Riset BLAJ

Menyingkap Nilai Keagamaan Naskah Ratib Al-Haddad Salinan Encik Yahya

Sab, 5 Desember 2020 | 23:00 WIB

Menyingkap Nilai Keagamaan Naskah Ratib Al-Haddad Salinan Encik Yahya

Naskah Ratibu ‘l-Haddad Salinan Encik Yahya mengandung lima nilai-nilai keagamaan antara lain zuhud, tawakal, syukur, qana’ah, dan sabar. (Foto: BLAJ)

Selama ini naskah Ratib Al-Haddad salinan Encik Yahya menjadi bacaan rutin setiap pekan oleh Jamaah Majlis Ratib Ar-Ridho, warga Centex, Ciracas, Jakarta Timur. Warga di sana menjalankan tradisi pembacaan ratib tersebut secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

 

Berdasarkan hasil riset Mustika Ayu Rakhadiyanti bersama Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ), berjudul Tradisi Pembacaan Buku Ratib al-Haddad oleh Warga Ciracas, Jakarta Timur, dengan Naskah Ratib al-Haddad salinan Encik Yahya: Perbandingan Tekstual dan Kajian Nilai Keagamaan dalam Naskah, disebutkan bahwa pembacaan ratib dilaksanakan usai shalat Maghrib. Para jamaah membacanya secara berkeliling dari satu mushola ke mushola lain bergiliran setiap pekan.

 

Namun, tradisi itu saat pandemi Covid-19 berubah. Untuk menghindari penyebaran virus, pembacaan ratib dilakukan di rumah masing-masing dengan waktu bersamaan usai Maghrib.

 

Selain menjelaskan tradisi pelaksanaan, peneliti juga memaparkan proses penelitian dengan metode filologi modern atau filologi plus, dengan menerjemahkan dan juga menambahkan kajian terhadap naskah dengan studi kepustakaan dan pengumpulan data lapangan menggunakan media sosial. Hasilnya, sebagai bagian rutinitas untuk meningkatkan spiritualitas personal jamaah, Ratib al-Hadad menyimpan nilai keagamaan yang mendalam.

 

Nilai keagamaan dimaknai sebagai seperangkat standar dalam berperilaku agar setiap perbuatannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan agar tercipta tatanan kehidupan bermasyarakat yang baik, aman, dan selamat.

 

Naskah Ratib al-Haddad Salinan Encik Yahya mengandung lima nilai-nilai keagamaan antara lain zuhud, tawakal, syukur, qana’ah, dan sabar. 

 

Zuhud di dalam naskah Ratib al-Hadad Encik Yahya mengajarkan manusia untuk lebih yakin dan percaya terhadap apa yang ditakdirkan Allah itu lebih baik daripada keinginan yang ada pada diri manusia itu sendiri. Jika memiliki pikiran positif seperti itu niscaya dalam keadaan seperti apapun sikapnya tidak berubah baik ketika tertimpa musibah atau tidak.

 

Yang kedua, tawakal bermakna pasrah diri kepada kehendak Allah Swt; percaya dengan sepenuh hati kepada Allah. Percaya bahwa setiap manusia hanya bisa berusaha dan berdoa sementara hasil akhir harus dipasrahkan kepada Sang Pencipta takdir. 

 

Dengan demikian, segala yang telah dilakukan hendaknya diniatkan untuk beribadah kepada Allah dan setelah itu dipasrahkan dengan menerapkan nilai tawakal ini, agar apa pun hasilnya, manusia akan dapat menerima dengan lapang dada. Jadi, tawakal pun harus didahului dengan usaha atau ikhtiar dengan cara yang baik.

 

Selain itu, apabila melakukan sesuatu dengan mengharapkan suatu imbalan yang bersifat materi/duniawi, pada akhirnya jika harapan tersebut tidak tercapai, akan muncul perasaan sedih dan kecewa. Perasaan ini dapat dihindari dengan sifat tawakal. 

 

Sifat berikutnya yang termasuk nilai keagamaan dari Ratib al-Hadad salinan Encik Yahya adalah syukur. Syukur bermakna merasa senantiasa berterima kasih kepada Allah. Syukur bisa mencakup tiga sisi. Pertama, syukur dengan hati, yakni yakni menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh semata-mata karena anugerah dan kemurahan dari Ilahi.

 

Kedua, syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya (Allah Swt.) dengan mengucapkan hamdalah. Ketiga, syukur dengan perbuatan, yakni dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya serta menuntut penerima anugerah untuk merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah.     

 

Nilai yang keempat adalah qana'ah atau sikap merasa cukup atau menerima apa adanya terhadap segala usaha yang telah dilaksanakan. Terakhir, yakni sabar menghadapi cobaan, seperti tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati (sedih), atau tabah dan tenang, tidak tergesa-gesa atau terburu-buru dalam bertindak.

 

Kelima nilai atau sifat ini diharapkan dimiliki oleh umat muslim agar menjadi insan kamil (manusia sempurna) yang dicintai dan dirahmati Allah SWT.

 

Penulis: Nidhomatum MR
Editor: Kendi Setiawan