Riset BLAJ

Nilai Tradisi Masyarakat Adat Ciptagelar Sukabumi

Sel, 21 Desember 2021 | 19:45 WIB

Nilai Tradisi Masyarakat Adat Ciptagelar Sukabumi

Kampung adat Ciptagelar (Foto: bappeda.jabarprov.go.id)

Penelitian Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) mengungkapkan bahwa norma, nilai, dan tradisi yang terdapat pada masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat yang masih teguh dipegang dengan kuat oleh warga sangat banyak dan beragam, meliputi berbagai aspek kehidupan.

 

"Tradisi yang paling dominan masih terpelihara dan terus dipegang dengan teguh adalah dalam hal bercocok tanam, dan sebagai aset wisata bagi masyarakat kasepuhan khususnya dan masyaraat di luar kasepuhan pada umumnya. Selain itu tradisi yang masih terus dipegang adalah dalam hal perkawinan dan tata pergaulan antarwarga," sebut peneliti.

 
Peneliti juga menemukan bahwa pendidikan agama dan keagamaan dipandang sangat penting oleh pimpinan adat (kasepuhan) maupun masyarakat. Perkembangan teknologi adalah hal yang tak mungkin ditolak, tetapi harus dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan masyarakat secara luas.

 

"Oleh karena itu, pendidikan agama bagi masyarakat sangat penting dan terus diupayakan, namun harus tetap mempertahankan norma dan nilai warisan leluhur karuhun dan membutuhkan keterlibatan dari semua pihak, baik pemerintah, pimpinan adat maupun masyarakat pada umumnya dan kesadaran individu sendiri untuk mengikuti norma yang berlaku. Seorang guru ataupun ustadz harus mengetahui dan memahami norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat adat serta kondisi wilayah, sehingga dakwah ataupun inovasi yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik," ungkap peneliti.

 
Adapun proses penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan pada masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dilakukan melalui lembaga pendidikan formal, informal, dan nonformal. Namun demikian, pelaksanaan ketiga jenis pendidikan tersebut terdapat beberapa kendala. Pendidikan agama formal dilakukan di sekolah yaitu di SD Negeri Ciptagelar dan SMP Negeri 4 Cisolok yang berada satu komplek dengan imah gede kasepuhan.

 

Pendidikan agama informal yang dilakukan dalam keluarga, dan sangat tergantung pada kondisi orang tua terutama latar belakang pendidikan dan pandangan terhadap pendidikan. Sedangkan pendidikan nonformal bagi anak usia sekolah dasar dilakukan di Madrasah Diniyah, dan bagi orang dewasa (bapak/ibu) melalui pengajian ataupun majelis taklim dan peringatan hari besar Islam.

 

Beberapa kendala atau hambatan dalam penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan di antaranya keterbatasan pendidik, baik pendidik (guru agama) di lembaga pendidikan formal maupun nonformal, baik secara kualitas maupun kuantitas; masih banyaknya warga yang kurang peduli terhadap kelanjutan pendidikan anaknya; akses jalan juga menjadi salah satu kendala kurang maksimalnya proses pendidikan agama dan keagamaan di Kasepuhan Ciptagelar; dan tingkat penerimaan (resistensi) dari kasepuhan.

 

Di Ciptagelar juga terdapat peran kepala adat terhadap penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan. Pimpinan adat (Abah Ugi) sangat peduli terhadap pentingnya pendidikan agama bagi warga karena menyangkut pendidikan moral. Menurutnya, terkadang secara teori seseorang memiliki pengetahuan agama yang luas tetapi moralnya tidak sesuai dengan norma agama.

 

Oleh karena itu, pimpinan adat mendorong penuh keberadaan dan kemajuan Madrasah Diniyah yang sudah diupayakannya bersama warga. Harapan pimpinan adat dan diyakini oleh semua warga kasepuhan bahwa antara agama, pemerintah dan adat harus berjalan dan hidup berdampingan, selaras tanpa harus membenturkan antara ketiganya. 


Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori