Nasional

Bukan Demokrasi, Omnibus Law Diberlakukan di Negara Otoriter

Rab, 11 Maret 2020 | 16:00 WIB

Bukan Demokrasi, Omnibus Law Diberlakukan di Negara Otoriter

Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Prof Dr Andi Faisal Bakti, MA saat menyampaikan sambutan di Kegiatan Diskusi Publik mahasiswa FITK UIN Jakarta di Aula SC Kampus 1, di Ciputat Tangerang Selatan, Rabu (11/3). (Foto: Abdul Rahman Ahdori)

Tangerang Selatan, NU Online
Pakar Komunikasi yang juga Wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Profesor Andi Faisal Bakti menilai Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja biasanya berlaku di negara-negara maju yang sistem kepemimpinannya cenderung otoriter.
 
Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem demokrasi. Karena itu isi UU tersebut harus melalui saran, aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
 
Dia pun menjelaskan, UU sapu jagat yang diajukan pemerintah kepada DPR ingin mengatur secara pintas bagaimana agar investasi di Indonesia bisa tercapai. Terutama,  kata dia, investasi asing. 
 
"Kalau kita mau lihat UU ini ya ke negara-negara maju. Itu kan sudah ada sejak lama, ketika itu pemerintahnya masih otoriter, UU ini mau mengatur secara pintas terutama dalam hal ini investasi asing agar tidak bersinggungan dengan aturan keagrariaan aturan manufaktur," kata mantan Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta dua periode ini kepada NU Online, Rabu (11/3).

Ia pun meminta kepada pemerintah untuk bersikap demokratis, dengan menyerap keinginan masyarakat secara penuh. Jangan sampai terjadi kerusuhan yang berdampak buruk kepada suasana kebangsaan kita seperti saat penunjukan Dewas KPK yang diwarnai demo besar-besaran. Bagia dia, demokrasi adalah mendengarkan pendapat orang lain tidak membuat sendiri kemudian mengesahkan sepihak. 
 
"Kalau saya harapannya, bahwa kita harus demokrasi, bahwa masyarakat demokrasi itu lah yang harus diutamakan. Sebaiknya ada referendum dulu minta pandangan melalui koran (media massa)," ucapnya. 

Alumnus Universitas McGill Canada ini lantas mendukung sikap mahasiswa yang terus mendalami bagaimana dampak yang akan diterima masyarakat jika UU ini diberlakukan. Mahasiswa kata dia harus mau ikut terlibat menelaah dan menganalisis setiap kebijakan yang dinilai bertentangan dengan nilai demokrasi. 
 
Seperti diketahui, pemerintah saat ini sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Undang-undang sapu jagat itu diharapkan mampu memacu perekonomian Indonesia.
 
Namun, sejumlah pihak memandang RUU tersebut berpotensi banyak melanggar hukum, karena pemerintah dianggap membabat banyak UU seenaknya.
 
Selain itu dalam UU tersebut presiden bisa merubah UU melalui peraturan pemerintah. Masalah ini pun dianggap berbahaya karena akan banyak mengakomodir kepentingan golongan tertentu dan akan berdampak buruk kepada masyarakat.

Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan