Nasional

TWK Bermasalah, SAS Institute: Kegagalan Negara Tegakkan Hukum

Ahad, 9 Mei 2021 | 08:30 WIB

TWK Bermasalah, SAS Institute: Kegagalan Negara Tegakkan Hukum

Direktur SAS Institute, Imdadun Rahmat. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Said Aqil Siroj (SAS) Institute melihat bahwa alih status pegawai KPK merupakan pelaksanaan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 yang mensyaratkan pegawai KPK adalah ASN.

 

"Maka merupakan proses yang wajar apabila KPK bekerjasama dengan BKN untuk menjalankan seleksi berdasarkan metode tertentu, pentahapan, parameter, dan instrumen penilaian yang lazim diterapkan," kata Imdadun Rahmat, Direktur SAS Institute, pada Sabtu (8/5).

 

Namun, SAS Institute berharap agar seleksi dijalankan dengan benar dan bisa menghasilkan ASN yang profesional, berintegritas, dan beridealisme tinggi untuk pemberantasan korupsi semata-mata demi kepentingan bangsa, bukan kepentingan kelompok atau individu. 

 

SAS Institute berpendapat bahwa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sangatlah penting dalam proses rekrutmen aparatur negara, tak terkecuali penerapan TWK dalam seleksi pegawai KPK. Seluruh calon ASN, calon anggota TNI, calon anggota Polri, maupun pegawai BUMN seharusnya lulus TWK. Hal ini mengingat komitmen kebangsaan adalah faktor penting dalam menjalankan peran sebagai 'abdi negara'.

 

Namun, jika wawasan kebangsaan aparatur negara lemah apalagi bermasalah, maka yang bersangkutan akan menjadi sebab kegagalan peran dan fungsi negara dalam menegakkan hukum, melindungi, melayani dan mensejahterakan seluruh bangsa tanpa diskriminasi.

 

"Bahkan akan menjadi 'duri dalam daging' yang merongrong kepentingan negara dari dalam. Lebih-lebih lembaga sepenting KPK yang memiliki tugas dan kewenangan yang luas dan strategis," terang Imdad.

 

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menegaskan bahwa semua elemen KPK diharuskan berdiri tegak lurus demi kepentingan bangsa, independen, adil, dan non-partisan. Catatan publik terhadap KPK bahwa ada sinyalemen tebang pilih, ada kepentingan dan interest individu 'yang bermain', maupun adanya kecenderungan partisan 'kelompok dominan' atau “pegawai senior' di KPK, ia harapkan teratasi dengan upaya ini.

 

"Publik juga mengharapkan KPK bebas dari anasir-anasir  paham yang menyimpang atau bahkan bertentangan dengan prinsip-prinsip kebangsaan dan ke-Indonesiaan kita," katanya.

 

Oleh karena itu, SAS Institute mendorong kementerian dan lembaga-lembaga negara yang lain untuk melakukan TWK bagi pegawainya sebagai data base upaya pembinaan internal dan penguatan komitmen kebangsaan bagi pegawai masing-masing. Hal ini penting untuk memberi contoh dan teladan bagi organisasi masyarakat dan civil society yang seringkali diimbau oleh pemerintah untuk melaksanakan pendidikan dan pembinaan wawasan kebangsaan.

 

"Sangat janggal jika pemerintah menuntut warga negara biasa memperkuat wawasan kebangsaannya sedangkan aparatur pemerintahnya sendiri (yang menurut berbagai penelitian banyak yang berpandangan yang bertentangan dengan asas-asas kebangsaan) dibiarkan tidak disentuh," pungkasnya.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan