Daerah

Prepegan, Tradisi Masyarakat Menjelang Lebaran

Kam, 20 April 2023 | 09:00 WIB

Prepegan, Tradisi Masyarakat Menjelang Lebaran

Suasana prepegan di Pasar Pon Jejeg, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. (Foto: NU Online/Malik)

Tegal, NU Online

Indonesia merupakan negara yang kaya akan adat dan budaya, setiap daerah memiliki keunikan tradisinya masing-masing. Menjelang lebaran, ada beberapa tradisi unik di daerah Indonesia, salah satunya adalah tradisi prepegan.


Bagi masyarakat Tegal, Brebes, dan sekitarnya, istilah prepegan tidaklah asing, yaitu mengacu pada pergi ke pasar untuk berbelanja pada hari terakhir Ramadhan guna memenuhi kebutuhan lebaran.


Prepegan sendiri ada dua macam, yaitu prepegan cilik dan prepegan gede. Prepegan cilik dilakukan dua hari sebelum lebaran dengan berbelanja kebutuhan pangan, sedangkan prepegan gede dilakukan satu hari sebelum lebaran dengan berbelanja kebutuhan sandang.


Salah seorang tokoh asal Tegal Luthfil Hakim mengatakan bahwa nyaris tidak ada literatur otoritatif-komprehensif yang membahas tentang sejarah prepegan, baik itu awal mulanya, maupun definisinya.


"Sepanjang pembacaan saya, nyaris tidak ada literatur otoritatif-komprehensif yang membedah sejarah awal mula dilaksanakannya prepegan, baik itu etimologi (asal-usul kata), maupun terminologi (peristilahan)," ujarnya saat dihubungi oleh NU Online, Kamis (20/4/2024).


Namun, menurut Luthfil jika menggunakan metode akronimisasi sosio-linguistik-khaliq, yaitu stilistika bahasa suatu daerah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta ala Sunan Kalijaga. Maka prepegan bisa jadi berasal dari kalimat fitrah ala badan wa bathinan.


"Sama seperti halnya penggunaan kata janur yang merupakan hasil akronimisasi dari kalimat jaa nurillah. Maka bisa jadi prepegan berasal dari kata fitoh ala badan wa bathinan, yang berarti suci secara lahir dan batin," jelas alumnus Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubtadiin Danawarih Tegal dan Pondok Pesantren Misbahul Huda Al-Amiriyah Kambangan Tegal itu.


Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa dengan pendekatan sosio-linguistik-khaliq pula, bisa jadi prepegan sudah ada sejak abad ke-15 M atau pada era Kesultanan Demak (1481-1554 M). Lebih tepatnya ketika kesultanan pertama di Tanah Jawa tersebut dipimpin oleh Raden Patah yang wafat pada tahun 1518 M, di mana ia merupakan sultan pertama Kesultanan Demak.


"Dakwah Sunan Kalijaga dengan akronimisasi sosio-linguistik-khaliq-nya, pada saat itu mulai mendapatkan perhatian masyarakat Jawa yang kala itu masih banyak beragama Hindu, Budha. Misalnya pacul, itu kan akronim dari papat aja ucul. Lalu jawoh yang merupakan akronim dari jaa Rahmatullah."


"Maka proses penyucian badan yang dilakukan oleh masyarakat Tegal dan sekitarnya diwujudkan dengan tradisi prepegan itu tadi yaitu dengan berburu aneka kebutuhan sandang untuk digunakan di Hari Raya Idul Fitri," pungkasnya.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman

Editor: Fathoni Ahmad