Nasional

Pergunu Dorong DPR Pastikan 20 Persen APBN untuk Kesejahteraan Guru

Jum, 23 September 2022 | 05:00 WIB

Pergunu Dorong DPR Pastikan 20 Persen APBN untuk Kesejahteraan Guru

Wakil Ketua Umum PP Pergunu Ahmad Zuhri (kanan) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (22/9/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan memastikan ada alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru. 


"RUU Sisdiknas harus memastikan 20 persen APBN untuk kesejahteraan guru dan ini harus masuk dalam draf RUU Sisdiknas. Karena itu, kami tetap mendorong RUU Sisdiknas segera dibahas oleh DPR," ungkap Wakil Ketua Umum PP Pergunu Ahmad Zuhri dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (22/9/2022).


Ia menegaskan, sejak lahir pada 1952 di Surabaya, Pergunu sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama selalu mengupayakan kesejahteraan dan kemuliaan bagi profesi guru. Salah satunya melalui upaya peningkatan kesejahteraan bagi guru. Sejarah mencatat, kemiskinan yang dialami guru adalah sumber ketertinggalan dunia pendidikan dan kehancuran sebuah bangsa.


Zuhri kemudian mengulas nasib guru pada era kepemimpinan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang sekaligus menjadi pemimpin NU. Gus Dur saat itu sangat memiliki kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan guru. 


Menurut Zuhri, era Gus Dur itu merupakan titik balik dari kesejahteraan guru. Sebab gaji guru meningkat jauh dari era sebelum Gus Dur, bahkan hingga saat ini. Sekarang para guru tidak malu mengakui profesinya. Bahkan kini sudah sangat jarang dijumpai narasi guru ‘'Oemar Bakri’ yang berdedikasi tinggi pada dunia pendidikan tetapi tidak digaji dengan layak.


"Profesi guru menjadi profesi yang diidolakan generasi muda karena dianggap memiliki masa depan yang cerah. Selain tugas mulia mendedikasikan diri pada bangsa dan negara mereka juga merasa terjamin atas kesejahteraannya," ujar Zuhri. 


"Sungguh tidak dapat terbayangkan apa jadinya negara ini jika generasi mudanya tidak ada yang berminat menjadi guru karena status kesejahteraannya tersebut," imbuhnya. 


Zuhri menegaskan, apabila di dalam proses RUU Sisdiknas ini terdapat upaya penghapusan skema Tunjangan Profesi Guru yang sebelumnya telah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maka sama saja dengan upaya memiskinkan guru. Jika ada upaya itu, maka Pergunu akan secara tegas menolaknya. 


Guru dan dosen harus dilindungi dan diperlakukan secara khusus sebagai profesi yang mulia dan memiliki keunikan. Sebagai upaya perlindungan terhadap profesi guru dan dosen itu, Zuhri menyebut lex specialis derogat legi generali. Artinya, asas penafsiran yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). 


"Kami kira begitulah harusnya cara pemerintah berterima kasih kepada peran dan fungsi guru dan dosen," tegas Zuhri.


Zuhri menambahkan, jika ada kendala pemerataan kesejahteraan yang masih timpang antara guru yang sudah tersertifikasi dengan yang belum, maka bukan berarti harus meniadakan hal-hal yang selama ini sudah baik. 


"Pemerintah harus transparan dan jujur kepada masyarakat bagaimana penyaluran peruntukan APBN 20 persen untuk pendidikan. Kami berharap kesejahteraan guru tidak menjadi 'kambing hitam' atas ketidakmampuan anggaran negara," pungkasnya.


Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Pergunu Aris Adi Leksono menyampaikan empat poin catatan untuk menyikapi dinamika RUU Sisdiknas yang belum disahkan menjadi UU karena terdapat beberapa kritik dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan di dunia pendidikan. 


Pertama, Pergunu menyampaikan bahwa leading sector yang mengusulkan RUU Sisdiknas harus lebih terbuka dan mendiskusikan konten-konten RUU Sisdiknas ke semua elemen pendidikan agar dilibatkan, baik praktisi, pakar dan lainnya. Kemudian membentuk tim untuk menyusun RUU Sisdiknas sehingga bisa lebih sempurna.


Kedua, Pergunu menegaskan bahwa tunjangan profesi guru tidak boleh dihapus dari RUU Sisdiknas. Guru bukan sekadar pekerja tetapi juga profesi, sehingga perlu tetap diadakan tunjangan profesi.  


Ketiga, Pergunu menginginkan perubahan yang mendasar dan cepat untuk merespons tuntutan global terkait pendidikan di Indonesia sehingga lebih bermutu dan berkualitas. Pintu masuk untuk melakukan perubahan tersebut dengan mengubah RUU Sisdiknas. Apabila di dalamnya ada beberapa catatan maka catatan itu harus didialogkan secara terbuka.


Keempat, Pergunu berharap wajah pendidikan Indonesia ke depan lebih inklusif dan berkeadilan. Dengan kata lain, tidak ada dikotomi antara pendidikan agama, sekolah, madrasah, dan pondok pesantren.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan