Nasional

Kiai Ahsin Sakho: Nabi Muhammad Pemimpin Terbaik Segala Kondisi

Sel, 26 Oktober 2021 | 09:30 WIB

Kiai Ahsin Sakho: Nabi Muhammad Pemimpin Terbaik Segala Kondisi

Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Qur’an, Arjawinangun, Cirebon, KH Ahsin Sakho Muhammad (Foto: fb Ahsin Sakho Center)

Jakarta, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Qur’an, Arjawinangun, Cirebon, KH Ahsin Sakho Muhammad menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin terbaik di segala kondisi; baik di dalam rumah maupun di lingkungan masyarakat. 

 

"Kalau Nabi berada di rumah, beliau menjadi suami terbaik. Nabi mengatakan, sebaik-baiknya kamu adalah orang yang paling terbaik pada keluarga dan aku adalah orang yang terbaik pada keluarga," kata Kiai Ahsin saat mengisi Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), pada Senin (25/10/2021).  

 

Nabi Muhammad pun menjadi ayah terbaik bagi anaknya. Kiai Ahsin berkisah, suatu saat Sayyidah Fatimah datang menghampiri sang ayah. Kemudian Nabi Muhammad merangkul dan membawa Siti Fatimah ke tempat duduk yang bisa didudukinya. 

 

"Kalau orang Jawa, kan tidak boleh begitu (anak duduk di kursi orang tua). Nabi justru mendudukkan Siti Fatimah itu di tempat duduk Nabi yang terbuat dari kulit domba. Nabi biasa duduk di situ, Siti Fatimah disuruh duduk di situ. Itu kan luar biasa," terang Kiai Ahsin. 

 

Sementara di masyarakat, Nabi Muhammad juga menjadi seorang pemimpin terbaik. Nabi dapat bergaul dengan siapa saja, dari segala kalangan. Kiai Ahsin mengatakan, Nabi biasa bergaul dengan para janda, anak-anak yatim piatu, orang miskin dan kaya, serta orang Yahudi dan Nasrani. 

 

"Kalau seandainya Nabi bertemu dengan para nabi, beliau adalah sayyidul ambiya wal mursalin. Menjadi pemuka dari nabi dan rasul. Apa di balik kehebatan itu? Nabi pernah berkata, Allah telah mendidikku dengan cara yang paling baik. Kalau kita lihat, kehidupan Nabi itu penuh dengan penderitaan," jelas Rais Majelis Ilmu Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh (JQH) Nahdlatul Ulama (NU) itu. 

 

Saat Nabi Muhammad berusia dua bulan di dalam kandungan Siti Aminah, sang ayah Abdullah diwafatkan Allah ketika pulang dari Negeri Syam membawa dagangan. Di perjalanan itu, Abdullah merasa tidak enak badan.

 

"Kemudian dirawat di Bani ‘Adi, di Bani Najjar, selama sebulan, akhirnya meninggal. Nabi ketika lahir, disusui oleh Tsuwaibah Al-Aslamiyah, budak Abu Lahab. Setelah itu, disusui Halimatussa’diyah. Lalu diserahkan kepada ibunya," jelas Kiai Ahsin. 

 

Namun, Halimah merasa senang menyusui Nabi Muhammad. Sebab Nabi Muhammad membawa keberkahan tersendiri bagi kehidupan Halimah. Salah satunya, seluruh kambing yang dipelihara menjadi gemuk. Melihat keberkahan itu, seseorang dari kabilah Ibnu Syam membuat pengumuman agar kambing para penggembala digembalakan bersama kambing-kambing Halimah. 

 

"Setelah itu, ibunya meninggal. Beliau dipelihara Abdul Mutholib, kakeknya, meninggal pula. Nabi menangis, umurnya sudah delapan tahun. Orang yang dijadikan sebagai wakil ayahnya meninggal," katanya.

 

Ditegaskan Kiai Ahsin, kepedihan hidup itulah cara yang dilakukan Allah dalam mendidik Nabi Muhammad sehingga kelak menjadi pemimpin yang tangguh dan disegani. Sejak kecil, bahkan sejak masih di dalam kandungan, Nabi telah kehilangan kedua orang tuanya. 

 

"Nabi itu hidup sebagai yatim-piatu, tidak punya ayah dan ibu. Orang yang paling disayangi Nabi malah pada meninggal satu per satu. Ini Allah ingin supaya Nabi Muhammad hanya bersandar kepada Al-Khaliq, Allah, bukan kepada manusia," pungkas Rektor Institut Ilmu Qur’an (IIQ) 2006-2014 itu.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan