LPBHNU Kecewa Pasal yang Menjerat Tersangka Tragedi Kanjuruhan
Sabtu, 8 Oktober 2022 | 13:30 WIB
Syaifullah Ibnu Nawawi
Kontributor
Malang, NU Online
Pada Kamis (6/10/2022) malam, Kapolri telah mengumumkan 6 pihak yang ditetapkan sebagai tersangka atas tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Dari peristiwa yang menewaskan ratusan orang tersebut, sejumlah kalangan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Namun demikian, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama atau LPBHNU Kota Malang tidak serta merta menerima penetapan tersangka tersebut. LPBHNU menilai pasal yang menjerat kepada tersangka jauh dari rasa keadilan.
"Kita sudah memonitor dan mencatat penetapan tersangka oleh Mabes Polri," kata Ketua Tim Advokasi Hukum Tragedi Kanjuruhan, Fajar Santosa, Jumat (7/10/2022).
Tim yang dibentuk LPBHNU Kota Malang ini menilai bahwa penetapan Pasal 359 dan 360 itu terlalu ringan dan sangat tidak proporsional dengan jumlah korban yang mencapai ratusan jiwa itu.
"Sehingga kami sebenarnya mendorong agar sebenarnya penyidikan yang dilakukan kepolisian ini nantinya selaras dengan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF tragedi Kanjuruhan," kata alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang tersebut.
Karena itu, LPBHNU belum melihat hasil dari hasil Tim TGIPF tragedi Kanjuruhan. Tim dibentuk oleh pemerintah dalam hal ini di bawah Menkopolhukam yang itu adalah institusi negara.
"Maka, Mabes Polri harus terkoneksi dengan itu. Dengan demikian tidak bisa jalan sendiri dengan menetapkan tersangka dengan Pasal 359 dan 360," ungkapnya.
Dengan demikian LPBHNU mengecam penyidikan setengah hati dan cenderung melokalisir tanggung jawab pelaku.
"Maka kami mendorong kepada Mabes Polri untuk melakukan penanganan secara jernih dan mengusut kasus ini secara tuntas," terang dosen hukum acara pidana di jurusan Tata Negara Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tersebut.
Dijelaskan bahwa penetapan pasal 359 dan 360 terlalu ringan dan sangat tidak proporsional dengan jumlah korban yang ratusan jiwa itu.
"Dari aspek advokasi perdata, memang kami telah berdiskusi sejak hari pertama kejadian untuk terbuka kepada korban dan keluarga untuk mengajukan gugatan dengan skema keperdataan," terang Sekretaris LPBHNU Kota Malang ini.
Namun, untuk dapat sampai ke ranah ini, terlebih dahulu harus mendapatkan kuasa dari korban dan keluarga.
"Justru LPBHNU lebih melihat bahwa pasal yang harus dikenakan kepada pelaku adalah Pasal 338 yakni kesengajaan penghilangan nyawa. Karena dengan penggunaan gas air mata itu sebenarnya adalah bentu dari kesengajaan pembunuhan," jelas dia.
Sebelumnya PBHNU berkoordinasi dengan elemen advokasi lain di Kota dan Kabupaten Malang. Yakni, membuka peluang gugatan ganti kerugian dalam aspek pidana dan perdata.
Dari aspek advokasi perdata, LPBHNU telah berdiskusi sejak hari pertama kejadian untuk terbuka kepada korban dan keluarga dengan mengajukan gugatan dengan skema keperdataan.
"Namun untuk dapat sampai ke ranah ini, maka terlebih dahulu harus mendapatkan kuasa dari korban dan keluarga," tandasnya.
Kontributor: Syaifullah Ibnu Nawawi
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Ini Makna dan Filosofi Logo Hari Santri 2024
2
Khutbah Jumat: Menghadapi Ujian Hidup dengan Ketakwaan
3
Khutbah Jumat: Menghindari Buruk Sangka kepada Tuhan dan Sesama
4
Ikuti Lomba Hari Santri 2024, Berikut Link Pendaftarannya
5
Kirim 20 Santri ke Amerika Serikat, Dirjen Pendis Dorong Pesantren Kejar Kemajuan
6
Imam Masjid Nabawi Madinah Puji Perkembangan Ilmu Keislaman di Pesantren NU
Terkini
Lihat Semua