Nasional KONBES NU 2020

Kiai Said Sampaikan Terkena Covid-19 Bukanlah Aib

Rab, 23 September 2020 | 04:05 WIB

Kiai Said Sampaikan Terkena Covid-19 Bukanlah Aib

Kiai Said mengatakan seseorang tidak usah merasa malu atau minder kalau terkena Covid-19. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Banyaknya orang yang merasa atau berpikir bahwa terkena Covid-19 adalah sebuah aib direspons oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj.

 

"Yang sebenarnya, orang yang kena Covid-19 tidak aib. Bukan, bukan aib. Itu merupakan penyakit," kata Kiai Said dalam Konferensi Besar (Konbes) NU yang digelar secara daring Rabu (23/9) pagi ini.

 

"Kita tidak usah merasa malu atau minder kalau kita, di antara kita, ada yang kena Covid-19. Itu bukan aib, bukan. Itu sunnatullah. Kena virus, biasa," imbuhnya.

 

Kesehatan lebih penting dari pilkada

Sebelumnya, Kiai Said juga membeberkan bahwa PBNU telah meminta kepada Pemerintah, DPR dan KPU agar menunda Pilkada serentak pada bulan Desember depan.

 

Menurutnya, hal itu didorong oleh rasa tanggung jawab dari rasa kemanusiaan (insaniyyah), bahwa keselamatan jiwa, keselamatan masyarakat merupakan perintah agama dan mandat UUD kita, sehingga harus diutamakan dari segalanya.

 

"Politik bisa ditunda, tapi keselamatan nyawa tidak bisa ditunda," ungkapnya seperti dalam tayangan langsung di 164 Channel.

 

Kiai Said juga meminta agar hal ini jangan disalahpahami sebagai NU menghambat, mempersulit keberlangsungan agenda demokrasi, agenda konstitusi demokrasi dan agenda politik negara.

 

"Jangan. Sama sekali tidak. Tapi betul-betul semata-mata karena kemanusiaan. Itu harus kita utamakan dari segalanya. Mari kita jadikan kemanusiaan sebagai komandan kebijakan kita, bukan kepentingan politik," ungkapnya di depan para pengurus NU baik di dalam maupun luar negeri (istimewa).

 

Lebih lanjut, Ketua Umum PBNU dua periode ini menilai bahwa Pilkada langsung yang dipilih rakyat bukan perintah konstitusi, tetapi perintah undang-undang. Konstitusi, menurutnya, hanya memerintahkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Sehingga jika dipilih DPRD pun, misalnya, sudah demokratis.

 

"Pilkada, kepala daerah lho ya. Maka rekomendasi Munas-Konbes NU tahun 2012 di Kempek Cirebon, di pesantren saya, memutuskan meminta agar Pilkada Langsung ditinjau kembali. Karena banyak madlaratnya daripada manfaatnya. Kita semua tahu darul mafaasidi muqaddamun ala jalbil mashaalih," jelasnya.

 

Perintah konstitusi, lanjutnya, pemilihan langsung hanya untuk pemilihan Presiden-Wakil Presiden.

 

"Dalam konstitusi seperti itu. Tapi kalau pemilihan gubernur, bupati, wali kota, itu bukan perintah konstitusi, tapi perintah undang-undang. Yang perintah konstitusi, pilihan langsung hanya presiden dan wakil presiden," tegasnya.


Kontributor: Ahmad Naufa KF

Editor: Kendi Setiawan