Daerah HARI SANTRI 2023

Awal Mula Cara Unik Pesantren Annuqayah Lubangsa Kurangi Sampah Plastik

Kam, 19 Oktober 2023 | 21:00 WIB

Awal Mula Cara Unik Pesantren Annuqayah Lubangsa Kurangi Sampah Plastik

Tempat pemilahan sampah di UPT Jatian Annuqayah Sumenep Jawa Timur (Foto: NU Online/Firdausi)

Sumenep, NU Online
Selain Pemulung Sampah Gaul (PSG) di Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 Annuqayah dalam mewujudkan lingkungan pesantren tanpa sampah plastik, ada pula Laboratorium Sampah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jatian Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur berikhtiar agar santri tidak membuat sampah. 


Penamaan Jatian disematkan karena laboratorium sampah yang berdiri di atas lahan pengasuh, berada di tengah-tengah pohon jati, tepatnya di belakang kediaman pengasuh pesantren. Didirikannya wadah pengolahan sampah ini, berangkat dari sebuah kabar yang menyatakan bahwa Pesantren Annuqayah adalah 1 dari 3 pesantren di Indonesia yang berwawasan lingkungan hidup.

 

Direktur UPT Jatian Hariyadi menceritakan, sebenarnya Pengasuh Annuqayah Lubangsa tidak setuju atas penyematan tersebut. Pengasuh beralasan tidak semua pesantren daerah di Annuqayah menekan angka sampah. Ia menjelaskan bahwa pesantren Annuqayah unik. Dalam dinamika perkembangannya, keturunan KH Muhammad Asy-Syarqawi mendirikan daerah di tempat tinggalnya masing-masing. Hal inilah Annuqayah dikenal pesantren federasi yang memiliki banyak daerah.

 

"Sebenarnya saat mendapatkan penghargaan itu, sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Lancaran Guluk-Guluk membeludak. Termasuk sampah ditumpuk di area Jatian yang menimbulkan ketidaknyamanan dari kiai, santri dan tetangga pesantren. Bahkan kiai pun pernah berfatwa bahwa membuang sampah ke TPA hukumnya haram," ujar Hariadi kepada NU Online, Rabu (18/10/2023).

 

Berangkat dari penghargaan tersebut, lanjutnya, pengasuh menyekolahkan 5 santrinya ke Panggungharjo Bantul, Yogyakarta untuk belajar mengelola sampah. Setelah mengikuti pelatihan tersebut, sampah tidak dibuang ke TPA lagi dan mempersiapkan infrastruktur untuk mendirikan pengelolaan sampah.

 

"Modal awal 1 juta rupiah. Uang tersebut digunakan untuk membuat alat pembakaran sampah residu (insinerator). Sedangkan alat pemilah sampah dan lainnya diambil dari barang bekas yang dikumpulkan di sini, seperti bambu, kayu, dan barang lainnya," ucap alumnus Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk ini.


Langkah selanjutnya, pihak pesantren membentuk struktur kepengurusan yang secara administratif berada di bawah naungan pesantren. Mereka terdiri dari direktur; sekretaris; bendahara; tim pemilihan, tim karbonasi atau pembakaran; tim pengolahan sampah yang terdiri dari 3 jenis yakni termoplas, rosok, dan kompos; tim transporter atau tim kebersihan pesantren yang memiliki izin masuk ke area asrama putri.

 

Setelah dibentuk struktur kepengurusan, pengelola membuat area khusus dalam pengolahan sampah. Dalam hal ini terdapat 3 area, yaitu area pemilahan, area pembakaran (karbonasi), dan area rosok (sampah yang memiliki nilai jual). Area rosok terdiri dari area rongsok pet/botol, area rosok gelas, area kardus dan kertas, area rosok logam, area rosok atom, area gelas kaca, area termoplas atau proses pelelehan plastik.

 

"Penjemputan sampah dilakukan setiap hari menggunakan viar ke setiap asrama. Pagi pukul 07.00 WIB dan sore pukul 17.00 WIB. Pengurus harian stand by di kantor Jatian untuk mengontrol jalannya pengolahan dan mengevaluasi kinerja bersama pengasuh," jelasnya. 

 

Pemilahan
Hariyadi menegaskan, sampah berasal dari hulu (kompleks santri), sedangkan pengolahannya disebut hilir (laboratorium sampah). Sebelum sampah sampai ke hulu, santri memilihanya di asramanya masing-masing-masing. Untuk mempermudah pemilihan, petugas mengelompokkannya menjadi 5 macam, yaitu Plastik Keras (PK), Plastik Daun (PD), kertas, organik dan residu.

 

Ia menjelaskan, sampah PK terdiri dari gelas, atom, logam; sampah PD terdiri dari kresek, plastik bening, plastik multilayer, bungkus pentol, tali rafia, dan lainnya; sampah kertas terdiri sisa undangan, kotak nasi, kardus.; sampah organik terdiri dari dedaunan, sayuran dan sisa makanan; sampah residu terdiri dari pembalut wanita, popok, dan sejenisnya.


"Sampah PK kami kumpulkan di tempat yang sudah ditetapkan. Sampah PD diolah menjadi ekopaving dan kerjainan tangan yang diolah menjadi tas, dompet, vas bunga, tikar, dan lainnya. Untuk sampah kertas dijual dan dijadikan boneka. Sampah organik diolah menjadi pupuk cair setelah difermentasi. Sampah residu dimusnahkan karena tidak bisa didaur ulang," terangnya.

 

"Proses pemilahan, daur ulang dan pembakaran dilakukan pukul 13.00 WIB tepatnya di luar jam belajar formal. Di malam hari dilanjut tahap kedua yang start pada pukul 21.00 WIB," sambungnya.

 

Dirinya mengatakan, setiap sampah yang masuk ke UPT Jatian ditimbang terlebih dulu guna mengetahui volumenya. Diketahui volume sampah per harinya ditentukan dengan momen tertentu. Untuk hari Jumat dan Sabtu, volume sampah kurang lebih 100-200 kilogram. Meningkatnya sampah itu karena di hari Jumat adalah hari kunjungan wali santri, sedangkan hari Sabtu sisa makanan kunjungan wali santri.


"Di luar hari Jumat dan Sabtu, volume sampah kurang lebih 60-80 kilogram. Semenjak ada UPT Jatin, sampah plastik berkurang. Namun yang masih tetap jumlah sampahnya adalah sampah residu seperti pembalut. Kendati demikian, kami setiap hari melakukan evaluasi jikalau ada peningkatan jumlah sampah, termasuk melibatkan pengurus pesantren dalam mengatasi persoalan ini," ungkapnya. 

 

Agar santri tidak membuat sampah, pihaknya membuat poster yang berisi ajakan kepada agar tidak membuat sampah. Selain itu, fasilitas yang mereka berikan, disulap secantik mungkin agar tidak terkesan menjijikkan. Sedangkan di lingkungan putri, ibu nyai menetapkan sebuah aturan agar lebih berhati-hati menjaga lingkungan.

 

Pihaknya sengaja memodifikasi tempat sampah agar agar santri meletakkan sampah sesuai jenisnya. Misalnya, menaruh karung (bekas wadah bawang) di setiap kamar sebagai tempat sampah keras, seperti logam, kaca, dan sejenisnya. 


"Untuk jenis plastik daun, kami menyediakan jarum besar dan benang yang ditaruh di setiap kamar. Alat itulah yang dijadikan media oleh santri untuk mengumpulkan plastik. Jadi, setiap plastik ditusuk pakai jarum tersebut layaknya sate. Lewat cara inilah kami tak perlu ribet melakukan pemilahan di hulu," ucapnya.