Nasional RISET BALITBANG KEMENAG

Pembentukan Karakter Masyarakat Bali melalui Tradisi Lisan

Kam, 19 September 2019 | 10:00 WIB

Pembentukan Karakter Masyarakat Bali melalui Tradisi Lisan

Masyarakat Bali dalam suatu kegiatan tradisi (Foto: panduanwisata.id)

Meski perkembangan era digital begitu cepat, tradisi lisan sangat tepat digunakan untuk tetap menjaga kerukunan dan keberagaman masyarakat Indonesia.
 
Di Bali, tradisi lisan yang banyak mengemukakan pesan dengan saling bertutur melalui ucapan, nyanyian, puisi, cerita rakyat, balada dan nasihat ini terbukti mampu merekatkan antargenerasi satu ke generasi lainnya, satu suku dengan suku lainnya, agama satu dengan agama lainnya. Apalagi, di tengah tersohornya Bali di muka dunia, Bali tidak mungkin tidak mengalami yang namanya kontak budaya dengan masyarakat global.
 
Seperti yang dipaparkan oleh Tim Peneliti Balai Litbang Agama (BLA) Semarang, Badan Litbang dan Diklat Kemenag, hal itu pasti ada persinggungan yang menguntungkan maupun merugikan jika tidak disikapi dengan apik.
 
Dalam penelitian tersebut dijelaskan dari sisi ekologis Bali hampir mengalami krisis akibat kontak budaya. Beberapa persoalan ekologis yang dihadapi masyarakat Bali di antaranya, pertama, problem perebutan lahan pertanian, hutan, dan air yang kian terbatas. Kedua, erosi, abrasi pantai, polusi lahan plastik, polusi air oleh polutan sisa pestisida, sabun, zat warna, air panas, pencemaran udara, dan lainnya.
 
Ketiga, dislokasi budaya atau perilaku konsumerisme yang melanda generasi muda Bali termasuk meniru perilaku wisatawan. Keempat, adanya kesenjangan ekonomi yang terlihat nyata antara yang kaya dengan yang miskin akibat  pembagian  keuntungan  yang tidak merata antar daerah. Kelima, adanya kelemahan manajemen dalam penetapan kebijakan. 
 
Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, penggalian kembali nilai-nilai luhur karakter masyarakat Bali yang terkandung di dalam tradisi lisan Bali menjadi penting untuk dilakukan. Penggalian nilai-nilai luhur ini sejalan dengan program penumbuhan pendidikan karakter yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
 
Pemerintah menetapkan adanya butir-butir nilai pendidikan karakter yang terdiri atas nilai religius, jujur, bertanggungjawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wira usaha, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu, sadar diri, sadar akan hak dan kewajiban diri  dan orang lain, patuh pada aturan-aturan social, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, demokratis,  ekologis, nasionalis dan menghargai keragaman.
 
Negara melalui rumusan konsep pendidikan karakter tersebut menetapkan arah pembentukan karakter masyarakat sedangkan penggalian nilai-nilai luhur dalam tradisi lisan merupakan upaya menguatkan kembali pondasi karakter masyarakat yang telah ada. Sinergitas keduanya dapat menjadi modal kuat untuk membangun masyarakat Bali yang berkarakter. 
 
Selain rumusan konsep yang tepat, juga diperlukan upaya seluruh masyarakat untuk saling membangun dan mengamalkan nilai-nilai tradisi lisan yang telah menjadi identitas Bali ini. Agar di era modern, tradisi lisan tetap lestari dan menjadi solusi akan maraknya hoaks atau berita bohong. Dengan saling bertemu dan bertutur, kesalahpahaman akan dapat terselesaikan.
 
Dalam penelitian tersebut juga ditegaskan pentingnya menjaga kesenian rodat, kesenian burdah, burak, dan tradisi lainnya yang merupakan wadah komunikasi antarumat beragama. Selain itu, regulasi tentang penguatan tradisi lisan untuk pendidikan karakter anak sejak dini juga terbilang penting. Seperti, pengembangan dongeng dan permainan sebagai kegiatan ektra kurikuler pada sekolah tingkat PAUD, TK dan SD serta memasukkan materi tradisi lisan dalam pelajaran muatan lokal Sejarah relasi Hindu Muslim berbasis tradisi lisan perlu selalu dikuatkan.
 
Selain menyentuh pendidikan anak usia dini, hasil penelitian tahun 2018 itu juga menemukan perlunya pelestarian dan pengembangan dongeng dan kesenian bermuatan pendidikan karakter guna membentuk pribadi generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan alam. Sehingga, generasi muda aktif dalam kegiatan kepedulian sosial yang tinggi.

Dalam hal pembentukan karakter masyarakat ini tentunya juga tidak hanya menjadi tanggung jawab satu pihak namun juga butuh dukungan pemerintah terkait dalam mendukung pelestarian kebudayaan, salah satunya pelestarian lontar yang merupakan salah satu sumber sejarah tradisi lisan, penggunaan tingkat tutur Sor Singgih (bahasa halus Bali) dan tradisi kesenian kolaborasi Hindu-Muslim.
 
Apabila hal tersebut bisa berjalan dengan baik dan berkelindan, tidak heran jika Bali tetap dengan tradisi masyarakatnya yang plural dan berkarakter di tengah berkembangnya wisatawan global.
 
Penulis: Rifatuz Zuhro
Editor: Kendi Setiawan