk seperti Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN), Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI), dan lainnya. Jika terbentuk ekosistem dunia usaha yang baik di lingkungan NU, akan muncul para pengusaha-pengusaha yang nanti berkontribusi terhadap perbaikan perekonomian di lingkungan Nahdlatul Ulama. (Achmad Mukafi Niam)