Warta PILGUB JATIM

Pengamat: Tidak Semua Warga NU Memilih Cagub NU

Sel, 25 Maret 2008 | 08:18 WIB

Surabaya, NU Online
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Kacung Maridjan, mengingatkan kepada para calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Timur yang merupakan kader Nahdlatul Ulama (NU) agar lebih berhati-hati. Pasalnya, menurut dia, warga NU di Jatim tidak akan serta-merta mendukung cagub dan cawagub dari NU karena telah mengalami perubahan perilaku memilih.

Menurut Kacung, suara warga NU kini tergantung masing-masing figur yang diusung dalam Pemilihan Gubernur Jatim Juli mendatang. “Berangkat dari pengalaman pilkada di Indonesia dan Jatim, figur cagub ini sangat menentukan,” ujar Kacung di Surabaya, Senin (24/3).<>

Pengaruh organisasi NU, misalnya, menurut dia tidak terlalu berarti memengaruhi perilaku memilih. “Artinya, individu-individu sekarang lebih otonom (mandiri) menentukan pilihannya,” tuturnya.

Karenanya, siapa cagub yang bakal mendapatkan sokongan suara terbanyak dari warga NU nanti, menurut dia, tergantung sejauhmana figur-figur tersebut mampu menyakinkan dan memiliki kedekatan kepada pemilih.

Kacung menjelaskan, banyaknya kader NU yang maju dalam pilgub Jatim tentu mengharapkan untuk merebut suara jamaah NU yang menjadi suara mayoritas Jatim. Namun, tidak mudah mencapai hal itu.

“Saya kira, semua calon harus hati-hati dengan ini. Karena perilaku warga NU dulu, tahun 1950-1970-an, suara jamaah dan jamiyah itu tunggal. Waktu itu, NU dan politik jadi satu. Setelah tahun 1984 berbeda, karena NU bukan organisasi politik,” ujarnya.

Diakuinya, dalam pilgub Jatim ini, fragmentasi politik cukup kuat di kalangan warga NU. “Tidak semua pemilih warga NU akan memilih tokoh NU. Karena, yang dilihat variabelnya banyak, seperti pengalaman kepemimpinan, atau kepedulian pada masyarakat,” tandasnya.

Selain itu, peran kiai dalam pilgub juga cukup penting meskipun tidak menentukan. “Kiai sekarang berbeda dengan tahun 1950-1970-an. Saat itu, kiai tunggal, tapi sekarang terfragmentasi. Ada kiai yang ke Karwo, ke Narjo dan Achmady. Sehingga, pilihan kiai bukan kebenaran mutlak,” tandasnya. (sry/sbh)