Nasional

Haul Ke-14 Gus Dur di Ciganjur Digelar 16 Desember, Bahas soal Budaya Etika Demokrasi 

Rab, 29 November 2023 | 11:30 WIB

Haul Ke-14 Gus Dur di Ciganjur Digelar 16 Desember, Bahas soal Budaya Etika Demokrasi 

Logo dan tema Haul Ke-14 Gus Dur. (Foto: dok panitia)

Jakarta, NU Online

Keluarga Presiden Ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) akan menggelar peringatan Haul ke-14 Gus Dur di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada 16 Desember 2023 mendatang. Pada haul tahun ini, tema yang diangkat dan dibahas adalah Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur. 


Ketua Panitia Pelaksana Haul Ke-14 Gus Dur di Ciganjur, Inaya Wulandari Wahid mengatakan bahwa tema yang diangkat itu berkaitan dengan kondisi demokrasi di tanah air akhir-akhir ini, terutama saat menjelang perhelatan pemilihan umum (pemilu) 2024. 


"Kami merasa kondisi demokrasi terutama menjelang pemilu kayak balapan liar, ugal ugalan. Ini bukan sesuatu yang baik untuk Indonesia. Kita ingin membawa lagi demokrasinya Gus Dur ini seperti apa," kata Inaya kepada NU Online, Ahad (26/11/2023).


Ia menyebut, pemilu 2024 ini 52 persen di antaranya merupakan pemilih muda. Menurut Inaya, anak-anak muda yang paham sosok Gus Dur belum tentu tahu demokrasi yang dibawa Gus Dur karena jarak mereka cukup jauh dengan era kepemimpinan Presiden Gus Dur. 


"Teman-teman muda yang mau memilih gap-nya jauh dari Gus Dur. Tentu mereka tak tahu bagaimana demokrasi yang dibawa oleh Gus Dur, bentuknya seperti apa. Kita ingin mengenalkan kembali sekaligus mem-propose itu sebagai etika demokrasi," papar putri bungsu Gus Dur ini.


Demokrasi ala Gus Dur

Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menjelaskan bahwa bagi Gus Dur, demokrasi bukan sekadar alat untuk memperoleh kekuasaan tetapi justru menjadi ruang untuk memperjuangkan kemaslahatan bangsa.


Gus Dur dalam banyak kesempatan selalu mengutip satu kaidah yang sangat terkenal di kalangan pesantren. Kaidah Itu berbunyi: tasharruful imam ala ra’iyah manutun bil maslahah.


“Artinya, kebijaksanaan dan keputusan setiap pemimpin seharusnya adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk memproduksi kekuasaan, bukan untuk memusatkan kekuasaan, bukan untuk mengambil sumber daya Indonesia untuk kepentingannya, keluarganya, dan kelompoknya,” terang putri sulung Gus Dur ini. 


Ketua PBNU itu menerangkan demokrasi diperjuangkan oleh Gus Dur saat konsep ‘demokrasi’ masih asing di Indonesia. Gus Dur kemudian mengajak rakyat Indonesia untuk bergerak bersama, lalu menekankan pentingnya setia pada nilai-nilai dasar demokrasi tanpa memandang konsekuensinya.


Ia menjelaskan peran Gus Dur dalam memperjuangkan keadilan bagi rakyat Papua. Saat menjabat sebagai Presiden RI, Gus Dur berperan menjaga keberlanjutan Papua sebagai bagian integral dari Indonesia dengan mendengarkan dan memahami kebutuhan setiap daerah tanpa mengorbankan persatuan bangsa. 


Gus Dur juga berkontribusi terhadap kebebasan bagi masyarakat Tionghoa. Gus Dur mencabut aturan yang menghambat masyarakat Tionghoa untuk merayakan hari raya keagamannya. Hal itu dilakukan karena Gus Dur berkeyakinan bahwa demokrasi harus berlandaskan kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara tanpa memandang latar belakang apa pun.


“Mudah bagi pemimpin untuk mengambil keputusan kalau dia bersandar pada kemaslahatan rakyat sebagai ujungnya. Makanya ketika beliau (Gus Dur) kalah dalam kontestasi politik dan harus meninggalkan istana, bagi beliau mudah sekali, beliau menyampaikan bahwa tidak ada satu jabatan pun yang layak dipertahankan dengan darah rakyat,” terangnya.