Nasional

23 Koruptor Bebas Bersyarat, Lakpesdam PBNU: Harusnya Diperberat dan Dimiskinkan

Jum, 9 September 2022 | 20:30 WIB

23 Koruptor Bebas Bersyarat, Lakpesdam PBNU: Harusnya Diperberat dan Dimiskinkan

Ketua Lakpesdam PBNU, H Ulil Abshar Abdalla. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil mengatakan, hukuman bagi koruptor perlu diperberat dengan dihukum seumur hidup serta dimiskinkan. Hukuman berat diharapkan mampu memberikan efek jera dan mengoptimalkan pemberantasan korupsi di Indonesia.


“Mereka harus dihukum dengan berat. Ada kecenderungan hukuman bagi korupsi makin melunak sekarang,” terangnya kepada NU Online, Jumat (9/9/2022).


Pernyataan itu ia sampaikan sebagai respons atas pembebasan bersyarat 23 narapidana korupsi pada Selasa (6/9/2022). Beberapa dari mereka telah mendekam di penjara selama bertahun-tahun.

 

Namun, di antaranya baru menjalani pidana singkat seperti mantan jaksa, Pinangki Sirna Malasari. Tidak sedikit narapidana yang bebas itu terlibat kasus korupsi berjumlah miliaran hingga triliunan Rupiah. 


Sebab, Gus Ulil berpandangan bahwa seorang koruptor tidak kalah berbahaya dari seorang teroris. “Korupsi sangat berbahaya bagi negeri ini, Sama bahayanya dengan terorisme,” kata Gus Ulil.


Pandangan ini didasarkan atas akibat yang timbul dari ketidakmaksimalan hukum kepada koruptor dapat menimbulkan dampak negatif yang jauh lebih besar dibanding teroris. “Mereka berpikir korupsi bukan lagi kejahatan yang luar biasa, karena hukumannya terlalu ringan sehingga tidak ada efek jera,” jelasnya.


Persoalan korupsi di Tanah Air, menurut Gus Ulil, perlu mendapat pengawasan dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat. Kesadaran masyarakat yang makin tinggi akan hak-haknya diharapkan dapat meningkatkan perhatian pemerintah membentuk sistem pengawasan lebih komprehensif dan lebih tegas.


“Korupsi ini memang perlu pengawasan publik. Ya, pengawasan dengan terus menyuarakan protes dan kritik. Lewat media sosial, misalnya,” ucap pengampu Ngaji Ihya Ulumiddin itu. 


“Publik harus menjadi watchdog,” sambung Dosen Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.


Kritik KPK

Pembebasan bersyarat kepada 23 narapidana korupsi juga menuai kritik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menyebut sejatinya korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang juga harus ditangani dengan cara-cara yang ekstra.


"Pembinaan para pelaku korupsi pasca putusan pengadilan menjadi kewenangan dan kebijakan Kemenkumham. Meski demikian, korupsi di Indonesia yang telah diklasifikasikan sebagai extraordinary crime, sepatutnya juga ditangani dengan cara-cara yang ekstra, termasuk pelaksanaan pembinaan di LP sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses penegakan hukum itu sendiri," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syakir NF