Jateng

Kader Bangsa Didikan Pesantren Punya Keunggulan dalam Mentalitas dan Karakter

Rab, 15 Februari 2023 | 15:00 WIB

Kader Bangsa Didikan Pesantren Punya Keunggulan dalam Mentalitas dan Karakter

Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abshar Abdalla (Foto: Dok panitia )

Demak, NU Online
Dukungan dan peran serta kesungguhan para kiai bersama lembaga pendidikan pesantren yang tiada henti mereproduksi ulama dan kader bangsa untuk berkhidmah terhadap ilmu, menjadikan Nahdlatul Ulama (NU) mampu memasuki era 100 tahun kedua.


Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU KH Ulil Abshor Abdalla mengatakan, kader bangsa yang diproduk para kiai NU di pesantren itu memiliki keunggulan dalam mentalitas diri dan karakter.


"Para kiai benar-benar berkhidmah terhadap ilmu, tidak mengharapkan gaji atau pendapatan," kata Kiai Ulil saat menyampaikan mauidzah hasanah dalam acara haul ke-83 almarhum KH Ahmad Yasir, almarhum KH Makshum Mahfudli (ke-18) dan KH Abdullah Rofai (ke-19) serta masyayikh Pesantren Fathul Huda di Sidorejo, Sayung, Kabupaten Demak, Selasa (14/2/2023).


Menurutnya, selain konsisten dalam berkhidmah kepada ilmu para kiai zaman dulu menjalankan laku tirakat melalui berbagai cara seperti Kiai Makshum yang berpuasa sepanjang hidup dan berkhidmah mengasuh santri tiada henti.


"Tentu hal demikian juga dilakukan oleh para kiai lain dengan caranya sendiri pada zaman dulu seperti kiai Dimyati Tremas Pacitan, Kiai Muslih Mranggen Demak, Kiai Basir Bareng Kudus, Kiai Zubair Sarang Rembang, dan masih banyak lagi," terang menantu Gus Mus ini.


Disampaikan, beberapa hari lalu ada media nasional merilis berita tentang ketidakobyektifan sebagian orang yang menyandang gelar akademik sarjana untuk meraih status guru besar dengan memanfaatkan jasa perjokian.


Karena keterbatasan kemampuan ujarnya, maka untuk meraih gelar profesor mereka memanfaatkan jasa joki. Hal ini ditempuh untuk mengejar peningkatan gaji, status sosial naik, dan sehari-hari panggilan namanya diawali dengan sebutan profesor.


"Laku tidak obyektif ini tidak dikenal di pesantren, karena konsentrasi khidmah kiai pesantren fokus pada pengembangan ilmu dan mengasuh santri, sama sekali tidak berfikir tentang tunjangan, gaji, status sosial, dan sebagainya," terangnya.


Panitia haul masyayikh Pesantren Fathul Huda Taslim Arief menjelaskan, sebelum mauidlah hasanah dilakukan pembacaan tahlil yang dipimpin Rais Idaroh Syu'biyah Jamiyah Ahlit Thariqah Al-Muktabarah An-Nahdliyah (Jatman) Kabupaten Demak KH Yasin Masyhadi.


"Selanjutnya manaqib almarhum romo Kiai Makshum dibacakan Mustasyar PCNU Demak KH Muhammad Asyiq," pungkasnya.


Pengirim: M Nur Ihsan