Pustaka

Men​​​​​​​genal Kitab Al-Hawi lil ​​​​​​​Fatawi: Kodifikasi Fatwa Imam As-Suyuthi​​​​​​​​​​​​​​

Ahad, 30 April 2023 | 19:00 WIB

Men​​​​​​​genal Kitab Al-Hawi lil ​​​​​​​Fatawi: Kodifikasi Fatwa Imam As-Suyuthi​​​​​​​​​​​​​​

Ilustrasi: Al-Hawi lil Fatawi karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi.

Salah satu kitab penting yang menjadi rujukan fiqih keseharian adalah Al-Hâwi lil Fatâwi karya Imam As-Suyuthi. Kitab berjudul lengkap Al-Hâwi lil Fatâwi fil Fiqh wa ‘Ulumit Tafsir wal Hadits wal Ushul wan Nahw wal I’rab wa Sâiril Funun ini merupakan salah satu kitab pokok untuk menjawab pelbagai problematika fiqih keseharian.
 

Kitab Al-Hâwi lil Fatâwi memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan kitab-kitab klasik pada umumnya. Selain karena penulisannya berbentuk pertanyaan dengan jawaban yang sangat detail, juga dilengkapi dengan dalil-dalil Al-Qur’an, hadits, dan beberapa perbandingan pendapat perspektif ulama, baik ulama kalangan Syafi’iyah maupun lintas mazhab.
 

Kitab Al-Hâwi lil Fatâwi merupakan salah satu karya dari sekian banyak karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi, yang ditulis pada paruh abad kedelapan hijriah. Ia menghimpun fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh Imam As-Suyuthi dalam berbagai masalah yang disampaikan oleh umat Islam pada zamannya. Karenanya, kitab ini ditulis dengan bentuk pertanyaan dan jawaban.
 

 

Sekilas tentang Penulis Al-Hawi lil Fatawi

Sebagaimana telah disebutkan dalam mukadimah Kitab Al-Hâwi lil Fatâwi, penulis kitab bernama lengkap Abul Fadhl Jalaluddin Abdurrahman bin Al-Kammal Abi Bakar bin Muhammad Al-Asyuthi As-Syafi’i. Ia dilahirkan pada malam Ahad setelah waktu shalat Maghrib pertengahan bulan Rajab tahun 849 Hijriyah di kota Asyuth, sebuah kota yang ada di Mesir. Dan wafat pada malam Jumat tanggal 19 Jumadal Ula tahun 911 H, kemudian dimakamkan di Mesir.
 

Imam As-Suyuthi tumbuh di Mesir sebagai sosok yang haus akan ilmu pengetahuan, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang pengembara ilmu dengan berguru pada para ulama tersohor di masa itu, di antara guru-gurunya adalah Syakhul Islam Imam Al-Bulqini, Syekh Syarafuddin Al-Munawi, Syekh Saifuddin Al-Hanafi, Syekh Muhyiddin, dan beberapa ulama tersohor lainnya.

Di bawah bimbingan para ulama tersohor di atas, Imam Jalaluddin As-Suyuthi tumbuh sebagai sosok yang sangat cerdas dan tangkas. Hapalannya sangat kuat, dan semangat belajarnya benar-benar tampak, hingga akhirnya ia mampu menguasai banyak disiplin ilmu pengetahuan. Bahkan mampu merumuskan semua ilmu-ilmu yang diajarkan oleh guru-gurunya.
 

 

Karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi

Selain dikenal sebagai ulama yang sangat alim, ia juga dikenal sebagai sosok yang sangat produktif dalam menulis, beberapa catatan mengatakan bahwa jumlah karyanya mencapai 600 kitab. Di antara karya-karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi adalah:

  1. Al-Hâwi lil Fatâwi;
  2. Al-Asybah wan Nazhair;
  3. Al-Itqan fi Ulumil Qur’an;
  4. Ad-Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur
  5. Asrarut Tanzil;
  6. Al-Muhadzab fima Waqa’a fil Qur’an minal I’rab;
  7. Al-Iklil fis Tinbathit Tanzil;
  8. At-Thibbun Nabawi;
  9. Fathul Jalil lil ‘Abdiz Dzalil;
  10. Ham’ul Hawami’ fi Syarhi Jam’il Jawami’.
 

Alasan Penulisan Kitab Al-Hawi lil Fatawi

Tidak ada alasan secara khusus bagi Imam Jalaluddin As-Suyuthi di balik kodifikasi kitab Al-Hâwi lil Fatâwi, karena sejatinya kitab ini merupakan kumpulan fatwa-fatwa Imam As-Suyuthi atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Dari beberapa pertanyaan itu, ia tuliskan menjadi satu kitab penting yang masih sangat relevan dan dibutuhkan hingga saat ini.
 

Karena berasal dari pertanyaan, maka kitab ini tidak hanya fokus pada satu disiplin keilmuan, seperti fiqih dan lainnya, namun mencakup banyak pembahasan di dalamnya, mulai dari fiqih itu sendiri, dan ini yang paling banyak, hadits, ilmu tafsir, hadits, ushuluddin, nahwu, i’rab, dan beberapa ilmu lainnya.
 

 

Sekilas tentang Kitab Al-Hawi lil Fatawi

Sebagaimana telah disebutkan, Kitab Al-Hâwi lil Fatâwi merupakan kumpulan fatwa-fatwa Imam Suyuthi atas pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Di dalamnya terdapat banyak persoalan yang telah dijawab olehnya, mulai dari fiqih, hadits, ilmu tafsir, hadits, ushuluddin, nahwu, i’rab, dan beberapa ilmu lainnya. Selain itu, dalam kitab ini juga terdapat beberapa risalah yang telah disusun olehnya, perihal beberapa masalah agama yang terjadi pada zamannya.
 

Secara garis besar, kitab ini mencakup 6 kumpulan fatwa Imam As-Suyuthi, yaitu:

  1. fatwa yang berkaitan dengan fiqih;
  2. fatwa tentang konsep yang rentan disalahpahami dalam ushul fiqih;
  3. fatwa yang berkaitan dengan Al-Qur’an;
  4. fatwa yang berkaitan dengan hadits;
  5. fatwa tentang pokok-pokok agama (ushuluddin); dan
  6. fatwa yang berkaitan dengan ilmu nahwu.
 

Pertama, fatwa-fatwa fiqih (fatawa al-fiqhiyah). Pada pembahasan pertama ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi menulis semua jawaban pertanyaan-pertanyaan fiqih yang disampaikan kepadanya, mulai dari fiqih bersuci (thaharah), fiqih transaksi (mu’amalah), fiqih pernikahan (munakahah), fiqih makanan (ath’imah); dan fiqih gugatan dan bukti (dakwa wal bayyinat).
 

Semua pembahasan dasar dan pokok dalam ilmu fiqih dibahas dengan sangat detail olehnya. Jawaban yang disampaikan pun sangat luas. Tidak hanya sebatas jawaban atas suatu pertanyaan, Imam As-Suyuthi juga menawarkan beberapa solusi brilian atas suatu kejadian agar bisa mendapatkan legalitas dalam syariat Islam.
 

Kedua, fatwa-fatwa ushul fiqih (fatawa al-ushuliyah). Dalam pokok pembahasan yang kedua ini, Imam As-Suyuthi menulis beberapa konsep ushul fiqih atas pertanyaan yang disampaikan kepadanya dan rentan disalahpahami. Di antaranya seperti cara memadukan masalah kewajiban (fardhu kifayah) adanya seorang mujtahid dalam suatu masa, sehingga akan berdosa semua orang yang ada pada wilayah tersebut jika tidak ada yang mencapai derajat mujtahid, dan tidak adanya pembawa risalah (nabi) pada zaman fatrah.
 

Kemudian ia menjawab bahwa keduanya memiliki konsep berbeda yang tidak bisa disamakan. Kewajiban menjadi mujtahid dalam suatu masa bersifat khusus, yaitu hanya bagi orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mencapai derajat mujtahid, namun ia lalai untuk mencapainya. Artinya, jika di wilayah tersebut tidak ada yang menjadi mujtahid, maka hanya orang yang mampu namun lalai tersebut yang berdosa. (As-Suyithi, I/283).
 

Ketiga, fatwa-fatwa Al-Qur’an (fatawa al-Qur’aniyah). Pada pembahasan ketiga ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi menulis semua jawaban pertanyaan-pertanyaan tentang Al-Qur’an yang disampaikan kepadanya. Di dalamnya ia jelaskan banyak sekali ilmu-ilmu Al-Qur’an, mulai dari arti suatu ayat Al-Qur’an, hingga hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
 

Keempat, fatwa-fatwa hadits (fatawa al-haditsiyah). Dalam pokok pembahasan yang keempat ini, Imam As-Suyuthi menulis beberapa hadits-hadits Nabi saw atas pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Pada pembahasan ini, mulanya ia menjelaskan derajat hadits, antara shahih, hasan, dhaif, dan lainnya. Kemudian ia jelaskan maksud dan makna yang terkandung dalam hadits tersebut.
 

Kelima, fatwa-fatwa pokok agama (fatawa ushuliyah ad-diniyah). Pada pembahasan kelima ini, ia menjelaskan tentang pokok-pokok agama Islam, mulai dari definisi iman, rukun, syarat, dan sebabnya. Kemudian ia juga menjelaskan bahwa iman bisa saja terus bertambah, dan bisa juga untuk berkurang. Selain itu, ia juga menjelaskan nikmat-nikmat yang didapatkan oleh umat Islam yang Allah takdirkan sebagai umat Nabi Muhammad, dan pembahasan lainnya. 
 

Keenam, fatwa-fatwa tentang ilmu nahwu (fatawa an-nahwiyah). Dalam pokok pembahasan keenam ini, ia menjelaskan beberapa konsep-konsep lmu nahwu atas pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Pada mulanya, ia membahas hakikat dari nahwu itu sendiri, selanjutnya definisi ilmu nahwu, cara i’rab dan cara baca suatu kalimat. Ia juga menjelaskan beberapa hal-hal penting dalam ilmu nahwu yang sering terabaikan oleh orang lain ketika membaca teks-teks Arab.

 

Demikianlah gambaran ​​​​​​​sekilas Kitab Al-Hâwi lil Fatâwi, salah satu kitab penting dengan sistem tanya jawab yang mudah untuk dipahami dan dipelajari, karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Wallahu a’lam.​​​​​​​
 

 

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur