Opini

Kaum Muda dan Militansi Kemanusiaan

Rab, 4 Oktober 2023 | 07:00 WIB

Kaum Muda dan Militansi Kemanusiaan

Ilustrasi kaum muda. (Foto: Dok. NU Online)

Kota Solo bagi Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) adalah ibu. Akhir tahun 1954, di Pondok Pesantren Mayhudiyah, kediaman Nyai Masyhud Keprabon, Solo. Beberapa remaja putri di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta secara intens membincangkan keputusan Muktamar NU ke-20 di Surabaya tentang perlunya organisasi pelajar putri di NU. Para remaja itu bernama Umroh Machfudzoh, Atikah Murtadlo, Lathifah Hasyim, Romlah, Basyiroh Saimuri, dalam bimbingan Nihayah, ketua Fatayat NU cabang Surakarta.


SGA atau PGAN itu sekarang menjadi MAN 2 Surakarta yang berada di dua lokasi bersejarah; Jalan Slamet Riyadi dengan gedung-gedung arsitektur peninggalan kolonial. Tepat berhadapan dengan Stadion Sriwedari tempat bersejarah PON (Pekan Olahraga Nasional) pertama. Kedua, kampus di Kauman, satu komplek dengan Masjid Agung, yang mulanya Madrasah Mambaul Ulum, kemudian digunakan SGA-PGAN. Sekarang lokasi ini menjadi Museum Pendidikan Islam pertama di Indonesia. Persis berhadapan dengan pasar Klewer, salah satu senntra pasar sandang terbesar di Indonesia.


Ahmad Mustahal, ketua NU cabang Surakarta memberikan dukungan dengan mengusulkan untuk membuat draf resolusi pendirian IPNU Putri. Tim yang diketuai Nihayah dan sekretaris Atikah Murtadlo ini menyusun draf resolusi di kediaman Haji Alwi di Sememen, Kauman, Surakarta. Menyampaikan resolusi IPNU Putri ke ketua umum IPNU dan dapat menyertakan cabang yang memiliki pelajar putri untuk mengikuti Kongres I IPNU di Malang.


Pada Muktamar IPNU di Malang akhirnya diikuti pelajar putri dari lima cabang; Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang, dan Kediri. Kelima utusan IPNU Putri yang disebut "Konperensi Panca Daerah" mengadakan pertemuan, membentuk IPNU Putri yang terpisah dari IPNU. Tanggal 2 Maret 1955 bertepatan dengan 8 Rajab 1374 H, yaitu hari deklarasi resolusi terbentuknya IPNU-Putri ditetapkan sebagai hari lahir IPNU-Putri yang sekarang menjadi IPPNU.


Untuk menjalankan roda organisasi ditetapkan Ketua Umroh Machfudzoh Wahib dan Sekretaris Syamsiah Muthoyib, dan berkedudukan di Surakarta Jawa Tengah. Sampai Kongres IPPNU I di Solo, 16-19 Januari 1956 yang menetapkan Umroh Machfudzoh Wahib sebagai ketua umum. Jadi jelas Solo menjadi embrio, perumusan konsep, loby politik, dan menjadi tempat kedudukan kantor Pimpinan Pusat IPPNU pertama. Memasuki abad kedua NU, Solo juga menjadi tempat bersejarah bagi IPPNU karena ketua umum IPPNU Whasfi Velasufah, meresmikan IPPNU Sport Club (ISC) pada Sabtu, 21 Januari 2023.   


IPPNU yang dirintis, di desain, dan dikembangkan dari kota Solo ini, kini telah memiliki 34 Pimpinan Wilayah (propinsi), 360 cabang (kota/kabupaten), 4.725 Pengurus Anak Aabang (Kecamatan), 25.000 pimpinan ranting di tingkat desa, ribuan komisariat di pesantren, madrasah atau sekolah serta beberapa Pimpinan Cabang Istimewa di luar negeri seperti di Arab Saudi dan Korea Selatan.


Rumah Pelajar dan Santri

Menjadi anak muda di era disrupsi sungguh tidak mudah. Karena dalam hidupnya tidak mendapatkan bekal ilmu-ilmu dasar yang fundamental, dibiasakan mengulang, menghafal, memahami, tidak dididik untuk mempertanyakan suatu kebenaran, evaluasi diri secara kritis, dan berfikir kreatif-alternatif (Haryatmoko, 2021). Akibatnya anak muda berkaca mata kuda, berfikir dangkal, fanatik, radikal, menelan informasi-hoaks mentah-mentah, dan hanyut terbawa arus dalam segala segi aspek kehidupan.


Dalam konteks seperti di atas, supaya menarik, kontekstual, dan tepat, Ketua Umum IPPNU, Whasfi Velasufah telah menetapkan  dua pondasi pergerakan Pimpinan Pusat IPPNU; Pertama, mengembalikan IPPNU sebagai rumah bagi pelajar dan santri. Back to school dan back to pesantren. IPPNU akan konsen menjadi jembatan menyiapkan generasi muda masa depan yang ada di lembaga-lembaga pendidikan, pesantren, madrasah, dan sekolah. Kedua, IPPNU menjadi benteng terhadap ancaman intoleransi, bullying (perundungan), dan kekerasan fisik maupun seksual terhadap pelajar.  


Pengalaman dan kehidupan selama ini menjadi dasar mengapa penting menjadi konsen IPPNU. Pada fokus yang pertama salah satu penelitian tentang anak-anak muda yang memiliki latar belakang aktifis sekolah seperti ketua OSIS, pramuka, dan organisasi kesiswaan lainnya ternyata hanya dengan beberapa kali interaksi melalui media sosial maupun pertemuan langsung dengan aktivis kelompok tertentu, bisa langsung berubah.


Perubahan terjadi pada keyakinan dalam beragama, seperti menjadi keras, mudah menyalahkan yang berbeda, dan berganti cara berpakaiannya. Keyakinanya dalam berbangsa Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi goyah. Politik identitas di kalangan kaum muda semakin mengeras. Ketika saya menelusuri berbagai media sosial anak-anak muda terasa sekali menggandrungi politik identitas.


Ujaran kebencian, senang hoaks, dan adu domba adalah suasana dominan di media sosial anak-anak muda. Tahun politik 2023-2024 tampaknya semakin santer sliweran politik identitas. Anak-anak muda pontensial menjadi salah satu korbannya. Maka IPPNU akan menjawab tantangan tersebut dengan mengembangkan ideologi moderasi Islam dalam pengaderan dan kehidupan nyata. Moderasi Islam akan membuat setiap orang menjadi nyaman, tentram, dan damai. Bersama  IPPNU akan menjadi kaum muda yang memiliki militansi hidup (life style) bersama dalam keragaman.  


Pembela Kemanusiaan

Pada konteks kedua, bisa dilihat pada misalnya kasus kekerasan yang sangat kejam dan jahat yang dilakukan Mario (17) dan teman-temannya terhadap David (17). Sejauh informasi di media, David menghajar Mario sampai koma setelah mendapat aduan dari A atau AG (15) mantan pacar David. Bahkan peristiwa itu direkam, divideo, dan diunggah ke media sosial. Peristiwa ini menjalar dan membukakan pintu keburukan dalam banyak hal; keluarga, kehidupan, pekerjaan, dan sekolahnya. Rafael, orang tua David  pejabat di Dirjen dengan kekayaan  56 Milyar. PPATK buka suara telah melaporkan Rafael kecurigaannya ke KPK sejak tahun 2012. Rafael langsung  di copot jabatannya, mundur dari ASN, dan diperiksa internal Kementerian Keuangan.   


David diketahui pernah mengenyam pendidikan di lembaga yang mengutamakan pendidikan karakter, kedisiplinan, dan akademik unggul. Menjadi mahasiswa di sebuah universitas yang dikenal luar biasa dalam pengembangan sumber daya manusia. A atau AG, diketahui sebagai siswa ambasador/talent salah satu sekolah yang menyiapkan pemimpin perempuan dan mengutamakan pendidikan karakter. Mengikuti kasus ini, anak muda dipastikan goncang; pejabat yang kekayaannya tak sepadan dengan gajinya namun aman saja; anak pejabat yang bergaya hidup super mewah dan begitu jahat; juga wajah lembaga pendidikan yang berkabar berkualitas tapi perilaku siswanya seperti David dan A atau AG. Hidup nestapa tanpa keteladanan.


IPPNU bersungguh memihak, berjuang, bergerak, mengokohkan ketauhidan kekhalifahan, dan rahmatan lil 'alamin atau membela untuk kemenangan kemanusian. Karena seperti yang disampaikan Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Stakuf, bila kemanusiaan menang, maka semua menang.

 

Jalan ini juga terangkai indah dalam mars IPPNU berikut ini; Sirnalah gelap terbitlah terang/Mentari timur sudah bercahya. Ayunkan langkah pukul genderang/S'gala rintangan mundur semua. Tiada laut sedalam iman/ Tiada gunung setinggi cita. Sujud kepala kepada Tuhan/Tegak kepala lawan derita. Di malam yang sepi di pagi yang terang/Hatiku teguh bagimu ikatan. Di malam yang hening di hati membakar/Hatiku penuh bagimu pertiwi. Mekar seribu bunga di taman/Mekar cintaku pada ikatan. Ilmu kucari amal kuberi/Untuk agama, bangsa, negeri.

 

Nadia Shafiana Rahma, Sekretaris PP IPPNU, YES Alumni Association, Amerika Serikat, dan Mahasiswa Departemen Bahasa Ingris Universitas Negeri Yogyakarta