Nasional RISET DIKTIS

Penerapan 6 Nilai Sufistik di MTs Al-Qodiri I dan Nuris 1 Jember

Ahad, 27 Oktober 2019 | 09:00 WIB

Penerapan 6 Nilai Sufistik di MTs Al-Qodiri I dan Nuris 1 Jember

Siswa MTs Nuris Jember (Foto: fb sdndarungun satu)

Pendidikan karakter merupakan upaya mewujudkan budaya yang terpuji. Adapun pemberdayaan semua nilai yang terpuji dilakukan dalam lembaga formal, informal maupun nonformal atau lingkungan masyarakat. Semua nilai yang terpuji bersumber dari nilai-nilai sosial budaya, ajaran agama, teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, Pancasila, UUD 1945, dan UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, serta praktik riil dan pengalaman sebagai guru terbaik dalam menjalani kehidupan.
 
Salah satu yang menjadi sumber nilai-nilai pendidikan karakter berasal dari nilai-nilai sufistik. Nilai-nilai pendidikan seperti ini berkaitan dengan sisi spiritualitas yang terpusat pada nilai agung yaitu nilai ilahiyah. Manusia akan lebih merasa terharu atau bahagia manakala segi sufistiknya tersentuh atau dikembangkan dalam proses pendidikan, karena kecenderungannya yang lebih dominan mengikuti sifat-sifat dan nilai-nilai ilahiyah. 
 
Dengan kata lain, orang yang memiliki spiritulitas tinggi maka dalam melaksanakan setiap pekerjaan, ia merasa ada yang mengawasi sekalipun dari segi lahiriyah tidak ada yang mengawasi.  Sehingga, akhirnya dia akan menjadi hamba yang membawa rahmat bagi semesta alam.
 
Madrasah Tsanawiyah Islamic Boarding School (MTs IBS) Al-Qodiri I dan Nuris 1 Jember merupkan contoh bagaimana kedua lembaga tersebut membangun pendidikan karakter berbasis nilai-nilai sufistik. Hal itu seperti diungkap oleh Ahmad Rosidi, mahasiswa STAI Al-Qodiri Jember yang meneliti kedua lembaga tersebut. Rosyidi menyatakan bahwa nilai-nilai sufistik di kedua lembaga itu bersumber dari ajaran dan perilaku pengasuhnya.
 
Lebih lanjut, penelitian yang didukung Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kemenag pada 2018 ini pun mengungkapkan bahwa secara umum, nilai-nilai pendidikan karakter berbasis nilai-nilai sufistik di lembaga MTs IBS adalah nilai kedisiplinan, keikhlasan, kemandirian, kesederhanaan dan ukhuwah Islamiyah. Sedangkan nilai-nilai yang khusus ketika berinteraksi dengan orang yang lain, nilai-nilai karakter sufistik yang harus dilaksanakan adalah terangkum dengan 6S, yaitu Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun, dan Sanjung. Nilai-nilai karakter yang berbasis sufistik tersebut tidak terlepas dari 18 nilai karakter yang dirumuskan oleh kementerian pendidikan nasional.
 
Pertama, sopan. Sopan bermakna beradab, tahu adat dan baik budi bahasanya. Sopan juga meliputi tertib tingkah laku, tutur kata, pakaian, rambut dan sebagainya. 
 
Saat ini boleh dikata, kesopanan sering terlupakan, siswa-santri pun demikian- mudah menggil sahabatnya dengan sebutan monyet atau anjing atau kata-kata jorok meski sekedar bercanda. Tak jarang mereka, karena kata-kata yang buruk akhirnya mereka tawuran dan berkelahi. Itu semua disebabkan tiadanya akhlak atau kesopanan.
 
Dalam kehidupan bermasyarakat, orang yang sopan akan dapat mencuri hati siapapun yang melihatnya. Setidaknya kita menjadi hormat pada orang yang bersikap sopan. Selain itu kesopana merupakan sikap menentukan nilai orang tersebut, semakin tinggi nilai sikap kesopanan, maka semakin tinggi derajatnya. 
 
Kesopanan yang muncul dari kemuliaan akhlak merupakan tanda-tanda kedalaman pemahaman agama seseorang. Jadi, apalah arti jika mempunyai ilmu agama yang luas, gelar yang panjang, kedudukan yang tinggi, kalau memiliki sikap yang tidak sopan.
 
Kedua, santun. Pasangan dari sopan adalah santun, jika kita menginginkan etika seseorang baik terhadap kita, maka dia harus memiliki sopan santun yang baik pula. Makna santun adalah halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya), sopan, sabar dan tenang, menaruh rasa belas kasihan, suka menolong atau membantu, memperhatikan kepentingan orang lain, dan suka meringankan kesusahan orang lain. 
 
Sikap santun hanya dimiliki oleh orang-orang yang mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya; orang-orang yang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain semata-mata untuk kebaikan. Seorang penyantun adalah orang yang bisa memaafkan atau bisa membalas keburukan dengan kebaikan. Dalam arti kita akan dianggap sebagai penyantun jika kita mampu menekan ego diri kita untuk mengalah demi kemashlahatan bersama. Jadi, bila kita ingin mempunyai pribadi yang simpatik lagi menawan, kita harus menjauhi sikap egois dengan sekuat-kuatnya. 
 
Ketiga, salam. Dengan saling mengucapkan salam maka akan menumbuhkan kecintaan terhadap hati sesama muslim. Ketika orang mengucapkan selam kepada kita dengan keikhlasan rasa suasana menjadi cair dan kita merasa bersaudara. Rasulullah Saw bersabda, "Tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan, kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Sebarkan di antara kalian." (HR Muslim). 
 
Selain itu, salam adalah doa. Kita mengucapkan salam kepada seseorang, berarti kita mendoakan keselamatan baginya. Dan doa akan dibalas oleh doa malaikat untuk orang yang mengucapkan salam, walaupun orang yang tidak memberi salam tidak membalas.
 
Keempat, sapa. Salah satu prinsip yang diajarkandan ditekankan dalam Islam adalah menjaga persaudaraan sesama muslim. Kita dituntut menjadikan muslim yang lain seperti saudara sendiri. Bahkan, seorang muslim yang satu dengan yang lain oleh Rasulullah Saw diibaratkan satu jasad, jika ada yang sakit, yang lain turut merasakannya. Karenanya kita harus terus membangun suasana persaudaraan, kita dilarang untuk saling membenci, bermusuhan atau bahkan tidak mau bertegur sapa. 
 
Dalam sebuah riwayat, Nabi melarang umatnya untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya lebih dari tiga hari, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya di atas tiga hari." (HR. Bukhari dan Muslim). Dari itulah, kita tidak boleh dingin dalam menyapa orang, sapalah saudara ita dengan hangat, karena dengan menyapa, kita telah mempererat ikatan persaudaraan dan sapaan ramah yang kita ucapkan kepada orang lain akan membuat suasana menjadi akrab dan hangat. 
 
Sapaan-sapaan kecil yang manis, halus, dan menyenangkan yang kita berikan dengan halus dan meyenangkan yang kita berikan berikan dengan tulus akan membuat saudata kita merasa bahagia karena diperhatikan dan dihargai.
Kelima, senyum. Senyum adalah ajaran Islam bernilai ibadah. Seulas senyuman yang kita sunggingkan kepada seseorang setara dengan nilai bersedekah. Rasulullah Saw bersabda, "Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah." (HR. Tirmidzi). 
 
Selain itu, senyum tulus yang terpancar dari wajah kita saat berbicara dengan orang lain akan mencairkan hati dan menimbulkan kebahagiaan. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus terasa lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manis wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Senyuman dapat menambah daya tarik seseorang, bahkan dari segi kesehatan orang yang murah senyum akan jauh dari stres, jantungnya akan berdetak normal.
 
Keenam, sanjung. Dalam etika bergaul, tak kalah penting juga sebagaimana dawuh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam I (NURIS I) Antirogo Sumbersari Jember, KH Muhyiddin Abdusshomad bahwa kita memberikan sanjungan kepada orang lain, umumnya apabila kita memuji seseorang, karena ada sesuatu yang dimilki oleh orang yang dipuji, dan kita mengharap akan mendapat sesuatu yang diinginkan. 
 
Namun, sambung Kiai Muhyiddin, tidak semua pujian itu boleh kita berikan dan kita terima, karena pada hakikatnya pujian itu hanyalah untuk Allah semata. Maka tiada puji sanjungan, atau pujaan dan pujian kecuali kecuali bagi-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an, "Segala puji adalah bagi Allah, Tuhan semesta alam." (QS Al-Fatihah: 2).
 
Pujian yang boleh kita lakukan ialah pujian yang bersifat mendidik, mendorong dan bersifat mengajak, semuanya dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Sedangkan pujian sanjung yang dilarang, ialah pujian sanjung yang menjadikan orang angkuh, atau puji sanjung yang menjebak manusia melakukan perbuatan tercela, atau berupa penghinaan kepada orang yang disanjung, atau membuat orang menjadi ragu dan bimbang terhadap diri sendiri yang mendekatkan kepada sifat munafik. Karena itulah, walau secara sederhana, mari kita jadikan diri kita sebagai bukti meindahan ciptaan Tuhan.
 
Senyum tulus dan ikhlas, sapa hangat dan lembut, saling mendo’akan dan memperhatikan. Penampilan yang sopan dalam kodisi bagaimanapun akan membuat pribadi kita lebih baik. Pribadi yang santun, lapang dada, pemaaf, berusaha membalas keburukan dengan kebaikan, saling menasehati demi terciptanya amar ma’ruf nahi mungkar.
 
Penulis: Husni Sahal
Editor: Kendi Setiawan