Nasional

Direktori Rumah Ibadah Bersejarah Karya Puslitbang Kemenag Difinalisasi

Jum, 18 Oktober 2019 | 12:30 WIB

Direktori Rumah Ibadah Bersejarah Karya Puslitbang Kemenag Difinalisasi

Kepala Puslitbang LKKMO Muhammad Zain (kiri), Kaban Litbang Diklat Abdurrahman Mas'ud (tengah) didampingi Kabid Litbang Khazanah Keagamaan Eddy Mawardi berbicara dalam diskusi direktori RIB di Jakarta, Jumat (18/10). (Foto: NU Online/Ova)

Jakarta, NU Online
Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat Kemenag RI menggelar pertemuan dengan para peneliti dan penulis direktori Rumah Ibadah Bersejarah (RIB). Pertemuan yang digelar di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat, Jumat (18/10) untuk melakukan finalisasi penulisan direktori RIB.
 
Dalam arahannya, Kepala Badan (Kaban) Litbang Diklat Kemenag Abdurrahman Mas’ud menilai, penulisan direktori rumah ibadah bersejarah sangat signifikan, mengingat sejarah dan khazanah yang terkandung di dalamnya.
 
“Jika ditarik ke belakang, ini merupakan nafas utama, jantung utama. Jadi, ketika kita lupa akan al-madhi (sejarah masa silam), itu mirip orang yang pikun. Apalagi terkait rumah ibadah yang sacred (suci). Jadi, sebaik-baik tempat di muka bumi adalah masjid. seburuk-buruknya adalah pasar,” ujarnya.

Secara khusus, Kaban memberi tambahan data tentang dua masjid tersebut, yakni Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus. “Meskipun saya menulis keduanya sedang di tempat yang jauh, kampus UCLA Amerika pada 1997. Paling tidak tulisannya bisa dipertanggungjawabkan karena ini disertasi,” ungkapnya.
 
Kaban memulainya dengan kutipan yang ada dalam disertasi berbahasa Inggris yang sudah dibukukan dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia. “Untuk edisi Indonesia-nya berjudul 'Dari Haramain ke Nusantara',” paparnya.

Abdurrahman kemudian mengutip Nancy Florida yang menyebut bahwa masjid tertua di Tanah Jawa adalah Masjid Agung Demak. Masjid ini memiliki sejarah panjang yang berdirinya bahkan mendahului Kerajaan Demak Bintoro. Demikian juga Masjid Menara Kudus yang bernama Al-Aqsha.
 
“Jadi, kalau ini tidak masuk bisa kualat nanti karena terkait langsung dengan Wali Songo,” seloroh Kaban disambut tawa hadirin. 
 
Pria asal Kudus ini menambahkan, di Kudus juga lahir seorang ulama yang merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama, yakni KH Raden Asnawi Kudus. 

“Beliau lahir di Damaran, sekilar 200 meter dari Masjid Menara Kudus. Menariknya, beliau masih suka memakai pakaian khas Jawa yakni blangkon meski lama tinggal di Arab Saudi. Kalau ceramah atau ngisi pengajian juga pakai Bahasa Jawa,” ungkapnya. 
 
Pusat Aktivitas Ritual
Kepala Puslitbang LKKMO Muhammad Zain dalam laporannya memberikan penjelasan terkait historisitas penyusunan direktori rumah ibadah bersejarah. 

Keberadaan rumah ibadah, lanjut dia, tidak dapat dipisahkan dari aktivitas ritual keagamaan sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta. Selain itu, juga sebagai media hubungan sosial budaya sesama manusia.
 
“Dalam Islam misalnya, pada awal perkembangannya masjid tidak semata sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai tempat pembinaan umat dalam berbagai aspeknya. Nah, sekedar informasi bahwa direktori yang memuat 200-an entri ini rencana memiliki 2000-an halaman,” ujarnya. 
 
Ia kemudian mengutip Hasan Muarif Ambary dalam bukunya berjudul 'Menemukan Peranan Jejak Arkeologi dan Historis Islam di Indonesia'. Ambary menyebut bahwa benda-benda bersejarah merupakan salah satu instrumen analisis untuk menelusuri sejarah masuknya agama-agama di Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah bangsa Indonesia secara umum.
 
Pria asal Mandar Sulawesi Barat ini menambahkan, Indonesia kerap disebut masih rendah dalam literasi: baca-tulis, numeral-matematika, sains, budaya, dan agama. Dalam konteks ini, finalisasi direktori Rumah Ibadah Bersejarah (RIB) menjadi penting.
 
“Hal ini penting dalam rangka peningkatan literasi masyarakat Indonesia untuk lebih mengenal sejarah bangsanya sendiri. Untuk sementara, ini nanti direktori jilid I. Saya berharap, penulisan direktori ini ditindaklanjuti untuk penelitian tahun depan. Sebab, masih ada beberapa wilayah seperti Kalimantan dan Sulawesi serta Indonesia Timur belum masuk,” tandasnya.
 
Kegiatan tersebut mengundang seluruh perwakilan enam agama dari masing-masing direktorat bimas di lingkungan Kemenag. Hadir juga sejumlah peneliti Puslitbang LKKMO dan akademisi serta delegasi ormas Islam. 
 
Pewarta: A Musthofa Asrori
Editor: Abdul Muiz