Nasional

PP Muhammadiyah Tegaskan ‘Makmum’ ke PBNU soal Desakan Penundaan Pilkada

Rab, 23 September 2020 | 13:05 WIB

PP Muhammadiyah Tegaskan ‘Makmum’ ke PBNU soal Desakan Penundaan Pilkada

NU dan Muhammadiyah. (Ilustrasi: NU Online)

Jakarta, NU Online

Terkait pelaksanaan Pilkada yang dikabarkan telah ditetapkan oleh Pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu pada 9 Desember 2020, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sampai hari ini belum sama sekali mengubah keputusan terkait pernyataan untuk menunda penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.


Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini dalam webinar bertajuk Ngobrol Pilkada Sehat yang diselenggarakan Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) secara virtual, pada Rabu (23/9) sore.


Ia mengungkapkan, keputusan PBNU itu berdasarkan pertimbangan. Pertama progres perkembangan jumlah pasien positif Covid-19 yang terus bertambah. Bahkan tiga hari lalu, orang yang terkonfirmasi positif mencapai rekor tertinggi yakni mencapai 4000 lebih kasus.


“Ini angka yang mengkhawatirkan,” kata Sekjen PBNU kelahiran Cirebon, 48 tahun yang lalu ini.


Helmy pun menyayangkan fenomena yang terjadi pada saat proses pendaftaran Pilkada pada awal September lalu yang terdapat banyak pelanggaran protokol kesehatan. Bahkan ada yang tengah positif Covid-19 tetapi melakukan tatap muka langsung.


“Kita juga tahu ada panggung terbuka yang kemudian lokasi itu melahirkan klaster Covid-19 baru,” ungkapnya.


Dengan melihat dua peristiwa besar itu, lanjut Helmy, menandakan bahwa masyarakat Indonesia sebagai entitas bangsa belum mampu upaya menanggulangi Covid-19. Setidaknya meminimalisasi penyebaran virus.


Selain itu, tambahnya, PBNU memandang bahwa dalam maqasidus syariah terdapat poin penting yakni hifdzhunnafs atau menjaga keselamatan jiwa. Bagi NU, menyelamatkan nyawa manusia adalah sesuatu hal yang harus diutamakan dalam mengambil kebijakan.


“Kalau Pilkada ini dipaksakan terselenggara pada 9 Desember pasti akan menjadi apa yang disebut oleh banyak pihak sebagai klaster demokrasi,” kata alumnus Universitas Paramadina Jakarta ini.


Oleh karena itu, PBNU memberikan seruan moral untuk menunda pelaksanaan Pilkada dan befokus untuk menanggulangi Covid-19 yang hingga kini belum dapat dikendalikan.


“Selama kita semua tidak bisa ketat dalam menjalani protokol kesehatan, maka selama itu pula berarti kita belum bisa menanggulangi Covid-19 ini,” tegasnya.


PP Muhammadiyah Makmum ke PBNU


Pada diskusi yang sama, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa dalam hal menunda penyelenggaraan Pilkada serentak, PP Muhammadiyah bermakmum pada PBNU.


“Awalnya Muhammadiyah belum menyampaikan pandangan karena ingin terlebih dulu melihat situasi dan kondisi. Tapi karena kami melihat PBNU sudah mengeluarkan pernyataan, jadi kami makmum saja kepada PBNU. Karena memang isi pernyataannya relatif sama,” ucapnya.


Selain itu, Mu’ti juga mengimbau kepada DPR RI untuk lebih meningkatkan hal-hal yang sifatnya pengawasan terhadap Covid-19. Sebagaimana PBNU, Muhammadiyah pun menduga bahwa pada akhir-akhir ini telah terjadi penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Pesantren (BOP).


“Dana untuk mengatasi dan menanggulangi Covid-19 pun tidak bisa dijamin untuk tidak bocor,” ungkap Mu’ti.


Selanjutnya ia bertutur, jika masyarakat memandang bahwa persoalan Covid-19 adalah problem secara keseluruhan maka sikap sebagai masyarakat pun, terutama organisasi kemasyarakatan seperti NU dan Muhammadiyah, juga harus sama.


“Kami di ormas (Muhammadiyah) memandang bahwa situasi sekarang dalam keadaan darurat dan belum ada tanda-tanda Covid-19 ini belum berakhir,” katanya. Dengan begitu, tambah Mu’ti, sikap PP Muhammadiyah pun masih sama dengan PBNU.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad