Risalah Redaksi

Memastikan Kepatuhan Protokol Kesehatan dalam Muktamar NU

Ahad, 19 Desember 2021 | 18:30 WIB

Memastikan Kepatuhan Protokol Kesehatan dalam Muktamar NU

Panitia telah bekerja keras untuk memastikan upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

Citra publik NU menjadi pertaruhan dalam gelaran muktamar ke-34 yang masih berlangsung selama pandemi ini. Selama ini NU merupakan organisasi yang sangat getol mengampanyekan pentingnya kepatuhan protokol kesehatan. Kini saatnya NU menunjukkan kepada publik, apakah kita dapat memenuhi ketentuan protokol kesehatan yang selama pandemi ini selalu disampaikan kepada umat.

 

Jika tampilan ke publik menunjukkan bahwa penyelenggaraan muktamar tidak memenuhi protokol kesehatan secara baik, apalagi jika ada kasus Covid-19 yang muncul dalam arena muktamar, maka kredibilitas NU dipertaruhkan. Jangan sampai muncul kesan bahwa NU pintar bicara dan meminta pihak lain memenuhi ketentuan kesehatan, tetapi tidak mampu melaksanakannya sendiri.

 

Selain itu, perlu kita pahami, ada kelompok atau orang yang tidak suka dengan NU atau tidak setuju dengan amaliah NU. Mereka dengan vulgar menunjukkan ketidaksukaannya di media sosial melalui unggahan status yang menjelek-jelekkan NU, bahkan membikin hoaks tentang NU. Jika ada sedikit saja kesalahan yang dibuat, mereka akan membesar-besarkan kejadian tersebut atau menambah-nambahkan informasinya di luar konteks yang ada.

 

Sejak dari awal telah disosialisasikan kepada pengurus dan warga NU bahwa muktamar ke-34 kali ini berbeda dari muktamar pada situasi normal. Berbagai tradisi yang menyertai penyelenggaraan muktamar dengan beragam keramaian yang mengundang massa kini dibatasi dengan ketat. Bahkan muktamar kali ini pun sudah mundur dari jadwal yang seharusnya di tahun 2020.

 

Terdapat beberapa aspek yang dilakukan panitia muktamar untuk memastikan upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Langkah pertama berupa pembatasan jumlah peserta yang meliputi pengurangan peserta dari biasanya tujuh orang menjadi tiga orang, pembatasan peserta dalam forum-forum persidangan dan sarana transportasi, termasuk hanya mengizinkan pengurus yang memiliki hak suara untuk hadir dalam pemilihan ketua umum. Penyelenggaraan muktamar yang biasanya berlangsung selama lima hari kini dipangkas hanya menjadi tiga hari.

 

Aspek kedua adalah pencegahan kontak seminimal mungkin melalui pendaftaran secara daring, acara pembukaan yang dilakukan secara hybrid di Pesantren Darussa’adah Lampung Tengah, termasuk mencegah para muhibbin atau pecinta NU datang ke lokasi muktamar dengan menyarankan mereka untuk meramaikan muktamar secara daring. Dengan berbagai pembatasan itu saja, jumlah peserta dan panitia masih mencapai hampir tiga ribu orang.

 

Aspek ketiga, kepatuhan terhadap 3M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, dan menjaga jarak. Untuk mendukung ini, panitia telah menyediakan masker dan hand sanitizer pada lokasi-lokasi strategis, mensyaratkan tes antigen atau PCR bagi siapa pun yang hadir di forum muktamar, termasuk menerapkan persyaratan sudah divaksin. Petugas juga akan melakukan pengecekan suhu tubuh ketika masuk ruang sidang.

 

Panitia telah mengantisipasi kemungkinan adanya peserta muktamar yang positif Covid-19 dengan menyediakan ruang isolasi khusus, juga sudah menyiapkan skenario melakukan investigasi kontak (tracing) kepada orang yang positif tersebut. Tak ketinggalan, rencana pengamatan pada peserta dan panitia lima hari pasca-muktamar. Jika setelah sampai di rumah dan kemudian tidak ada peserta yang terpapar Covid-19, maka penyelenggaraan muktamar baru benar-benar aman dari sisi kesehatan.

 

Kerja sama telah dilakukan dengan satgas Covid-19 di Lampung dan rumah sakit-rumah sakit rujukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.

 

Standar operasi tersebut tampak sangat bagus, namun aplikasinya di lapangan menjadi tantangan besar. Tidak mudah memastikan bahwa semua orang mematuhi standar kesehatan. Di sejumlah daerah yang tingkat kesadarannya rendah, mereka yang selalu menggunakan masker dianggap sebagai pemandangan yang aneh atau dianggap penakut. Tak mudah mengubah perilaku dalam forum yang dihadiri oleh jamaah dalam jumlah yang sangat besar dengan tingkat kesadaran yang berbeda-beda.

 

Manusia merupakan makhluk sosial. Jika banyak orang abai protokol kesehatan, maka orang-orang yang sebelumnya mau mengikuti protokol menjadi mengabaikan. Jika banyak orang tidak pakai masker, kenapa pula harus memakai masker yang membuat susah bernapas. Namun, jika sebagian besar orang menggunakan masker, maka yang tidak mengenakan masker akan merasa malu.

 

Upaya mendorong kepatuhan tahap pertama dilakukan dengan membangun kesadaran kepada panitia, peserta, dan pengunjung bahwa mereka mesti mematuhi protokol kesehatan untuk kepentingan pribadi dan nama baik organisasi. Ada orang yang memiliki kesadaran tinggi, namun sebagian juga abai atau meremehkan. Bagi kelompok yang abai dan meremehkan inilah, perlu pendekatan khusus.

 

Panitia telah membentuk relawan kesehatan yang akan menyampaikan ajakan secara persuasif. Ketentuan para petugas yang menjaga persidangan dan tempat lain memenuhi aturan kesehatan perlu pembuktian. Ketegasan terhadap para peserta yang membandel menjadi salah satu kunci kepatuhan. Jika ada orang yang dibiarkan tidak mematuhi protokol kesehatan, maka yang lain akan ikut.

 

Kesuksesan penyelenggaraan muktamar sangat tergantung pada kesadaran kita bersama dalam mematuhi protokol kesehatan. Saatnya kita tunjukkan kepada publik yang tengah menyorot NU bahwa kita adalah bagian dari kelompok yang sangat sadar dan mendukung kepatuhan protokol kesehatan. Kita kita dapat memberi contoh yang baik, ini akan menjadi teladan bagi organisasi lain yang akan menyelenggarakan kegiatan besarnya. (Achmad Mukafi Niam)