Daerah

Salam Tempel, Begini Sisi Positifnya menurut Guru Besar UIN Ar-Raniry

Sel, 3 Mei 2022 | 10:00 WIB

Salam Tempel, Begini Sisi Positifnya menurut Guru Besar UIN Ar-Raniry

Ketua LP Ma'arif NU Aceh/Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Misri A Muchsin (Foto: istimewa)

Banda Aceh, NU Online

Salah satu tradisi yang dilakukan orang Indonesia di hari Raya Idul Fitri adalah 'salam tempel'. Di Aceh, tradisi ini disbeut 'bri peng urou raya'. 


Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama Aceh, Prof Misri A Muchsin mengatakan fenomena tradisi 'salam tempel' yang dilakukan masyarakat Aceh perlu dilestarikan karena pahalanya sangat agung. Salam tempel terlihat ketika ada saudara berkunjung dan membawa anak-anak kecil, biasanya anak-anak itu akan diberi hadiah berupa uang.


"Biasanya, ini dilakukan para orang tua untuk mengapresiasi keberhasilan anak-anaknya karena sudah menjalankan puasa selama bulan Ramadhan, dengan harapan anak-anaknya akan kuat berpuasa lagi di Ramadhan berikutnya," sambungnya.

 

Karena itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh itu tidak sependapat jika ada yang menganggapnya bidah. "​​​​​​Bidahkah praktik semacam itu? Biasanya saat lebaran yang pasti datang bertamu itu umumnya lebih banyak keluarga dekat. Bukan dalam artian non-keluarga tidak diberikan sedekah, namun esensi pahala lebih kepada kelurag dekat," ujarnya.


Penasehat Gerakan Pemuda (GP) Ansor ini mengatakan bersedekah dalam pandangan Islam kepada keluarga dekat lebih baik di bandingkan yang lain.


Prof Misri menyebutkan fenomena ini sebagaimana terpahami dari perkataaan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzab, ulama telah sepakat bahwa bersedekah kepada sanak famili lebih utama dibandingkan yang lain berdasarkan referensi beberapa hadits:


"Ulama sepakat bahwa sedekah kepada sanak kerabat lebih utama daripada sedekah kepada orang lain. Hadits-hadits yang menyebutkan hal tersebut sangat banyak dan terkenal. Pernyataan tersebut juga di dukung oleh Hadist Nabi Saw yang mengatakan kepada Abu Thalhah yang ingin menyedekahkan kebun Bairaha, kebun kurma terbaik miliknya. 'Saya berpandangan bahwa yang terbaik adalah engkau berikan sedekahmu itu kepada kerabatmu',"jelasnya. 


Memperkuat penjelasan tersebut, Prof Misri mengatakan bahwa Rasulullah saw saat lebaran juga menyuruh masyarakat saat itu untuk bersedekah. Ini sebgaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri. "Suatu ketika Rasulullah keluar menuju masjid guna menunaikan ibadah shalat Idul Adha atau Idul Fitri. Sehabis shalat, beliau menghadap warga sekitar, memberikan petuah-petuah kepada masyarakat dan menyuruh mereka untuk bersedekah. 'Wahai para manusia. Bersedekahlah!' Pesan Nabi," ungkapnya.

 

Masyarakat Arab

Prof Misri menyebutkan tradisi salam tempel juga pernah terjadi dalam masyarakat Arab yang disebut eidiyah. Setelah melaksanakan shalat Idul Fitri, masyarakat Arab biasanya berkumpul di masjid, bersalam-salaman, dan memberi hadiah. 


"Tradisi inilah yang kemudian juga dilakukan oleh masyarakat di Indonesia saat lebaran yang lebih dikenal dengan sebutan salam tempel. Ternyata, tradisi ini berasal dari awal abad pertengahan. Saat itu, kekhalifahan Fatimiyah membagikan uang, permen, ataupun pakaian pada anak-anak dan orang tua di hari pertama Idul Fitri," paparnya


Namun, menurut Prof Misri berdasarkan catatan sejarah di akhir periode Ottoman, eidiyah berubah menjadi memberikan sejumlah uang tunai dalam pecahan-pecahan yang lebih kecil. Uang ini biasanya diberikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka.


Kebiasaan tradisi Salam Tempel di Aceh menurut Prof Misri sejak dulu diberikan oleh orang tua atau sahib tempat kepada anak-anak umumnya, biasanya yang berumur jelang remaja atau setingkat. 


"Uang atau sedekah tersebut biasanya diberikan tanpa amplop meskipun di era Society 5.0 seperti saat ini banyak ditemukan angpao-angpao atau amplop bergambar yang dijual di toko-toko disisipkan uang diberikan kepada penerima," ulasnya.


Di Aceh sendiri kata Prof Misri, tradisi salam tempel walaupun sudah berumur remaja atau lebih dari itu kaum sarungan atau santri (aneuk beut) menjadi prioritas saat mereka bertamu untuk mendapatkannya. Masa salam tempel itu biasanya dilakukan pasca shalat Idul Fitri atau Idul Adha hingga sebulan lamanya.


Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Kendi Setiawan