Nasional

Anita Wahid Angkat Bicara soal Isu Talibanisme di KPK

Rab, 9 Juni 2021 | 01:45 WIB

Anita Wahid Angkat Bicara soal Isu Talibanisme di KPK

Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Wahid saat menyambangi gedung KPK. (Foto: fin.co.id)

Jakarta, NU Online

Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Wahid angkat suara dengan mempertanyakan untuk siapa kepentingan revisi UU KPK dilakukan. Sebab, masalah yang sebenarnya adalah mengenai pelemahan pemberantasan korupsi bukan persoalan radikalisme dalam bentuk narasi talibanisme.


"Yang kita lawan sekarang adalah mengenai pelemahan gerakan korupsinya, mengenai pelemahan pemberantasan korupsinya. Udah nggak ada lagi mengenai radikalisme," kata Anita dalam tayangan bertajuk Narasi Talibanisme di KPK, Selasa (8/6).


Menurutnya, isu Taliban yang terjadi di tubuh KPK sengaja dibuat dan diembuskan secara luas, agar kelompok yang mendukung KPK terganggu oleh isu polarisasi yang bermuara pada isu radikalisme dan anti-radikalisme. Sehingga dampaknya kelompok yang semula mendukung KPK melawan radikalisme menjadi enggan karena termakan isu tersebut.


"Isu-isu tersebut sengaja dibuat oleh orang-orang yang menghendaki pelemahan KPK. Agar dukungan masyarakat terhadap lembaga anti-korupsi ini melemah," tutur Anggota Koalisi Perempuan Antikorupsi ini.


Strategi yang digunakan untuk mengamplifikasi adalah dengan mempropaganda di media digital sekaligus memanfaatkan polarisasi dalam masyarakat agar publik yang terjebak ikut mendorong amplifikasi narasi dan serangan. 


"Pemanfaatan polarisasi hal yang paling sering digunakan di ranah digital," terang Anita. 


Anita berujar sebetulnya upaya pelemahan KPK sudah lama terjadi, seperti saat kasus cicak versus buaya. Hanya saja, jika dulu merupakan serangan dari luar sekarang bertambah dengan penggerogotan di internal KPK salah satunya lewat polarisasi. 


"Jadi isu Talibanisme itu muncul ketika narasi bahwa radikalisme itu berbahaya sudah dijejalkan. Kemudian ditambahkan narasi baru yaitu ada radikalisme di tubuh KPK, akhirnya itu yang diterima," ujarnya. 


Masalah selanjutnya terus muncul, mulai dari revisi UU KPK, hingga alih status pegawai menjadi ASN. Terlebih, ada aspek uji TWK yang diragukan validitas dan reliabilitasnya karena konstruksinya dinilai tidak jelas dan tidak sesuai kaidah baik ilmiah dan psikometrik.


"Diberhentikannya 51 orang pegawai KPK ini semakin membuat jadi terang benderang bahwa tujuan utamanya adalah menyingkirkan orang-orang yang dianggap dapat menjadi penghalang Pimpinan KPK beserta entah siapa pun yang ada di belakangnya," tandas Anita. 


Kontributor: Syifa Arrahmah 

Editor: Fathoni Ahmad