Nasional HARI SANTRI 2022

Pesan Mustasyar PBNU asal Aceh tentang Jihad Santri Masa Kini

Ahad, 23 Oktober 2022 | 06:30 WIB

Pesan Mustasyar PBNU asal Aceh tentang Jihad Santri Masa Kini

Mustasyar PBNU Syekh H Hasanoel Basri HG (Abu MUDI). (Foto: MUDI TV)

Bireuen, NU Online 
Sosok santri di era digital dengan konsep dakwah yang baik diharapkan mampu menjawab tantangan serta problematika saat ini. Ini akan dilakoni oleh santri masa kini sebagai pelaku dakwah untuk meraih titel khaira ummah (umat terbaik).


Pesan tersebut disampaikan Mustasyar PBNU Syekh H Hasanoel Basri HG (Abu MUDI) dalam momentum Hari Santri Nasional (HSN) kepada NU Online, Sabtu (22/10/2022).


“Hendaknya keberadaan seorang santri di era milenial seperti saat ini, sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran surat Ali Imran yang artinya: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf (kebaikan) dan mencegah dari yang munkar,” kata Pengasuh Dayah MUDI Mesra Samalanga Bireuen ini.


Abu MUDI menyebutkan bahwa jihad santri menjadi kunci keberhasilan dan kesuksesan dalam mengimplementasikan nilai-nilai kemerdekaan negeri ini sebagaimana diimpikan semua pihak. Santri milenial dikenal sebagai generasi yang tentunya tidak terlepas dari karakteristik milenial itu sendiri.


“Peran santri milenial dalam pengabdiannya untuk umat dan bangsa mampu mewarnai dinamika kemajuan bangsa dengan karya dan berbagai kontribusi aktif di dalamnya. Meskipun dinamika kehidupan berbangsa banyak mengalami perubahan akibat arus informasi melalui berbagai macam media mutakhir,” ulasnya.


Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah itu mengatakan bahwa kehidupan santri hari ini yang tidak bisa terlepas dari pengaruh media dan informasi turut memengaruhi pola pikir dan tingkah laku santri. Perilaku-perilaku seperti cara berpakaian, musik favorit, kisah asmara, sampai kepada way of life santri mengalami berbagai perubahan.


“Tentu, perubahan dapat bernilai negatif maupun positif tergantung bagaimana santri dapat memfilter dampak yang dapat terjadi serta keteguhannya untuk tidak meninggalkan identitasnya sebagai santri. Keberadaan santri ‘zaman now’ sebagai santri yang tanggap akan kemajuan zaman namun tidak meninggalkan ciri kesantrian,” paparnya.


Pendiri kampus IAI Al-Aziziyah Samalanga itu mengatakan kaum santri harus bersiap menghadapi berbagai tantangan masa depan. Menurut dia, di antara tantangan bagi santri di masa depan adalah bagaimana para santri dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, khususnya kemajuan teknologi dan digitalisasi yang tak terbendung.


Ide cerdas dan dakwah solutif
Mudir LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga itu menambahkan, para santri perlu hadir dengan ide-ide cerdas dan dakwah-dakwah solutifnya menghadapi kompleksitas problematika bangsa. Karena itu santri diharapkan terus memperkuat kompetensi di berbagai bidang, termasuk dunia pendidikan itu sendiri.


“Aspek atau kompetensi yang perlu diperkuat oleh santri dalam menghadapi tantangan masa depan antara lain penguatan kompetensi keilmuan, khususnya berkaitan dengan digitalisasi dakwah dan memaksimalkan medsos dengan konten-konten positif. Terpenting, santri berani lantang menyuarakan dakwah Islam rahmatan lil alamin,” ungkapnya.


Lebih lanjut, Abu MUDI menyebutkan kaum santri di era digital ini harus terus melakukan perbaikan, transformasi, serta perubahan dan inovasi tiada henti. Penguatan spiritual menjadi aspek utama dan prioritas yang harus diperkuat, karena santri yang taat dapat membangun bangsa yang kuat.


“Intinya, perubahan itu harus dihadirkan tanpa meninggalkan tradisi lama. Singkatnya sejalan dengan ungkapan Al-muhafadhatu ‘alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah (mempertahankan tradisi lama yang masih efektif dan mengambil inovasi baru yang lebih baik),” pintanya.


Pendiri Pengajian dan Zikir Tastafi (MPZT) ini juga menyebutkan, santri identik dengan lingkungan agamis. Kehidupan santri adalah karakter yang melekat pada diri santri dengan jiwa religius. Sementara sikap sosial yang akomodatif adalah bagian dari karakteristik lingkungan santri.


Namun, tambah Abu MUDI, secara invidu sosok santri juga memiliki keunikan berbeda-beda, dampak dari dialektika faktor intrinsik dan ekstrinsik. Santri itu ada karakter tersendiri yang khas dan unik, antara lain teosentris.


“Teosentris di sini adalah sebuah nilai dalam karakter diri santri yang didasarkan pada pandangan yang menyatakan bahwa sesuatu kejadian berasal, berproses, dan kembali kepada kebenaran Allah swt. Semua aktivitas pendidikan dipandang sebagai ibadah kepada Allah, dan merupakan bagian integral dari totalitas kehidupan keagamaan,” pungkasnya.


Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Musthofa Asrori