Nasional

Teguhkan Komitmen Kebangsaan, BLAJ Diskusi Buku ‘Mengenali dan Menghadapi NII’

Jum, 29 April 2022 | 06:00 WIB

Teguhkan Komitmen Kebangsaan, BLAJ Diskusi Buku ‘Mengenali dan Menghadapi NII’

Plt Kepala Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) H Susari. (Foto: Dok. BLAJ)

Jakarta, NU Online
Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) Balitbang Diklat Kemenag menggelar diskusi buku berjudul Mengenali dan Menghadapi Kelompok NII (Negara Islam Indonesia) karya Rudy Harisyah Alam dan Mahfud Hidayat, di Hotel 101 Urban Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2022).


Plt Kepala BLAJ H Susari mengungkapkan bahwa diskusi ini dilakukan dalam rangka menumbuhkan sikap komitmen terhadap konsensus dasar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.


Saat ini, kata Susari, terdapat banyak ideologi baik dalam negeri maupun transnasional yang tersebar di media sosial dan bertentangan dengan konsensus dasar kebangsaan. Para pelakunya kerap menyebarkan gagasan-gagasan pokok pikirannya yang bisa mengganggu persatuan bangsa.


“Inilah momentum bagi kita untuk meneguhkan kembali komitmen kebangsaan kita. Jangan sampai kita tidak memahami dari ideologi tersebut, tetapi yang lebih penting adalah bisa menghadapi dan melakukan kontra-ideologi terutama yang menjadi komitmen kebangsaan kita,” katanya.


Terkait ideologi NII, lanjut Susari, BLAJ telah melakukan kajian terhadap kasus yang terjadi sehingga terbitlah buku ‘Mengenali dan Menghadapi Kelompok NII’. Di dalam buku itu, dijelaskan berbagai kasus dan upaya NII dalam merekrut anggota.


“Buku ini diterbitkan agar kita tidak kecolongan ideologi-ideologi lain. Kerja keras tim BLAJ menghasilkan sebuah buku panduan, mungkin bisa dijadikan referensi rujukan bagi kita semua dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman kita,” ujarnya.


Penulis Buku ‘Mengenali dan Menghadapi Kelompok NII’ Rudy Harisyah Alam mengaku telah menuliskan dan mengisahkan mengenai sejarah perkembangan NII. Sejarah ini dihasilkan dari wawancara beberapa eks-aktivis NII generasi kekinian. 


Menurut dia, generasi sekarang banyak yang tidak paham mengenai organisasi yang berawal dari Darul Islam (DI) besutan RM Kartosuwiryo ini. Bahkan, mereka kurang mengakses atau membaca buku-buku yang ditulis RM Kartosuwiryo sebagai pendiri DI atau yang kemudian hari menjadi gerakan NII.


Rudy mengaku bisa mendapatkan buku-buku RM Kartosuwiryo melalui toko buku online yang masih dijual secara bebas. Ia pun heran buku-buku tersebut masih dijual bebas padahal organisasinya sudah dilarang.


“Saya sebagai peneliti bersyukur karena buku itu menjadi sumber informasi yang berguna. Tetapi, bagi orang lain mungkin yang tidak punya perspektif pembanding yang kuat mungkin bisa menjadi sumber yang membahayakan,” ungkap Rudy.


Di dalam buku itu, Rudy juga menuliskan beberapa perkembangan RM Kartosuwiryo dalam memaknai jihad. Ketika masih aktif di Sarikat Islam (SI), di bawah HOS Tjokroaminoto, RM Kartosuwiryo banyak menulis tentang makna jihad di dalam buku ‘Sikap Politik Hijrah’.


“Bahwa jihad itu sama sekali tidak bisa dimaknai kata perang. Dia jelaskan alasan-alasannya. Saya sudah tuliskan di buku. Pemaknaan jihad itu bukan dalam konteks perang atau kekerasan. Malah dia menuduh, tafsir itu dikembangkan para sarjana barat atau orang-orang asing untuk mendiskreditkan Islam,” jelas Rudy yang kini menjadi Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.


Namun pada kemudian hari, RM Kartosuwiryo secara resmi mendirikan DI. Lalu pemaknaan jihad itu dituangkan ke dalam buku berjudul ‘Pedoman Dharma Bakti’. Di buku itu, pemaknaan jihad hanya satu yaitu perang.


“Ini juga menarik, karena masih muda, (pemaknaan jihad) masih dalam wacana. Tetapi, ketika sudah terlibat di dalam gerakan dan konfrontasi fisik maka penting untuk menyederhanakan makna jihad itu hanya sebagai perang. Karena itu bisa memobilisasi dukungan,” ungkap Rudy.


Pada kesempatan ini, hadir pula Dosen Sekolah Kajian Stragik Global (SKSG) Universitas Indonesia Sapto Priyanto yang menjelaskan mengenai metamorfosis NII menjadi berbagai gerakan terorisme di Indonesia. Hadir pula eks-Aktivis Martoyo alias Ustadz Abu Ridho yang mengungkap perjalanannya sejak 1982 hingga 2004.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori