Warta

NU IPB: Basis Massa Perlu Diimbangi dengan Basis Profesional

Ahad, 7 Oktober 2007 | 08:33 WIB

Bogor, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) memiliki basis massa yang melimpah ruah. NU ditakdirkan memiliki akar rumput yang kuat, yang menyebar di pesantren dan pedesaan. Hal tersebut menunjukkan NU memiliki modal sosial yang besar sebagai prasyarat menjadi Ormas Islam terbesar yang kokoh.

Namun Keberadaan basis massa tersebut yang notabene sebagai basis konvensional NU, akan lebih baik lagi jika diimbangi dengan penguatan basis profesional.<>

Demikian dikatakan Prof Dr Khairil Anwar Notodiputro dalam Dikusi Informal dan Buka Puasa Bersama PBNU dengan para pakar dan akademisi NU di lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlangsung di Rumah Makan Taman Palem, Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Sabtu (6/10) lalu.

“Sebagai kekuatan sosial, basis massa yang dimiliki NU tidak ada yang dapat mengimbangi. Namun dalam hal SDM dan profesionalisme berorganisasi, NU perlu banyak berbenah. Kalau kita dapat mengombinasi basis massa yang melimpah dengan SDM yang handal dan profesionalisme berorganisasi, NU akan menjadi kekuatan dahsyat tak tertandingi,” papar guru besar Statistik yang menamatkan doktor dari Universitas Macquarie Australia.

Komentar senada disampaikan Prof Iding Padlinurjaji. Guru Besar ilmu kehutanan ini mengatakan, NU perlu membenahi diri, untuk mengejar ketertinggalan dari komunitas lain. Penataan pendidikan dan penguatan profesionalisme dalam mengelola institusi NU adalah jawabannya.

Dr Aji Hermawan menambahkan, NU merupakan alternatif solusi bagi kekeringan agama dan gejala sekularsisasi yang menjamur dalam kehidupan kampus. Nilai ajaran dan tata kehidupan yang diajarkan NU, misalnya menjunjung tinggi sikap rendah hati (tawadu’), kebersamaan dan kesederhanaan, sangat baik kalau terus dikembangkan.

“Nilai moderat, kesederhanaan dan keseimbangan yang diajarkan NU sangat cocok sebagai alternatif solusi kekeringan agama yang terjadi di kampus umum. Namun sayangnya lemahnya pengaruh NU di kampus umum, menjadikan paham nilai-nilai aswaja tersebut tidak banyak berkembang,” kata doktor jebolan Universitas Salford, Inggris ini.

Ir Sadar Subagyo mengatakan, untuk memperkuat institusi NU, NU harus lebih konsen dalam menata moralitas Nahdliyin. NU dilahirkan sebagai ormas yang berorientasi keagamaan dan sosial. Karena itu, nilai-nilai yang dianut NU harus menjadi spirit dalam setiap sendi kehidupan masyarakat.

“Kompetensi kita di situ, jadi harus lebih serius di garap. Wilayah lain boleh diperhatikan, hanya saja porsinya jangan mengalahkan apa yang sejak kelahirannya NU telah menjadi cirri khas,” ungkap Sadar.

M Amin menyarankan, agar PBNU mulai memikirkan memperkuat doktrinasi ke-NU-an di sekolah-sekolah dan pesantren milik warga NU. Hal tersebut dimaksudkan, agar anak-anak NU memiliki sense of belonging terhadap NU, sehingga begitu dewasa kelak mereka tidak beralih pada paham aliran lain.

Sementara itu, Ketua PBNU KH Masdar Farid Mas’udi mengatakan, dirinya sepakat PBNU perlu meningkatkan perhatian terhadap penguatan basis dari kalangan profesional semisal akademisi di kampus umum. Ini niscaya dilakukan sebagai prasyarat menjadi ormas Islam terbesar yang kokoh dan modern. Masdar juga menyatakan sepakat bahwa NU sudah saatnya membenahi diri secara profesional dan menguatkan SDM warga Nahdliyin.

Karena itu, pria yang juga menjabat Anggota Komisi Ombudsman Nasional ini, akan mengupayakan inventarisasi potensi NU di kampus umum PTN-BHM seperti di IPB, UI, ITS, UNAIR, UGM dan sejenisnya. IPB adalah kampus pertama yang menjadi agenda road show PBNU.

“Saya banyak mendapat masukan dari rekan-rekan akademisi Nahdliyin di kampus umum. Hal ini harus menjadi perhatian serius PBNU. Ke depan akan diupayakan agenda berkala yang lebih sistematis, agar terbangun interaksi antara PBNU dengan potensi Nahdliyin yang menyebar di berbagai kampus,” tegas Masdar, bertekad.

Selain mengupayakan penguatan pengaruh NU di kampus umum, Masdar kembali menyampaikan pentingnya warga NU menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas Nahdliyin. Sejauh ini masjid merupakan sarana komunikasi umat yang paling efektif. Jika NU mampu menjadikan masjid sebagai pusat dakwah sosial, gerakan NU akan semakin efektif dan dirasakan oleh masyarakat.

“Sebagian besar masjid yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, memiliki ciri khas sebagai masjid Nahdliyin. Kalau kita dapat mengoptimalkan keberadaan masjid ber-merk NU sebagai pusat dakwah, hal tersebut sudah luar biasa,” terang kyai yang juga menjabat sebagai Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) ini.(kmnu-ipb)