Daerah

Mengenal Tradisi Cahe, Dilakukan Masyarakat Madura saat Musim Hujan dan Panen

Sen, 12 September 2022 | 08:00 WIB

Mengenal Tradisi Cahe, Dilakukan Masyarakat Madura saat Musim Hujan dan Panen

Suasana tradisi cahe di Langsar, Saronggi. (Foto: NU Online/Firdausi)

Sumenep, NU Online 
Banyak sekali tradisi Islam Nusantara yang tersebar di pelosok pedesaan. Salah satunya ritual Cahe atau Ritus Bumi (sedekah bumi) yang dilakukan oleh masyarakat Madura Desa Langsar, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur di Gua Mandalia.


Diketahui, gua tersebut masih aktif. Artinya stalaktit dan stalagmit aktif hingga membentuk pilar, gourdam, gorden, dan beberapa ornamen lainnya.


Tradisi yang dilakukan dua kali dalam setahun, tepatnya saat awal musim hujan (musim tanam) dan akhir musim penghujan (musim panen), sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki yang diberikan oleh Allah.


Muammar, warga setempat menyatakan, ia tidak mengetahui kapan ritual tersebut menjadi tradisi di masyarakat Langsar. Namun, jika ditarik dalam perspektif sejarah, mayoritas tradisi Islam di Saronggi tidak jauh beda dengan tradisi Jawa yang sejak dulu dilakukan secara turun temurun.


Diterangkannya, sebelum ke Gua Mandalia, masyarakat sowan ke ketua adat guna mendapat arahan agar ritual itu berjalan sesuai tradisi yang ada. Setelah itu, masyarakat berduyun-duyun membawa hasil bumi yang siap saji ke lokasi ritual. Hasil bumi itu berupa kopi, nasi putih, lauk pauk, tujuh bungkus jajanan pasar, serta air bunga tujuh rupa yang disertai tujuh buah kelapa muda.


Salah satu keunikan dalam ritual Cahe, terdapat makanan yang dibungkus dalam sebuah daun lontar yang diberi bendera merah putih. Ada pula hasil bumi yang dibungkus dalam sebuah nampan.


Seluruh hasil bumi dipanggul oleh ibu-ibu dan dibawa ke gua. Sesampainya di sana, makanan itu diletakkan ke dalam gua. Kemudian tokoh adat bertawasul, memimpin tahlil dan memanjatkan doa agar diberikan rezeki yang halal dan berkah.


"Masyarakat meyakini bahwa gua tersebut merupakan pertapaan sesepuh desa. Konon, gua itu dijadikan jalan pintas para wali terdahulu untuk menuju ke Gunung Keramat di Situbondo," ungkap Muamar saat dikonfirmasi NU Online, Senin (12/9/2022).


Setelah berdoa, lanjutnya, tokoh adat memercikkan air itu ke setiap sudut gua, termasuk ke dalam gua yang gelap dan sempit serta dipercikkan di bibir gua yang dikelilingi masyarakat setempat.


"Kelapa muda yang sudah didoakan oleh tokoh adat dibawa keluar. Kemudian diterima oleh warga yang berpakaian adat sambil berdoa agar hajatnya dikabulkan oleh Allah," tuturnya.


Sambil menunggu proses Cahe, pria yang memegang kelapa muda yang dihiasi bunga, menari sambil diiringi musik tradisional.


"Perlu diketahui, tidak semua pengunjung berasal dari desa Langsar. Ada juga yang berasal dari Situbondo, Banyuwangi dan Jember. Mereka hadir, tidak lain berharap keberkahan, keselamatan dunia akhirat," pungkasnya 


Kontributor: Firdausi
Editor: Syamsul Arifin