Nasional

Pesantren Tambakberas Persembahkan Film KH Wahab Chasbullah Sang Penggerak NU

Rab, 20 Juli 2022 | 18:00 WIB

Pesantren Tambakberas Persembahkan Film KH Wahab Chasbullah Sang Penggerak NU

Rencana pembuatan film Kiai Wahab dibicarakan oleh putra KH Wahab Chasbullah sekaligus Ketua PBNU KH Moh Hasib Wahab bersama Kasad Jenderal TNI Dudung Abdurachman, di Kantor Kasad, Jakarta, pada Rabu (20/7/2022). 

Jakarta, NU Online

Pondok Pesantren Tambakberas Jombang, Jawa Timur, akan mempersembahkan atau memproduksi sebuah film berjudul 'KH Wahab Chasbullah Sang Penggerak NU'. Film ini bakal dirilis sebagai bagian dari agenda menyambut usia satu abad NU. 


Pembuatan film yang menceritakan tentang sosok pendiri Nahdlatul Ulama ini disambut baik. Seluruh proses pembuatan Film KH Wahab Chasbullah ini akan didukung dan dibantu oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Dudung Abdurachman.


Rencana pembuatan film tersebut telah dibicarakan oleh putra KH Wahab Chasbullah sekaligus Ketua PBNU KH Moh Hasib Wahab bersama Jenderal Dudung Abdurachman, di Kantor Kasad, Jakarta, pada Rabu (20/7/2022). 


Ketua PBNU KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) yang hadir dalam pertemuan itu, mengatakan bahwa proses pemilihan aktor (casting) untuk memerankan karakter dalam film KH Wahab Chasbullah akan dilakukan di 100 pesantren.


"(Ini) dalam rangka menyambut satu abad harlah (hari lahir) NU," ungkap Gus Fahrur kepada NU Online, Rabu sore. 


Ia menjelaskan, film tersebut sengaja dibuat untuk mengenang jejak langkah keteladanan Kiai Wahab Chasbullah sebagai Pahlawan Nasional yang ikut mendirikan Perkumpulan NU dan mengawal kemerdekaan Indonesia. 


"Beliau adalah ulama nasionalis sejati yang  berwawasan kebangsaan mumpuni (dan) pencipta lagu Ya Lal Wathon yang menggetarkan semangat kemerdekaan," ungkap Gus Fahrur.


Film KH Wahab Chasbullah Sang Penggerak NU itu, lanjut Gus Fahrur, diupayakan akan dapat ditayangkan dalam peringatan satu abad NU tahun depan. Diketahui, secara hitungan kalender hijriah, NU akan berusia pada 16 Rajab 1444 H atau sekitar tujuh bulan lagi. 


Sementara itu, Gus Fahrur menyampaikan bahwa Kasad Dudung sangat mendukung dan menyambut baik terhadap rencana pembuatan film ini. Diharapkan, Film KH Wahab Chasbullah Sang Penggerak NU ini dapat menjadi teladan bagi masyarakat Indonesia saat ini, karena Mbah Wahab merupakan kiai yang sangat mencintai NKRI. 


"Jenderal Dudung sangat apresiasi kepada film ini. Direncanakan beliau akan mengambil satu peran sebagai Jenderal Urip Sumoharjo ketika bertemu Kiai Wahab di Nganjuk," pungkas Gus Fahrur. 


Profil Kiai Wahab

Menurut Ensiklopedia NU, KH Abdul Wahab Chasbullah lahir pada 31 Maret 1888. Selepas belajar kepada ayahnya, Kiai Wahab kemudian belajar di Langitan, Mojosari, Tawangsari, Bangkalan, Tebuireng, dan di Tanah Suci Mekkah. 


Di Mekkah, ia belajar kepada Syekh Mahfud Tremas, Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, Syekh Bakiq al-Jugjawi, Kiai Muhtarom Banyumas, Kiai Asy’ari Bawean, dan Syekh Said Al-Yamani. 


Mekipun jauh di negeri orang dan sedang dalam masa belajar, Kiai Wahab tetap memiliki perhatian besar terhadap kondisi tanah airnya (saat itu Hindia Belanda) yang masih dalam penjajahan. Sembari menimba ilmu ke berbagai ulama, ia menjadi anggota Sarekat Islam.   


Setelah pulang dari menuntut ilmu di Tanah Suci Mekkah, Kiai Wahab tak langsung menetap di Tembakberas. Ia memilih tinggal di kota yang waktu itu terbilang kosmpolitan, Surabaya. Di situ ia bergaul dengan berbagai kalangan. Dari pengalaman dan buah pikirannya, ia kemudian membentuk Nahdlatul Wathan. Kemudian Tashwirul Afkar, dan kemudian Nahdlatut Tujjar. 


Dari rangkaian itu, atas izin gurunya, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab menjadi penggerak utama dalam mengundang kiai-kiai untuk hadir di kediamannya dalam menyikapi situasi di Arab Saudi waktu itu yang dikuasai mazhab Wahabi. 


Hadratussyekh memimpin langsung pertemuan itu. Hasilnya, para kiai pesantren Ahlussunah wal Jamaah sepakat membentuk Komite Hijaz untuk meminta jaminan agar kebebasan bermazhab berlangsung di Tanah Suci Mekkah dan Madinah.


Para kiai tersebut kemudian memikirkan atas nama apa mereka mengirimkan utusan. Maka dideklarasikanlah sebuah jam’iyah bernama Nahdlatul Ulama, kebangkitan para ulama. Hadratussyekh sebagai pemimpin tertingginya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Alhafiz Kurniawan