Nasional

Kiai Marsudi: Santri Wajib Pintar Baca Perubahan Zaman

Ahad, 15 November 2020 | 16:00 WIB

Kiai Marsudi: Santri Wajib Pintar Baca Perubahan Zaman

Ilustrasi santri milenial. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Keberadaan santri di zaman modern ini, baik yang sedang menuntut ilmu di dalam negeri maupun di luar negeri memiliki tantangan tersendiri. Mereka dituntut untuk mampu mengemas ilmu agama sesuai dengan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Intinya, santri wajib pintar membaca perubahan zaman.


Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud saat didaulat menjadi narasumber dialog daring inspiratif Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Yaman dalam peringatan Hari Santri Nasional bertema ‘Diaspora Santri: Peran dan Tantangan’, Sabtu (15/11).

 
Kiai Marsudi mengingatkan kepada para audiens bahwa perubahan zaman yang begitu cepat dan keras ini mendorong santri untuk berani tampil di ruang publik. “Santri harus bisa menempatkan tawadlu' dan tidak mau. Kerena keduanya memiliki perbedaan yang sangat tipis,” ungkapnya.


Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa sudah banyak sekali masjid-masjid yang tersebar di pelbagai daerah yang tidak lagi berideologi Ahlussunnah wal Jamaah. Kebiasaan Maulid Nabi, Yasinan, Tahlilan, dan Manaqiban telah hilang. 



“Hal ini sangat disayangkan jika para santri tidak menempatkan istilah tawadlu' tersebut dalam mengamalkan ilmunya,” jelas Kiai Marsudi.


Ada dua macam perubahan yang harus kita pahami dalam gejala sosial ini. “Pertama, perubahan ijbari. Perubahan ini bersifat memaksa. Seperti halnya virus Corona yang membuat banyak perubahan dalam kehidupan kita. Hanya saja, apakah kita mau merubah pola pikir yang itu-itu saja atau mau berinovasi,” tuturnya.


Kedua, lanjut dia, perubahan ikhtiari. Perubahan ini harus diikhtiarkan bersamaan adanya perubahan ijbari tersebut.”Jika santri tidak mau berubah, maka dia akan menjadi korban perubahan. Sebaliknya, jika ia mau berubah maka ia akan mendapat berkah dari perubahan tersebut,” tegasnya.


Menurut Kiai Marsudi, jika diqiyaskan dengan ilmu yang dipelajari para santri di pesantern, para santri sebetulnya sudah terbiasa membaca sebuah perubahan.


"I’rab dalam kajian ilmu Nahwu mengharuskan santri mampu menganalisis perubahan yang terjadi pada suatu kalimat yang disebabkan oleh sebuah 'amil,” kata Pengasuh Pesantren Ekonomi Darul Uchwah Jakarta Barat ini.


Hal tersebut, lanjut dia, tidak berbeda dengan wacana perubahan hari ini, di mana santri harus mampu membaca zaman yang kian berevolusi dari waktu ke waktu.


Kunci Sukses Santri
Kiai Marsudi lalu mengutip surah Adz-Dzariyat ayat 21, bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat sebuah potensi untuk melihat sebuah realitas kehidupan. Hanya saja semua itu tergantung kepada seseorang, akankah ia menyadari potensi tersebut atau tidak.


“Ada 4 langkah bagi seorang santri jika ingin sukses. Pertama, raghbah (mencintai sesuatu). Jika sudah mencintai sesuatu hal, maka yang kedua, akan ada at-tawaqqu’ atau harapan-harapan ke depan,” terangnya.


Ketiga, akan timbul al-itiqad wattaqabul adzati atau menerima jati diri bahwa seorang santri memiliki peran. “Sebelum semuanya dikerjakan, poin terpenting ialah tandziful madli atau menghapus masa lalu,” tambahnya.


Saat ingin membangun cita-cita jangan melihat ke belakang. Artinya, ketika berjuang tafaqquh fiddin jangan merasa rendah diri karena bukan keturunan kiai. “Para santri harus mau berdakwah, karena 258 juta penduduk negeri ini menginginkan kita untuk membangun Indonesia,” pungkasnya.


Kontributor: A Rachmi Fauziah
Editor: Musthofa Asrori