Nasional

Tradisi Berbagi Uang saat Lebaran dan Status Kepemilikan Uang Anak

Rab, 19 April 2023 | 09:00 WIB

Tradisi Berbagi Uang saat Lebaran dan Status Kepemilikan Uang Anak

Ilustrasi uang rupiah. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Sudah menjadi tradisi jelang lebaran, banyak masyarakat yang berupaya mendapatkan uang baru dari Bank ataupun orang yang menawarkan jasa penukaran uang. Mulai nominal pecahan Rp2 ribu sampai dengan Rp50 ribu dan Rp100 ribu banyak diburu masyarakat sampai harus memesannya jauh-jauh hari sebelum lebaran.


Uang tersebut tidaklah menjadi koleksi karena nomor serinya berurutan. Namun uang tersebut biasa dibagikan kepada sanak keluarga, tetangga, teman, khususnya untuk anak-anak kecil. Masyarakat mewujudkan kebahagiaan dengan berbagi rezeki di hari raya dengan uang yang sering disebut ā€˜salam tempelā€™ atau angpau.


ā€œSudah kebiasaan. Setiap lebaran ngasih angpau ke anak-anak kecil. Ketemu keponakan-keponakan, radanya seneng bagi-bagi rezeki. Kadang-kadang ada anak-anak sengaja datang ke rumah tak pulang-pulang sebelum ada salam tempel,ā€ kata Ibu Apriana, warga Lampung kepada NU Online, Selasa (18/4/2023).


Ia mengaku jika tradisi ini sempat agak vakum saat lebaran di tengah pandemi. Ia tidak banyak memberi angpau kepada anak-anak karena lebarannya tidak semeriah biasanya. Saat ini ia mengaku sudah menyiapkan cukup banyak uang baru untuk dibagi-bagi. Ia merasakan ada kebahagiaan tersendiri berbagi angpau di momen lebaran.


ā€œSaat ini sudah lebaran normal. Banyak saudara-saudara yang pulang kampung. Mudah-mudahan dapat berkah dengan bagi-bagi rezeki,ā€ katanya.


Menurut Suryani M. Nur, pengamat sosial dari Universitas Tulang Bawang Lampung, budaya yang sering disebut dipengaruhi oleh tradisi Arab dan Tionghoa ini, memiliki banyak nilai positifnya. Di samping berbagi rezeki, budaya ini juga menunjukkan kepekaan sosial serta menumbuhkan ikatan psikologis positif antara yang memberi dan menerima.


ā€œTerlebih pada momentum lebaran, semua orang, khususnya umat Islam sedang merayakan hari bahagia. Dengan berbagi tentu akan menambah kebahagiaan bersama,ā€ ungkapnya melalui sambungan telepon.


Namun ia mengingatkan pula, tradisi ini harus dilakukan dengan ikhlas tanpa paksaan. Dalam artian, masyarakat tidak perlu memaksakan jika memang sedang dalam kondisi keuangan yang tidak baik. Tradisi ini juga tidak boleh menjadi kebiasaan mengajarkan sifat tamak atau berharap-harap pemberian orang lain.


Terlebih jika mencari angpau sengaja dijadikan pekerjaan. Para orang tua ā€˜mengerahkanā€™ anak-anaknya untuk berkeliling menemui banyak orang untuk mengumpulkan uang. Ini tentu pendidikan yang tidak baik kepada para generasi muda.


Jika pun ternyata tanpa direncanakan kemudian anak-anak mendapatkan uang angpao yang cukup banyak, maka itu menjadi hak anak. Bukan hak atau menjadi milik orang tua.


Dalam artikel NU OnlineĀ berujudul Apakah Orang Tua Boleh Pakai Uang Amplop Lebaran Anak? disebutkan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk mendayagunakan uang anaknya agar berkembang.Ā 


Tetapi secara minimal, pihak orang tua bertanggung menjaga uang tersebut agar tidak habis sia-sia. Secara umum, orang tua hanya boleh menggunakan uang tersebut untuk kepentingan kemaslahatan anaknya. Orang tua tidak boleh menggunakan uang tersebut untuk kepentingan dirinya.Ā 


Orang tua tidak boleh mendonasikan uang amplop lebaran anaknya. Pasalnya, transaksi pendonasian tidak memberikan manfaat apapun bagi pihak anak. Sedangkan donasi hanya boleh dilakukan oleh pemilik aset. Sementara orang tua hanya memiliki hak kewalian.Ā 


orang tua hanya diperbolehkan membelanjakan dan menggunakan uang tersebut untuk semata kepentingan anaknya, seperti pendaftaran sekolah, pemenuhan fasilitas pendidikan anaknya, atau pembelanjaan mainan anak sesuai kebutuhannya.


Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad