Cerpen

Tasbih dari Seseorang

Jum, 6 Desember 2019 | 13:15 WIB

Tasbih dari Seseorang

Ilustrasi elevenia.co.id

Oleh Abdullah Alawi
 
Biji-biji tasbih itu berhambur dari jalinan ketika aku meraba biji pertama. Aku langsung mengurungkan wirid selepas sembahyang malamku. Sementara waktu hanya melongo menyaksikan butiran mengkilap itu memantul-mantul, berlomba mencari jalan sendiri, menggelinding menjauhiku. Beberapa butir masuk ke kolong lemari, kolong meja, membentur dinding, berputar sembarang, berpusar-pusar seperti gasing. Mereka berpencar semaunya seperti burung yang sudah lama mengidamkan kebebasan. Ingin pergi sejauh-jaunya dari sangkar dan tak pernah ingin mengingatnya lagi. 

Kuperhatikan sekaliling, butiran mana saja yang paling terjauh. Berapa biji yang keluar di bawah daun pintu, kolong meja, lemari, dan pojok-pojok ruangan. Namun, tiba-tiba pikiranku berkelebat pada wajah seseorang, seseorang yang menghadiahiku benda itu. Ya, seseorang yang telah dimamah rimba entah. 

Seseorang itu menyerahkan kotak hitam dari tasnya sambil menatapku. Tatapan yang itu. Tatapan yang hanya satu-satu di dunia, bola matanya, gerak alisnya, cahaya matanya, dan kerlingnya. 

Sebelumnya aku tak pernah mendapatkan hadiah dari seseorang. Dari siapa pun. Dan entah kenapa sekarang ia menyodorkan sesuatu kepadaku. Hatiku bertanya apakah isinya? Dengan polosnya, hampir saja aku menanyakannya. 

“Jangan dibuka di sini ya,” katanya seperti mencegah keinginan hatiku.  

Duh, suaranya itu lho. Makin melengkapi tatapannya. Tatapan yang tiada duanya di dunia ini.

Tapi kemudian bayangan-bayangan itu cepat-cepat aku hentikan setelah aku tahu beberapa biji tasbih itu telalu jauh meninggalkan teman-temannya. Dia keluar lewat celah di bawah daun pintu yang mengangkang. Aku mengejarnya.

***

Aku tidak tahu alasan kamu kenapa kau memberiku kado tasbih saat ulang tahunku. Seperti sebelumnya kita –lebih tepatnya aku- hampir tidak pernah membicarakan semacam itu. Tapi aku yakin kamu punya maksud-maksud tertentu dengan memilih benda itu. Aku tidak tahu  apakah itu  sesuatu yang disengaja atau memang kebetulan atau memang diberi tahu oleh orang lain. Atau mungkin kamu tahu bahwa aku adalah seorang santri. Sungguh sebuh kado yang mengejutkan. Aku sering dimarahi ibu dan ayah karena sampai sekarang aku belum hafal susunan wiridan yang sering dilafalkan oleh guruku sehabis salat berjamaah. Tasbih itu adalah alat menghitung dalam melafalkan kalimat tasbih, tahlil dan tahmid. 

Tasbih itu hitam legam mengkilap. Dan beraroma parfum yang sering dipakai pemberinya. Aroma yang, aduh ini lagi, yang selalu membuat aku tak berdaya. Jika aku berdekatan dengannya aku sering menghayati parfum itu. 

Aku tidak tahu apakah aku menyenangi aroma itu karena menempel di tubuhmu atau memang parfum itu sendiri. Mungkin kamu juga sengaja menyemprotkan atau membalurkan parfum ke tasbih itu untuk mempertegas bahwa tasbih itu benar-benar dari kamu. Dan tentu saja aku senang dengan kadomu itu. Dan kenapa parfummu abadi di tasbihku sebagaimana kamu dalam bayanganku? 

****

Namun, kamu dimamah rimba entah saat ini. Hanya tasbih itulah yang membuat aku merasa bahwa kamu memang masih ada, bahkan selalu dekat denganmu. Bagaimana tidak, setidaknya lima hari sekali aku memutar-mutar tasbih itu. Biji-bijinya aku raba satu per satu seperti aku merabamu. 

Penulis adalah penikmat sastra