Nasional

Alissa Wahid: Moderasi Beragama Berhasil Karena Alami Reaksi Balik

Jum, 9 Desember 2022 | 20:30 WIB

Alissa Wahid: Moderasi Beragama Berhasil Karena Alami Reaksi Balik

Ketua PBNU Alissa Wahid saat berbicara dalam Bedah Buku Moderasi Beragama - Karya Lukman Hakim Saifuddin (LHS), Kamis (8/12/2022). (Foto: Dok. BLAJ)

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menilai konsep moderasi beragama yang diinisasi oleh Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin (LHS) telah berhasil.


Hal tersebut dikatakan Alissa dalam tayangan video YouTube BLA JAKARTA berjudul Bedah Buku Moderasi Beragama - Karya Lukman Hakim Saifuddin yang tayang pada Kamis (8/12/2022).


“Ukuran keberhasilan itu karena moderasi beragama sejak pertama kali dicetuskan hingga saat ini mengalami banyak reaksi balik. Baik reaksi yang bersifat konstruktif dan kritis maupun serangan-serangan dari pihak yang tak setuju dengan moderasi beragama,” ujarnya.


Menurut Alissa, moderasi beragama ini merupakan jawaban atas berbagai praktik keagamaan yang eksklusif dan ekstrem. Karena itu, tak heran jika para aktor praktik keagamaan tersebut bereaksi.


“Ketika itu bereaksi maka menjadi penanda bahwa kita berada di jalan yang benar. Artinya, tahapannya memang sudah sampai sana,” ungkap Alissa dalam Bedah Buku Moderasi Beragama: Tanggapan atas Masalah Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya karya LHS di Wisma Syahida UIN Jakarta.


Alissa menganalogikan, konsep moderasi beragama merupakan bagian dari upaya kontestasi gagasan. Apabila dalam kontestasi ini moderasi beragama tidak menerima reaksi atau tidak direspons oleh kontestan lain, maka moderasi beragama belum cukup memadai atau belum dianggap layak diperhitungkan.


“Tetapi ketika sekarang serangan-serangan kepada konsep moderasi beragama berdatangan dari kontestan lainnya, maka menurut saya itu berarti sudah benar,” tutur Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.


Alissa menegaskan, serangan-serangan yang muncul itu tidak bisa dihindari sama sekali. Terlebih bagi orang seperti Alissa yang selalu melakukan pendampingan terhadap isu-isu kemerdekaan beragama dan berkeyakinan.


Keunggulan Moderasi Beragama
Kerangka kerja moderasi beragama yang diinisiasi LHS, menurut Alissa Wahid, memiliki beberapa keunggulan. Antara lain karena kekuatan dari bangunan konstruksi kerangka moderasi beragama itu sangat mapan. Lalu konsep moderasi beragama sangat cocok dengan upaya untuk membangunnya sebagai sebuah gerakan. 


“Kalau konstruksi saja tanpa gerakan, dia tidak akan meluas. Gerakan tanpa konsep yang jelas, dia juga nggak akan ke mana-mana,” tutur putri sulung Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.


Alissa menyebutkan, sebuah gerakan perubahan membutuhkan empat elemen yang harus diselesaikan. Pertama, harus ada urgensinya. Jika gerakan perubahan tidak ada urgensinya maka tidak akan bisa menjadi perubahan berkelanjutan.


Kedua, lanjut dia, ada visi dan konsep yang jelas yang disepakati oleh para aktornya. Ketiga, kapasitas perubahan. Keempat, terdapat langkah-langkah dapat ditindaklanjuti.


“Konsep moderasi beragama ini alhamdulillah kerangka kerjanya kuat, lalu didorong menjadi sebuah gerakan,” ungkap Alissa.


Kontribusi berharga
Lukman Hakim Saifuddin dinilai telah berhasil melakukan kontribusi berharga dengan memberi peninggalan berupa gagasan moderasi beragama kepada dua Menag berikutnya, Fachrul Razi dan Yaqut Cholil Qoumas.


Saat ini, Alissa menyebut bahwa Gus Yaqut sebagai Menag mewajibkan semua ASN Kemenag untuk mengikuti agenda internalisasi moderasi beragama. Sebab moderasi beragama ini sangat penting. Menurut dia, LHS telah memberikan peninggalan berupa kerangka yang memadai untuk membuat sebuah gerakan.


“Walaupun secara peta jalan, moderasi beragama masih di ruang lingkup negara, tetapi pada kenyataannya sekarang masyarakat umum sudah bicara moderasi beragama. Kontribusi Bapak (LHS-red) sudah besar. Karena yang kita butuhkan memang bahan untuk membangun gerakan,” tutur Alissa.


LHS menjelaskan, moderasi beragama tidak hanya semata untuk menjaga, memelihara, dan merawat kehidupan keagamaan. Tetapi, sekaligus untuk menjaga keindonesiaan. Ia menyebutkan dua ciri dari keindonesiaan yakni keberagaman atau kemajemukan bangsa dan masyarakat agamis.


“Inilah bangsa yang dalam menjalankan aktivitas keseharian di sektor apa pun tidak akan pernah bisa meninggalkan atau melepaskan diri dari nilai-nilai agama. Jadi agama begitu menyatu,” tutur putra dari KH Saifuddin Zuhri itu.


Dengan demikian, menjaga keindonesiaan pada hakikatnya adalah menjaga keberagaman sekaligus menjaga nilai-nilai agama agar bisa tetap lestari dalam kehidupan bangsa ini.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori