Daerah

Mengintip Usaha Jamur Merang Limbah Sawit Warga NU di Pringsewu

Rab, 3 Juni 2020 | 15:30 WIB

Mengintip Usaha Jamur Merang Limbah Sawit Warga NU di Pringsewu

Pengurus LPNU Pringsewu saat mengunjungi lokasi budi daya Jamur Merang Limbah Sawit di Keputran, Rabu (3/6). (Foto: NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Di tengah pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum mereda, berbagai usaha dilakukan warga NU untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Salah satu usaha yang patut dicontoh adalah usaha budi daya jamur merang dengan memanfaatkan limbah sawit.


Seperti yang dilakukan Irsadul Ibad, pengurus NU yang juga seorang guru di Desa Keputran Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu, Lampung. Ia menekuni usaha ini sejak Covid-19 mewabah. Ia mengakui, situasi pandemi ini menjadikan waktu berada di rumah lebih banyak, sehingga ia berinisiatif untuk menambah penghasilan dari usaha ini.


"Prosesnya memanfaatkan Tankos (Tandan Kosong) buah sawit sebagai media semai jamur merang," kata pria yang juga Ketua Majelis Wakil Cabang NU Kecamatan Sukoharjo ini kepada NU Online, Rabu (3/6).


Proses awal dimulai dari pembuatan kumbung atau gubuk untuk tempat tankos yang sudah difermentasi. Kumbung ini menggunakan bahan bambu yang di dalamnya dibuat semacam rak-rak untuk media tumbuh jamur. Untuk menjaga kelembaban udara dan menghindari cahaya matahari, dinding kumbung ditutup menggunakan plastik hitam.


Selanjutnya, disiapkan media tanam jamur berupa tankos yang sebelumnya diproses dengan cara direndam. Setelah direndam dan tankos sudah terlihat membusuk, dilakukan pengomposan yakni memberi nutrisi dan menetralisir media sebelum difermentasi.


"Bahan utama yang dibutuhkan untuk fermentasi diantaranya katul sebagai nutrisi. Fermentasi dilakukan selama lebih kurang 8 hari sambil membalik media dan menambahkan air kalau tankos kering," jelas Irsad.


Setelah itu, media tanam pun siap ditata dalam rak-rak yang ada dalam kumbung. Proses ini dilanjutkan dengan pemberian uap atau pengopenan sehingga suhu dalam ruangan berkisar 60-70 derajat celcius. Proses penguapan ini menggunakan drum yang diisi air dan dipanaskan menggunakan tungku kayu.


"Saatnya menyemai bibit jamur dengan merata. Pada hari keempat penyemaian, akan mulai tumbuh spora dan hari kedelapan benih-benih jamur mulai muncul. Dan 4 hari kedepannya sudah siap dipanen," katanya.


"Alhamdulillah panen perdana, saya mendapatkan 2,5 kwintal. Perkilonya saat ini berkisar 20 ribu rupiah," tambahnya.


Untuk pemasarannya, Irsad tidak mengalami kesulitan karena sudah ada pembeli khusus yang menampung panenannya dan dipasarkan di luar Lampung seperti ke Jakarta. Dari usahanya ini, Irsad mengaku mendapatkan keuntungan seratus persen lebih dari modal yang dikeluarkannya.


"Kalau pas bagus tumbuhnya, panen bisa berkali-kali dan keuntungan bisa berlipat-lipat," ungkapnya.


Untuk media tankos yang sudah tidak maksimal menumbuhkan jamur, akan dijadikan pupuk yang bisa menyuburkan lahan perkebunan seperti perkebunan coklat dan kopi.


Melihat potensi ini, Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Kabupaten Pringsewu juga tengah mengkaji usaha ini untuk dikembangkan dan ditularkan pada warga NU lainnya di Kabupaten Pringsewu.

 

Saat melakukan kunjungan ke lokasi budi daya, Rabu (3/6) salah satu pengurus LPNU Pringsewu Rasino menilai usaha ini cukup prospektif dikembangkan sebagai alternatif penghasilan tambahan warga NU.


"Di masa kondisi ekonomi yang semakin melemah, warga NU perlu mencari solusi pendapatan untuk memperkuat ekonomi keluarga. Budi daya ini bisa menjadi alternatif. LPNU sedang melakukan pengkajian, mudah-mudahan bisa dikembangkan bagi warga NU," harapnya.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aryudi AR