Cerpen

Kebahagiaan Suku Entis

Ahad, 31 Oktober 2021 | 04:00 WIB

Cerita Pendek Bilqis Soraya

Gemericik hujan yang turun subuh ini membuat suasana di Kota Lasem semakin dingin. Bahkan sedingin es batu. Namun, keadaan itu tidak membuat patah semangat Mbok Parsel dan Mang Dadang untuk mengawali aktivitas rutinnya. Namanya, Mbok Parsel. Penjual sekaligus pembuat kacang entis yang terkenal sabar, ulet, dan semangat. Konon, nama Parsel diambil oleh orang tuanya karena mereka suka membuat parsel untuk acara penikahan. Dan yang satunya adalah Mang Dadang. Suami sekaligus rekan bisnis Mbok Parsel. Dadang itu bukan nama asli. Suripto. Itulah nama aslinya. Setelah menikah dan berbaur dengan masyarakat Lasem, namanya berubah menjadi Mang Dadang karena beliau suka adhang atau memasak nasi. 
 

Hari ini persediaan minyak goreng Mbok Parsel habis. Aku sedih sekali karena tidak bisa berenang dalam minyak panas di pagi hari.

 

"He, teman-teman! Hari ini kita tidak bisa berenang pagi dulu," ucapku. 

 

"Mengapa? Bukankah itu adalah olahraga rutin kita setiap hari?" tanya Bagyo, temanku.

 

"Minyak goreng Mbok Parsel habis dan sekarang beliau masih terlelap. Mungkin terlalu lelah gara-gara kemarin membuat banyak stok untuk lebaran," jelasku.

 

"Kan, ada Mang Dadang?" tanya Paryem.

 

"Mang Dadang sedang dirumah Ocit. Mereka sibuk memikirkan daerah yang akan dijadikan tempat distribusinya nanti," jelasku pada teman-teman.

 

"Ya sudahlah, kita ditakdirkan untuk istirahat dulu hari ini. Semoga saja besok kita sudah bisa bermain lagi dengan minyak goreng panas," ucap Bagyo.

 

O, iya. Aku lupa mengenalkan diriku sendiri. Namaku Entisutisno, biasa dipanggil Tisno. Dan mereka yang berbicara denganku bernama Entisubagyo (Bagyo) dan Entisuparyem (Paryem). Pasti kalian bingung kan, mengapa nama awalan kami sama? Apakah kami anak kembar bertiga? Tidak. Kami berasal dari Suku Kacang Entis yang biasanya dibuat camilan lezat oleh-oleh khas Lasem. Makanya, nama kami berawalan ‘entis’ semua.
 

Tok …Tok…

 

"Assalamu’alaikum..."

 

Eh, sudah dulu perkenalan tentang kami. Rupanya ada yang mengetuk pintu kayu Mbok Parsel. Mari kita lihat siapa yang datang.

 

"Wa’alaikumussalam," jawab Mbok Parsel diikuti dengan langkah kakinya menuju daun pintu.
 

Cekrek…

 

"Eh, Aa. Tumben cepat pulangnya?" tanya Mbok Parsel

 

"Iya, Dik. Si Ocit sedang menjemput anaknya di terminal. Jadi diskusinya ditunda," ucap Mang Dadang

 

"O, begitu? Ya sudah Aa duduk saja biar saya buatkan kopi lelet," kata Mbok Parsel.

 

"Dik, ini minyak goreng untuk masak kacang nanti. Tadi di jalan saya teringat minyak goreng kita yang habis. Jadi sekalian saja membeli di Pak RT," jelas Mang Dadang sembari tangannya memberikan minyak goreng kiloan kepada Mbok Parsel.

 

"Nggih, Aa. Matur nuwun," ucap Mbok Parsel diikuti dengan tangannya yang meraih minyak tersebut.
 

 

Mbok Parsel pun berjalan menuju dapur untuk membuat kopi lelet. Selain kacang entis, Lasem juga terkenal dengan kopi hitamnya yang enak. Namanya kopi lelet. Di Kota Lasem ada juga batik dengan beraneka ragam corak, seperti contohnya batik tiga negeri, batik naga, dan sebagainya.

 

"He, teman-teman! Ada kabar baik," seru Bagyo kepada suku etnis yang lain.

 

"Ada apa?"

 

"Apa yo? Ribut sekali."

 

"Bikin kaget saja. Memangnya ada apa?"

 

"Hampir saja jantungku lepas. Ada apa sih?"

 

"Hari ini kita jadi berenang dalam minyak! Mang Dadang tadi membelikan banyak minyak," jelas Bagyo

 

"Yeaaaaaaaay!!"

 

"Akhirnya kita bisa menjadi camilan untuk mulut para manusia," ucapku.

 

"Iya. Dan juga kita bisa promosi Kota Lasem karena ada kacang entisnya. Hehehe," ucap salah satu entis.

 

"Sudah, ayo kita bersiap-siap! Sebentar lagi kita akan dimasak oleh Mbok Parsel," ajak Paryem.
 

Tidak lama kemudian, Mbok Parsel menyiapkan beberapa peralatan untuk menggoreng kacang. Dituangkannya minyak ke dalam wajan yang disusul dengan membaranya api kompor gas. Sebelumnya, kalian mengerti tidak, apa itu kacang entis? Sepertinya asing sekali di telinga, karena memang kacang ini hanya ada di daerah Rembang dan Lasem termasuk dalam derah lingkupan Rembang.
 

Makanan khas Rembang ini terbuat dari kacang tolo. Dulunya kacang ini disebut sebagai 'kacang renyah', karena memang rasanya yang renyah dan gurih. Namun, setelah mengerti pembuat pertama bernama Mak Entes, maka masyarakat Lasem membuat nama sendiri dengan mengatasnamakan Mak Entes.

 

Jadilah nama kacang tersebut dengan ‘kacang entes’. Setelah beberapa tahun kemudian nama itu tenar, ternyata lidah orang Lasem sulit untuk menyebutkan nama tersebut dan salah satu anak kecil tiba-tiba mengatakan "Cang ntis, ntis!" Hal tersebut membuat masyarakat sekitar berpikir bahwa kacang tersebut dinamakan ‘entis’ saja. Dan lahirlah sebutan ‘kacang entis’ sampai sekarang ini.
 

Cara pembuatan kacang entis bisa dibilang cukup mudah. Awalnya kacang tolo dikupas dan dijemur sampai benar-benar kering, lalu setelah itu digoreng sampai warna kecoklatan dan renyah. Setelah itu, dicampur dengan garam, bumbu penyedap dan bawang putih. Dengan cita rasa asin dan gurih dan irisan bawang putih goreng menambah lezatnya kudapan ini. Selanjutnya kacang entis dikemas dengan berbagai macam cara sesuai selera produsen.
 

Setelah selesai pengemasan, kacang entis siap untuk dikirim ke beberapa toko. Dalam bagian distribusi, Mang Dadang dan Ocit sebagai pelakunya. mereka mengantarkan barangnya menggunakan motor sederhana yang suaranya merdu bak batuk berdahak.
 

Dua hari setelah pendistribusian, Mbok Parsel dan Mang Dadang tampak sedih. Mereka mendapat kabar bahwa sekarang kacangnya tidak selaku dulu. Pasalnya ada penjual lain yang lebih menarik perhatian pelanggan. Lebih renyah dan kriuk, katanya. Aku dan teman-teman pun ikutan sedih karena Mbok Parsel sudah kami anggap seperti ibu sendiri. Kesedihan Mbok Prasel dan Mang Dadang adalah kesedihan suku entis juga. Akhirnya kami dibawa pulang kembali oleh Mang Dadang karena belum ada satu pun pelanggan yang tertarik kepada kami.

 

"Huhuhu, sedih sekali. Kita sudah tidak laku seperti dulu lagi," rengekku

 

"Iya, bagaimana ini? Kasihan Mbok Parsel dan Mang Dadang yang sudah repot-repot mengolah kita," ucap Bagyo

 

"Bagaimana ya?"

 

"Emm."

 

"Hm. Seandainya aku bisa berbicara dengan manusia, pasti akan kukeluarkan kata-kata ketenangan untuk Mbok Parsel" ucapku.

 

"Aku pun jika aku bisa berwujud manusia, pasti akan kupeluk Mbok Parsel dan Mang Dadang agar hati mereka sedikit lebih tenang," ucap Paryem.
 

Namun belum lama kami mengobrol, tiba-tiba Mang Dadang datang ke arah kami dengan menaburkan sesuatu yang lembut, namun berasa.

 

"Apa ini? Seperti debu dan aku ingin sekali bersin," kataku.

 

"Tisno! Lihatlah! Badanmu sekarang menjadi seperti jeruk warnanya. Hahaha," ucap Bagyo dengan tawanya yang keras seperti suara katak.

 

"Uhuk..Uhuk. Apa ini? Butiran halus itu mengenai mataku," ucap Paryem.

 

"Haha! Paryem bercerminlah! Sekarang badanmu berwarna kuning seperti feses," ucapku sambil terpingkal-pingkal.
 

Tak lama kemudian, badan Bagyo pun berubah menjadi warna hijau lumut. Seperti Hulk! itu lho, Hulk Si Superhero gendut tapi kekuatannya luar biasa. Tahu tidak, mengapa kami berubah warna seperti ini? Apakah kami dikutuk karena dosa-dosa kami? Atau karena kami tidak laku? Iya! Betul!
 

Mang Dadang mengubah rasa kami menjadi beraneka ragam. Dari rasa original menjadi jagung,balado, dan rumput laut. Bisa terbayang tidak, kacang entis dijual dengan dengan beraneka rasa? Menarik, bukan?
 

Kami pikir Mbok Parsel telah lelah berjuang untuk suku entis. Tapi ternyata tidak. Justru Mbok Parsel hadir dengan segala kecerdasannya dalam menyelesaikan masalah dan Mang Dadang dengan sejuta ide kreatifnya.
 

Kini, kacang entis produksi Mbok Parsel dan Mang Dadang hadir dengan berbagai rasa. Dalam hitungan hari, produksi mereka telah melesat dengan ramainya pelanggan. Salah satu tempat distribusinya adalah Toko Snack Jaya milik Pondok Pesantren Kauman Lasem. Hati suku entis pun menjadi senang dan berharap cerita ini akan menjadi motivasi bagi para produsen kacang entis Lasem. Satu motivasi yang selalu diingat oleh Mbok Parsel:

 

"Jika tujuanmu belum tercapai, maka ubahlah caramu mencapai tujuan itu. jangan sampai kamu mengubah ke tujuan yang lain." –Gus Miftah

 

Bilqis Soraya, santri Pondok Pesantren Kauman Lasem