Nasional HARI SANTRI 2022

Rais 'Aam PBNU Ajak Nahdliyin Imbangi Ilmu Umum dengan Spiritualitas

Sel, 1 November 2022 | 09:00 WIB

Rais 'Aam PBNU Ajak Nahdliyin Imbangi Ilmu Umum dengan Spiritualitas

Rais 'Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar saatNgaji Kesantrian di Aula Asy-Syarqawi Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur, Senin (31/10/2022). (Foto: NU Online/Firdausi)

Sumenep, NU Online 
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar mengatakan ilmu agama dan ilmu umum adalah perintah. Ilmu agama dibawa oleh Nabi, sedangkan ilmu umum adalah hasil peristiwa alam atau ayat-ayat kauniyah. Lewat peristiwa tersebut, bencana alam yang melanda di beberapa daerah, akan melahirkan ilmu baru.


Pernyataan ini disampaikan saat Ngaji Kesantrian di Aula Asy-Syarqawi Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur. Acara ini dalam rangka puncak Hari Santri Nasional (HSN) yang dihelat oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, Senin (31/10/2022).

 

"Iqra, bacalah semua peristiwa. Artinya, jadilah manusia yang menggunakan kemampuan tanpa batas. Bila perlu, raihlah gelar dari manca negara. Tapi jangan lupa kemampuan itu didampingi oleh spiritualitas. Orang yang memiliki kecerdasan otak dan spiritual, itulah santri yang sebenarnya. Jika tidak diimbangi, ia sekedar cendekiawan," paparnya.


Diceritakan, ulama-ulama pendahulu gandrung pada ilmu pengetahuan, seperti Syekh Fakhruddin Ar-Razi yang ahli di semua bidang, termasuk berkomunikasi dengan 20 bahasa. Salah satu karyanya adalah tafsir Al-Kabir sebanyak 20 jilid.


Kiai Mifctah mengutarakan, di tahun 2035 Indonesia diprediksi mendapatkan bonus demografi. Sebuah era ketika banyak usia produktif dan mendominasi bangsa ini. Pada saat itulah, sambungnya, mimpi mulai mewarnai kehidupan, kesejahteraan akan dirasakan anak bangsa, ekonomi masyarakat akan meningkat.


"Jika ditarik pada nilai kesantrian, masa depan akhirat wajib menjadi landasan dan komposisi kehidupan. Mulai sekarang kita persiapkan agar melahirkan generasi yang memiliki spiritual dan intelegensi yang kuat," pintanya.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya itu menegaskan, panglima santri yang pertama kali di Indonesia adalah Walisongo. Merekalah yang menyebarkan model pesantren khas ala Indonesia. Warisan tersebut dilanjutkan oleh ulama Nusantara.


Di zaman Nabi ada juga pesantren yang dikenal ashabus shuffah. "Santrinya kira-kira 70 sampai 400-an. Kehidupannya dihabiskan untuk menggali ilmu agama dan memakmurkan masjid Nabawi. Kini perilaku itu ada di pesantren Indonesia," lanjutnya.


Kiai Miftach juga menyebtukan santri ideal ditandai dengan beberapa ciri-ciri atau indikasi. Di antaranya, memiliki sifat pokok yang melekat dalam jiwanya, yakni iman, Islam dan ihsan. Namun akhir-akhir ini, ada juga santri yang mengaji melalui media online atau tidak mengaji pada guru secara langsung.


"Bukan berarti tidak penting (mengaji melalui online), cukup dijadikan penguat saja. Sedangkan mengaji secara langsung, bagian dari menjaga tradisi dan sanad keilmuan," terangnya.


Kiai yang pernah mengemban amanah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyayangkan perilaku yang berlebihan atau menyelingkuhkan ilmu pegetahuan. Salah satu contoh, seorang profesor ahli teknologi menciptakan robot cantik yang kulitnya dilapisi oleh silicon dan bisa berkomunikasi dengan manusia.


"Dia meminta 10 tahun lagi untuk memberikan kecerdasan tambahan agar orang-orang mengira manusia. Ia akan berikan tambahan kepuasan nafsu biologis. Bahkan akan menyempurnakan robotnya layaknya perempuan melahirkan anak dari rahimnya. Ilmu ini merusak moral umat dan melampaui batas," sergahnya.

 

Di akhir pengajian, Kiai Miftach menegaskan pada audiens bahwa pemilik NU adalah ranting dan anak ranting. Ujung tombak NU ada di pedesaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jadi, ia mengimbau agar tidak melihat besarnya NU jikalau tidak meningkatkan kualitas.


"Kalau hanya besar jamaahnya, namun jam'iyahnya tidak demikian, justru NU menjadi bancakan orang lain. Mulai sekarang persiapkan, karena tantangan abad kedua ada di depan kita," pintanya.

 

Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan